KONSEP DASAR
Pengertian
AIDS
adalah sindrom yang menunjukkan defisiensi imun seluler pada
seseorang tanpa adanya penyebab yang diketahui (Rampengan, 1993).
AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh virus yang disebut HIV (Human Immunodeficiency Virus). (Aziz Alimul Hidayat, 2006).
AIDS adalah suatu kumpulan kondisi klinis tertentu yang merupakan hasil akhir dari infeksi HIV (Price, 2000 : 224)
AIDS
adalah penyakit yang disebabkan oleh virus HIV (Human
Immodeficiency Virus) ditandai dengan sindrom menurunnya sistem
kekebalan tubuh. (Depkes RI, 1992 : 2)
AIDS
adalah suatu penyakit retrovirus yang ditandai oleh imunosupresi
berat yang menyebabkan terjadinya infeksi oportunistik, neoplasma
sekunder dan kelainan imunolegik. (Price, 2000 : 241)
AIDS
adalah suatu syndrome atau kumpulan gejala penyakit dengan
karakteristik defisiensi imune yang berat dan merupakan manifestasi
stadium akhir infeksi Human Immunedeficiency Virus (Syaefulloh, 1998)
AIDS
merupakan syndrome defisiensi immune yang didapat, rute
satu-satunya teridentifikasi dari transmisi melalui darah dan semen
yang terkontaminasi oleh HIV (Engram, 1998)
Dari semua pengertian di atas dapat disimpulkan, AIDS adalah penyakit
yang disebabkan oleh virus HIV yang ditandai dengan syndrome menurunnya
sistem kekebalan tubuh, sehingga pasien AIDS mudah diserang oleh infeksi
oportunistik dan kanker.
Etiologi
Menurut Hudak dan Gallo (1996), penyebab dari AIDS adalah suatu agen
viral (HIV) dari kelompok virus yang dikenal dengan retrovirus yang
ditularkan oleh darah melalui hubungan seksual dan mempunyai aktivitas
yang kuat terhadap limfosit T yang berperan dalam mekanisme pertahanan
tubuh manusia. HIV merupakan Retrovirus yang menggunakan RNA sebagai
genom. HIV mempunyai kemampuan mengcopy cetakan materi genetic dirinya
ke dalam materi genetic sel-sel yang ditumpanginya.
Sedangkan menurut Long (1996) penyebab AIDS adalah Retrovirus yang
telah terisolasi cairan tubuh orang yang sudah terinfeksi yaitu darah
semen, sekresi vagina, ludah, air mata, air susu ibu (ASI), cairan otak
(cerebrospinal fluid), cairan amnion, dan urin. Darah, semen, sekresi vagina dan ASI merupakan sarana transmisi HIV yang menimbulkan AIDS.
Cairan transmisi HIV yaitu melalui hubungan darah (transfusi
darah/komponen darah jarum suntik yang di pakai bersama sama tusuk
jarum) seksual (homo bisek/heteroseksual) perinatal (intra plasenta dan
dari ASI)
Empat populasi utama pada kelompok usia pediatrik yang terkena HIV :
Bayi
yang terinfeksi melalui penularan perinatal dari ibu yang terinfeksi
(disebut juga transmisi vertikal); hal ini menimbulkan lebih dari 85%
kasus AIDS pada anak-anak yang berusia kurang dari 13 tahun.
Anak-anak yang telah menerima produk darah (terutama anak dengan hemofilia).
Remaja yang terinfeksi setelah terlibat dalam perilaku risiko tinggi.
Bayi yang mendapat ASI (terutama di negara-negara berkembang)
Patofisiologi
Penyebab dari AIDS adalah Human Immunodeficiency Virus (HIV)
yang termasuk dalam famili retrovirus. Virus HIV melekat dan memasuki
limfosit T helper CD4+. Virus tersebut menginfeksi limfosit CD4+ dan
sel-sel imunologik lain dan akan mengalami destruksi sel secara
bertahap. Sel-sel ini, yang memperkuat dan mengulang respons imunologik,
dan bila sel-sel tersebut berkurang dan rusak, maka fungsi imunologik
lain terganggu.
HIV merupakan retrovirus yang membawa informasi genetic RANA. Pada saat
virus HIV masuk dalam tubuh virus akan menginfeksi sel yang mempunyai
antigen CD4+ (Sel T pembantu, helper T cell). Sekali virus masuk ke
dalam sel, virus akan membuka lapisan protein sel dan menggunakan enzim Reserve transcriptase untuk
mengubah RNA. DNA virus akan terintergrasi dalam sel DNA host dan akan
mengadakan duplikasi selama proses normal pembelahan.
Dengan memasuki limfosit T4, virus memaksa limfosit T4 untuk
memperbanyak dirinya sehingga akhirnya menyebabkan kematian limfosit T4.
kematian limfosit T4 membuat daya tahan tubuh berkurang sehingga mudah
terserang infeksi dari luar (baik virus lain, bakteri, jamur atau
parasit). Hal itu menyebabkan kematian pada orang yang terjangkit
HIV/AIDS. Selain menyerang limfosit T4, virus AIDS juga memasuki sel
tubuh yang lain. Organ yang paling sering terkena adalah otak dan
susunan saraf lainnya. Virus AIDS diliputi oleh suatu protein pembungkus
yang sifatnya toksik (racun) terhadap sel. Khususnya sel otak dan
susunan saraf pusat dan tepi lainnya yang dapat mengakibatkan kematian
sel otak.
Sel CD4+ (Sel T pembantu / helper T cell) sangat berperan penting dalam
fungsi system immune normal, mengenai antigen dan sel yang terinfeksi,
dan mengaktifkan sel B untuk memproduksi antibody. Juga dalam aktivitas
langsung pada cell-mediated cell immune (immune sel bermedia) dan
mempengaruhi aktivitas langsung pada sel kongetitis duplikasi.
Menurut Long (1996) retrovirus /HIV dibawa oleh hubungan seksual,
tranfusi darah dan oleh ibu yang terkena infeksi ke fetus. Pada saat
virus HIV masuk ke dalam aliran darha maka HIV mencari sel T4 dan
pembantu sel virus melekat pada isyarat dari T4 dan masuk ke dalam sel
dan mengarahkan metabolisme agar mengabaikan fungsi normal (kematian sel
T4) dan memperbanyak dari HIV. HIV baru menempel kepada sel T4 dan
menghancurkannya. Hal ini terjadi berulang-ulang kemudian terjadi
sebagai berikut :
Infeksi Akut
Terjadi infeksi imun yang aktif terhadap masuknya HIV ke dalam darah.
HIV masih negatif. Gejala lainnya seperti demam, mual, muntah,
berkeringat malam, batuk, nyeri saat menelan dan faringgitis.
Infeksi kronik
Terjadi bertahun-tahun dan tidak ada gejala (asimtomatik), terjadi
refleksi lambat pada sel-sel tertentu dan laten pada sel-sel lainnya.
Pembengkakan kelenjar limfe
Gejala menunjukkan hiperaktivitas sel limfosit B dalam kelenjar limfe
dapat persisten selama bertahun-tahun dan pasien tetap merasa sehat.
Pada masa ini terjadi progresi terhadap dari adanya hiperplasia folikel
dalam kelenjar limfe sampai dengan timbulnya involusi dengan tubuh untuk
menghancurkan sel dendritik pada otak juga sering terjadi, pembesaran
kelenjar limfa sampai dua tahun atau lebih dari nodus limfa pada daerah
inguinal selama tiga bulan atau lebih. HIV banyak berkonsentrasi pada
liquor serebrospinal.
Penyakit lain akan timbul antara lain :
Penyakit kontitusional
Gejala dengan keluhan yang disebakan oleh hal-hal yang tidak langsung
berhubungan dengan HIV seperti diare, demam lebih dari 1 bulan,
berkeringat malam, terasa lelah yang berlebih, berat badan yang menurun
sampe dengan 10% yang mengindikasikan AIDS (slim disease)
Gejala langsung akibat HIV/Kompleks Demensia AIDS (AIDS demensia complex)
Muncul penyakit-penyakit yang menyerang sistem syaraf antara lain
mielopati, neuropati perifer, penyakit susunan syaraf otak, kehilangan
memori secara fluktoatik, bingung, kesulitan konsentrasi, apatis dan
terbatasnya kecepatan motorik. Demensia penuh dengan adanya gangguan kognitif, verbalisasi, kemampuan motorik, penyakit kontitusional.
Infeksi akibat penyakit yang di sebabkan parasit : pneumonia
carinii protozoa (PCP), cryptosporidictis (etero colitis),
toxoplasmosis (CNS dissemminated desease), dan isoporiasis
(coccodiosis), bakteri (infeksi mikrobakteri, bakteriemi, salmonella,
tubercullosis), virus sitomegelovirus : hati, retinaparu-paru, kolon;
herpes simplek) dan fungus (candidiasis pada oral, esofagus,
intestinum)
Kanker sekunder
Muncul penyakit seperti sarcoma kaposi.
Penyakit lain
Infeksi sekunder atau neoplasma lain yang berakibat pada kematian
dimana sistem imunitas tubuh sudah pada batas minimal atau mugkin habis
sehingga HIV menguasai tubuh.
Manifesasi Klinis
Masa antara terinfeksi HIV dan timbul gejala-gejala penyakit adalah 6
bulan-10 tahun. Rata-rata masa inkubasi 21 bulan pada anak-anak dan 60
bulan/5tahun pada orang dewasa. Tanda-tanda yang di temui pada penderita
AIDS antara lain:
Gejala yang muncul setelah 2 sampai 6 minggu sesudah virus masuk
ke dalam tubuh: sindrom mononukleosida yaitu demam dengan suhu badan
38 C sampai 40 C dengan pembesaran kelenjar getah benih di leher dan
di ketiak, disertai dengan timbulnya bercak kemerahan pada kulit.
Gejala dan tanda yang muncul setelah 6 bulan sampai 5 tahun
setelah infeksi, dapat muncul gejala-gejala kronis : sindrom
limfodenopati kronis yaitu pembesaran getah bening yang terus
membesar lebih luas misalnya di leher, ketiak dan lipat paha.
Kemudian sering keluar keringat malam tanpa penyebab yang jelas.
Selanjutnya timbul rasa lemas, penurunan berat badan sampai kurang 5
kg setiap bulan, batuk kering, diare, bercak-bercak di kulit, timbul
tukak (ulceration), perdarahan, sesak nafas, kelumpuhan, gangguan
penglihatan, kejiwaan terganggu. Gejala ini di indikasi adanya
kerusakan sistem kekebalan tubuh.
Pada tahap akhir, orang-orang yang sistem kekebalan tubuhnya rusak
akan menderita AIDS. Pada tahap ini penderita sering di serang
penyakit berbahaya seperti kelainan otak, meningitis, kanker kulit,
luka bertukak, infeksi yang menyebar, tuberkulosis paru (TBC), diare
kronik, candidiasis mulut dan pnemonia.
Menurut Cecily L Betz, anak-anak dengan infeksi HIV yang didapat pada
masa perinatal tampak normal pada saat lahir dan mulai timbul gejala
pada 2 tahun pertama kehidupan. Manifestasi klinisnya antara lain :
Berat badan lahir rendah
Gagal tumbuh
limfadenopati umum
Hepatosplenomegali
Sinusitis
Infeksi saluran pernapasan atas berulang
Parotitis
Diare kronik atau kambuhan
Infeksi bakteri dan virus kambuhan
Infeksi virus Epstein-Barr persisten
Sariawan orofarings
Trombositopenia
Infeksi bakteri seperti meningitis
Pneumonia interstisial kronik
Lima puluh persen anak-anak dengan infeksi HIV terkena sarafnya yang
memanifestasikan dirinya sebagai ensefalopati progresif, perkembangan
yang terhambat, atau hilangnya perkembangan motoris.
Komplikasi
Pneumonia Pneumocystis carinii (PPC)
Pneumonia interstitial limfoid
Tuberkulosis (TB)
Virus sinsitial pernapasan
Candidiasis esophagus
Limfadenopati (pembesaran kelenjar getah bening)
Diare kronik
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium menurut Mansjoer (2000), dapat dilakukan dengan dua cara :
Cara langsung yaitu isolasi virus dari sampel. Umumnya dengan
menggunakan microskop elektron dan deteksi antigen virus. Salah satu
cara deteksi antigen virus adalah dengan polymerase chain reaction (PCR). Penggunaan PCR antara lain untuk ;
Tes HIV pada bayi karena zat anti dari ibu masih ada pada bayi sehingga menghambat pemeriksaan serologis.
Menetapkan status infeksi pada individu seronegatif
Tes pada kelompok rasio tinggi sebelum terjadi sero konversi
Tes konfirmasi untuk HIV-2 sebab sensitivitas ELISA untuk rendah.
Cara tidak langsung yaitu dengan melihat respon zat anti spesifik tes, misalnya :
ELISA, sensitivitas tinggi (98,1-100%), biasanya memberikan hasil
positif 2-3 buah sesudah infeksi. Hasil positif harus di konfirmasi
dengan pemeriksaan Western Blot.
Western Blot, spsifitas tinggi (99,6-100%). Namun, pemeriksaan ini
cukup sulit, mahal dan membutuhkan waktu sekitar 24 jam. Mutlak
diperlukan untuk konfirmasi hasil pemeriksaan ELISA positif.
Imonofivoresceni assay (IFA)
Radio Imuno praecipitation assay (RIPA)
Pemeriksaan laboratorium untuk mendiagnosa dan melacak virus HIV
Status imun
Tes fungsi sel CD4
Sel T4 mengalami penurunan kemampuan untuk reaksi terhadap antigen
Kadar imunoglobutin meningkat
Hitung sel darah putih normal hingga menurun
Rasio CD4 : CD8 menurun
Complete Blood Covnt (CBC)
Dilakukan untuk mendeteks adanya anemia, leukopenia dan thrombocytopenia yang sering muncul pada HIV.
CD4 cell count
Tes yang paling banyak digunakan untuk memonitor perkembangan penyakit dan terapi yang akan dilakukan.
Blood Culture
Immune Complek Dissociaced P24 Assay
Untuk memonitor perkembangan penyakit dan aktivitas medikasi antivirus.
Tes lain yang biasa dilakukan sesuai dengan manifestasi klinik baik yang general atau spesifik antara lain :
Tuberkulin skin testing
Mendeteksi kemungkinan adanya infeksi TBC.
Magnetik resonance imaging (MRI)
Mendeteksi adanya lymphoma pada otak
Spesifik culture dan serology examination (uji kultur spesifik dan scrologi)
Pap smear setiap 6 bulan
Mendeteksi dini adanya kanker rahim.
Mendiagnosisi infeksi HIV pada bayi dari ibu yang terinfeksi HIV tidak
mudah. Dengan menggunakan gabungan dari tes-tes di atas, diagnosis dapat
ditetapkan pada kebanyakan anak yang terinfeksi sebelum berusia 6
bulan.
Temuan laboratorium ini umumnya terdapat pada bayi dan anak-anak yang terinfeksi HIV :
Penurunan jumlah limfosit CD4+ absolut
Penurunan persentase CD4
Penurunan rasio CD4 terhadap CD3
Limfopenia
Anemia, trombositopenia
Hipergammaglobulinemia (IgG, IgA, IgM)
Penurunan respons terhadap tes kulit (Candida albicans, tetanus)
Respons buruk terhadap vaksin yang didapat (difteria, tetanus, morbilli, Haemophilus influenzae tipe B)
Bayi yang lahir dari ibu HIV-positif, yang berusia kurang dari 18 bulan
dan yang menunjukkan uji positif untuk sekurang-kurangnya dua
determinasi terpisah dari kultur HIV, reaksi rantai polimerase-HIV, atau
antigen HIV, maka ia dapat dikatakan “terinfeksi HIV”. Bayi yang lahir
dari ibu HIV-positif, berusia kurang dari 18bulan, dan tidak positif
terhadap ketiga uji tersebut dikatakan “terpajan pada masa perinatal”.
Bayi yang lahir dari ibu terinfeksi HIV, yang ternyata antibodi-HIV
negatif dan tidak ada bukti laboratorium lain yang menunjukkan bahwa ia
terinfeksi HIV maka ia dikatakan “seroreverter”
Penatalaksanaan
Hingga kini belum ada penyembuhan untuk infeksi HIV dan AIDS. Penatalaksanaan AIDS dimulai dengan evaluasi staging untuk menentukan perkembangan penyakit dan pengobatan yang sesuai. Anak
dikategorikan menggunakan tiga parameter: status kekebalan, status
infeksi, dan status klinik. Seorang anak dengan tanda dan gejala ringan
tetapi tanpa bukti adanya supresi imun dikategorikan sebagai A2. status
imun didasarkan pada jumlah CD4 atau persentase CD4, yang tergantung
usia anak.
Kategorisasi Anak Infeksi HIV dan AIDS
-
Kategori Imun
|
Kategori Klinis
|
(N) Tanpa Tanda dan Gejala
| (A) Tanda dan Gejala Ringan
| (B) Tanda dan Gejala Sedang
|
(C) Tanda dan Gejala Hebat
|
(1) Tanpa tanda supresi
|
N1
|
A1
|
B1
|
C1
|
(2) Tanda supresi sedang
|
N2
|
A2
|
B2
|
C2
|
(3) Tanda supresi berat
|
N3
|
A3
|
B3
|
C3
|
Keterangan :
Kategori Klinis HIV
Kategori N : Tidak bergejala
Anak-anak tanpa tanda atau gejala infeksi HIV
Kategori A: Gejala ringan
Anak-anak mengalami dua atau lebih gejala berikut ini:
Limfadenopati
Hepatomegali
Splenomegali
Dermatitis
Parotitis
Infeksi saluran pernapasan atas yang kambuhan/persisten, sinusitis, atau otitis media.
Kategori B: Gejala sedang
Anak-anak dengan kondisi simtomatik karena infeksi HIV atau menunjukkan
kekurangan kekebalan karena infeksi HIV: contoh dari kondisi-kondisi
tersebut adalah sebagai berikut :
Anemia, neutropenia, trombositopenia selama > 30 hari
Meningitis bakterial, pneumonia, atau sepsis
Sariawan persisten selama lebih dari 2 bulan pada anak di atas 6 bulan
Kardiomiopati
Infeksi sitomegalovirus dengan awitan sebelum berusia 1 bulan
Diare, kambuhan atau kronik
Hepatitis
Stomatitis herpes, kambuhan
Bronkitis, pneumonitis, atau esofagitis HSV dengan awitan sebelum berusia 1 bulan.
Herpes zoster, dua atau lebih episode
Leiosarkoma
Penumonia interstisial limfoid atau kompleks hiperplasia limfoid pulmoner (LIP/PLH)
Varisela zoster persisten
Demam persisten > 1 bulan
Toksoplasmosis awitan sebelum berusia 1 bulan
Varisela, diseminata (cacar air berkomplikasi)
Kategori C : Gejala Hebat
Anak dengan kondisi berikut ini:
Infeksi bakterial multipel atau kambuhan
Kandidiasis pada trakea, bronki, paru, atau esofagus
Koksidioidomikosis, diseminata atau ekstrapulinoner
Kriptosporodisis, intestinal kronik
Penyakit, sitomegalovirus (selain hati, limpa, nodus), dimulai pada umur > 1 bulan.
Retinitis sitomegalovirus (dengan kehilangan penglihatan)
Ensefalopati HIV
Ulkus herpes simpleks kronik (durasi > 1 bulan) atau pneumonitis atau esofatis, awitan saat berusia > 1 bulan.
Histoplasmosis diseminata atau ekstrapulmoner
Isosporiasis, intestinal kronik (durasi > 1 bulan)
Sarkoma Kaposi
Limfoma, primer di otak
Limfoma (sarkoma Burkitt atau sarkoma imunoblastik)
Kompleks Mycobacterium ovium atau mycobacterium kansasii, diseminata atau ekstrapulmoner.
Penumonia Pneumocystis carinii
Leukoensefalopati multifokal progresif
Septikemia salmonela, kambuhan
Toksoplasmosis pada otak, awitan saat berumur >1 bulan.
Wasting syndrome karena HIV
Selain mengendalikan perkembangan penyakit, pengobatan ditujukan
terhadap mencegah dan menangani infeksi oportunistik seperti kandidiasis
dan penumonia interstisial.
Azidotimidin (zidovudin), videks, dan zalcitabin (dcc) adalah
obat-obatan untuk infeksi HIV dengan jumlah CD4 rendah. Videks dan ddc
kurang bermanfaat untuk penyakit sistem saraf pusat Trimetoprim
sulfametoksazol (Septra, Bactrim) dan pentamadin digunakan untuk
pengobatan dan profilaksis pneumonia cariini Pneumocystis (PCP).
Pemberian imunoglobulin secara intravena setiap bulan sekali berguna
untuk mencegah infeksi bakteri berat pada anak, selain untuk
hipogamaglobulinemia.
Imunisasi disarankan untuk anak-anak dengan infeksi HIV. Sebagai ganti
vaksin poliovirus oral (OPV), anak-anak diberi vaksin virus polio yang
tidak aktif (IPV).
Memulihkan sistem imun.
Obat-obat
yang telah dicoba dipakai adalah imunomodulator, seperti
isoprenosino, interferon (alfa dan gamma), interleukin 2. Namun,
sampai sekarang belum memberikan hasil seperti yang diharapkan.
Transfusi limfosit dan transplantasi sumsum tulang.
Memberantas virusnya.
Salah satu cara untuk memutuskan rantai pembiakan virus AIDS adalah
dengan “inhibiton reserve transcriptace” dengan obat suramin untuk
menghambat efek sitopatis virus terhadap sel limposit-T helper, namun
obat ini sangat toksik.
Menurut Long (1996) perawatan diri pasien dengan AIDS adalah :
Upaya preventif meliputi :
Penyuluhan kesehatan pada kelompok yang beresiko terkena AIDS.
Anjuran bagi yang telah terinfeksi virus ini untuk tidak menyumbangkan darah, organ atau cairan semen.
Modifikasi tingkah laku dengan :
Membantu mereka agar bisa merubah perilaku resiko tinggi menjadi
perilaku yang beresiko atau yang kurang beresiko dengan mengubah
kebiasaan seksual guna mencegah terjadinya penularan.
Mengingatkan kembali tentang cara hidup sehat, sehingga bisa
mempertahankan tubuh dengan baik yaitu dengan asupan nutrisi dan
vitamin yang cukup.
Pandangan hidup yang positif
Memberikan dukungan psikologis dan sosial
Skrining darah donor terhadap adanya antibody HIV
Edukasi yang bertujuan :
Mendidik
pasien dan keluarganya tentang bagaimana menghadapi kenyataan hidup
bersama AIDS, kemungkinan didiskriminasikan dari masyarakat sekitar,
bagaimana tanggung jawab keluarga, teman dekat atau masyarakat lain.
Pendidikan bagaimana cara hidup sehat, dengan mengatur diet, asupan nutrisi dan vitamin yang cukup, menghindari kebiasaan.
H. Pencegahan
Langkah-langkah untuk mencegah penyebaran penyakit AIDS, adalah :
Menghindari hubungan seksual dengan penderita AIDS
Mencegah hubungan seksual dengan partner banyak atau dengan orang yang mempunyai banyak partner
Menghindari hubungan seksual dengan pecandu narkotik yang menggunakan obat suntik.
Orang-orang dari kelompok resiko tinggi dicegah menjadi donor darah.
Pemberian transfusi darah hanya untuk pasien-pasien yang benar-benar perlu
Pada setiap suntikan harus terjamin sterilitas atau suntiknya
Penularan
pada bayi dan anak dapat terjadi pada waktu hamil, melahirkan maupun
postpartum, maka sebaiknya wanita dengan resiko tinggi AIDS jangan
hamil dan jangan melahirkan.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA AIDS
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Data Subjektif, mencakup:
Pengetahuan klien tentang AIDS
Data nutrisi, seperti masalah cara makan, BB turun
Dispneu (serangan)
Ketidaknyamanan (lokasi, karakteristik, lamanya)
Data Objektif, meliputi:
Kulit, lesi, integritas terganggu
Bunyi nafas
Kondisi mulut dan genetalia
BAB (frekuensi dan karakternya)
Gejala cemas
Pemeriksaan Fisik
Pengukuran TTV
Pengkajian Kardiovaskuler
Suhu tubuh meningkat, nadi cepat, tekanan darah meningkat. Gagal jantung kongestif sekunder akibat kardiomiopati karena HIV.
Pengkajian Respiratori
Batuk lama dengan atau tanpa sputum, sesak napas, takipnea, hipoksia, nyeri dada, napas pendek waktu istirahat, gagal napas.
Pengkajian Neurologik
Sakit
kepala, somnolen, sukar konsentrasi, perubahan perilaku, nyeri otot,
kejang-kejang, enselofati, gangguan psikomotor, penurunan kesadaran,
delirium, meningitis, keterlambatan perkembangan.
Pengkajian Gastrointestinal
Berat
badan menurun, anoreksia, nyeri menelan, kesulitan menelan, bercak
putih kekuningan pada mukosa mulut, faringitis, candidisiasis
esophagus, candidisiasis mulut, selaput lender kering, pembesaran hati,
mual, muntah, colitis akibat diare kronis, pembesaran limfa.
Pengkajain Renal
Pengkajaian Muskuloskeletal
Nyeri otot, nyeri persendian, letih, gangguan gerak (ataksia)
Pengkajian Hematologik
Pengkajian Endokrin
Kaji status nutrisi
Kaji adanya infeksi oportunistik
Kaji adanya pengetahuan tentang penularan
Uji Laboratorium dan Diagnostik
ELISA : Enzyme-linked immunosorbent assay
(uji awal yang umum) untuk mendeteksi antibody terhadap antigen
HIV(umumnya dipakai untuk skrining HIV pada individu yang berusia
lebih dari 2 tahun).
Western blot (uji konfirmasi yang umum) untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap beberapa protein spesifik HIV.
Kultur HIV untuk memastikan diagnosis pada bayi.
Reaksi rantai polimerase (Polymerase chain reaction)/PCR untuk
mendeteksi asam deoksiribonukleat (DNA) HIV (uji langsung ini
bermanfaat untuk mendiagnosis HIV pada bayi dan anak).
Uji antigen HIV untuk mendeteksi antigen HIV.
HIV, IgA, IgM untuk mendeteksi antibodi HIV yang diproduksi bayi
(secara eksperimental dipakai untuk mendiagnosis HIV pada bayi).
Temuan laboratorium yang terdapat pada bayi dan anak yang terinfeksi HIV :
Penurunan jumlah limfosit CD4+ absolut
Penurunan persentase CD4
Penurunan rasio CD4 terhadap CD8
Limfopenia
Anemia, trombositopenia
Hipergammaglobulinemia (IgG, IgA, IgM)
Penurunan respons terhadap tes kulit (Candida albicans, tetanus)
Respons buruk terhadap vaksin yang didapat (difteria, tetanus, morbili, Haemophilus influenzae tipe B)
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan imun
Keterlambatan tumbuh kembang berhubungan dengan penurunan imun
Kurang volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif (diare)
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan dispneu
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan frekuensi buang air besar sering (diare)
Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik
Cemas berhubungan dengan perubahan staus kesehatan
Perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak yang menderita penyakit serius
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
INTERVENSI
1. Diagnosa 1 : Risiko infeksi berhubungan dengan penurunan imun
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tidak terjadi infeksi
NOC : immune status
Kriterias hasil :
Status gastrointestinal normal
Status respirasi norml
Status BB normal
Status integritas kulit normal
Tidak menunjukan kelemahan
Menunjukan kekebalan tubuh
Skala penilaian :
1 = Extreme
2 = Berat
3 = Sedang
4 = Ringan
5 = Tidak kompromi
NIC : imunisation / vaccination administration
Intervensi :
Ajarkan orang tua untuk mengikuti jadwal administerasi
Ajarkan individu keluarga untuk melakukan vaksinasi seperti kolera, influenza, rabies, demam typoid, typus, TBC
Sediakan informasi mengenai imunisasi
Pantau pasien setelah mendapat imunisasi
Identifikasi kontraindikasi dari imunisasi seperi panas.
2. Diagnosa II : Keterlambatan tumbuh kembang berhubungan dengan penurunan imun
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien menunjukan tanda pertumbuhan yang normal
NOC : pertumbuhan
Kriteria hasil:
Berat badan sesuai dengan umur dan tinggi badan
Turgor kulit baik
Tanda-tanda vital baik
Skala penilaian:
1 = Tidak ada penyimpangan dari yang diharapkan
2 = Penyimpangan ringan
3 = Penyimpangan sedang
4 = Penyimpangan berat
5 = Extrim
NIC : Peningkatan pertumbuhan
Intervensi:
Lakukan pemeriksaan kesehatan dengan saksama ( tanda-tanda vital dan pemeriksaan fisik )
Tentukan makanan yang disukai klien
Pantu kecenderungan peningkatandan penurunan berat badan
Kaji keadekuatan asupan nutrisi
Demonstrasikan aktivitas yang meningkatkan perkembangan
3. Diagnosa III : Kurang volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif (diare)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan terjadi keseimbangan cairan
NOC : fluid balance
Kriteria hasil :
Tekanan darah normal
Keseimbangan masukan dan haluaran selama 24 jam
Tidak ada distensi vena jugularis
Hidrasi kulit
Membran mukosa normal
Turgor kulit baik
Skala penilaian :
1 = Tidak pernah menunjaukan
2 = Jarang menunjukan
3 = Kadang menunjukan
4 = Sering menunjukan
5 = Selalu menunjukan
NIC : fluid management
Intervensi :
Timbang popok jika diperlukan
Pertahankan intake dan output
Monitor status hidrasi
Monitor vital sign
Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
4. Diagnosa IV : Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan dispneu
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola nafas efektif
NOC : Respitarory status
RR alam batas normal
Irama nafas normal
Ekspansi dada simetris
Tidak ada dispneu
Tidak ada traktil fremitus
Auskultasi bunyi nafas normal
Skala penilaian :
1 = Extreme
2 = Berat
3 = Sedang
4 = Ringan
5 = Tidak kompromi
NIC : Oxygen terapy
Intervensi :
Bersihkan mulut, hidung, dan secret trakea
Pertahankan jalan nafas yang paten
Atur peralatan oxygenasi
Monitor aliran oxygen
Petahankan posisi pasien
NIC : Vital Sign Monitoring
Intervensi :
Monitor TD, nadi, suhu dan dan RR
Monitor frekuensi dan irama pernafasan
Monitor suhu warna dan kelembaban kulit
5. Diagnosa V : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi terpenuhi
NOC : Nutritional status
Adanya peningkatan berat badan sesuai tujuan
Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
Skala penilaian :
1= Tidak pernah menunjukan
2 = Jarang menunjukan
3 = Kadang menunjukan
4 = Sering menunjukan
5 = Selalu menunjukan
NIC : nutrition management
Intervensi :
Kaji adanya alergi makanan
Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake seperti Fe, vitamin, dan protein
Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
NIC : nutrition monitoring
Monitor adanya penurunan berat badan
Monitor interaksi anak / orang tua selama makan
Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
Monitor turgor kulit
Monitor mual dan muntah
Monitor pertumbuhan dan perkembangan
6. Diagnosa VI : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan frekuensi buang air besar sering (diare)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kulit anak tetap bersih, utuh dan bebas iritasi
NOC : Tissue integrity
Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperature dan pigmentasi )
Tidak ada luka atau lesi pada kulit
Perfusi jaringan baik
Mampu melindungi kulit
Mampu mempertahankan kelembaban kulit
Skala penilaian :
1 = Selalu
2 = Sering
3 = Kadang-kadang
4 = Jarang
5 = Tidak pernah
NIC : Exercise Therapy
Inspeksi permukaan kulit secara teratur untuk adanya tanda-tanda iritasi kemerahan
Lindungi permukaan kulit yang bergesekan
Masase kulit dengan lembut menggunakan lotion di area yang iritasi
7. Dignosa VII : Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan suhu tubuh normal
NOC : Thermoregulation
Suhu kulit dalam rentang yang diharapkan
Suhu tubuh dalam batas normal
Nadi dan pernapasan dalam rentang yang diharapkan
Perubahan warna kulit tidak ada
Skala penilaian :
1 = Tidak pernah menunjukan
2 = Jarang menunjukan
3 = Kadang menunjukan
4 = Selalu menunjukan
5 = Sering menunjukan
NIC : Fever management
Intervensi :
Pantau suhu minimal setiap 2 jam, sesuai dengan kebutuhan
Pantau warna kulit dan suhu
Ajarkan keluarga dalam mengukur suhu untuk mencegah dan mengenali secara dini hipertermia
Lepaskan pakaian yang berlebihan dan tutupi klien dengan hanya selembar pakaian
Berikan cairan intravena
8. Dignosa VIII : Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien dapat beraktifitas seperti biasa
NOC : Penghematan energi
Kriteria hasil :
Menyadari kjeterbatasan energi
Menyeimbangkan aktifitas dan energi
Tingkat daya tahan adekuat untuk beraktifitas
Skala penilaian :
1 = Tidak sama sekali
2 = Jarang
3 = Kadang
4 = Sering
5 = Selalu
NIC : Pengelolaan enegi
Tentukan penyebab keletihan
Pantau asupan untuk mamastikan keadekuatan sumber energi
Batasi rangsangan lingkungan
Bantu dengan aktifitas fisik teratur
9. Diagnosa IX : Cemas berhubungan dengan perubahan staus kesehatan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan dapar berkurang
NOC : Anxiety control
Kriteria hasil :
Monitor intensitas cemas
Mengurangi penyebab cemas
Penurunan rangsang lingkungan ketika cemas
Memberikan informasi untuk mengurangi cemas
Melaporkan penurunan cemas
Melaporkan keadekuaan tidur
Skala penilaian :
1 = Tidak pernah menunjukan
2 = Jarang menunjukan
3 = Kadang menunjukan
4 = Sering menunjukan
5 = Selalu menunjukan
NIC : penurunan cemas
Gunakan pendekatan yang menangkan
Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
Pahami persepsi pasien terhadap stress
Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi keemasan
Identifikasi tingkat kecemasan
Dorong untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan
10. Diagnosa X : Perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak yang menderita penyakit serius
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan orang tua dan anak menunjukan perilaku kedekatan
NOC : Koping keluarga
Kriteria hasil :
Saling percaya dan dapat manghadapi masalah
Mengatasi masalah
Pedui terhadap kebutuhan seluruh anggota keluarga
Tetapkan prioritas
Skala penilaian :
1 = Tidak pernah menunjukan
2 = Jarang menunjukan
3 = Kadang menunjukan
4 = Selalu menunjukan
5 = Sering menujukan
NIC : Support keluarga
Intervensi :
Yakinkan keluarga bahwa pasien akan diberi perawatan terbaik
Hargai reaksi pasien terhadap kondisi pasien
Berikan timbal balik atas koping keluarga
Terangkan menhenai rencana medis dan perawatan pasien terhadap keluarga
Berikan informasi tentang perkembangan pasien sesuai dengan kondisi
11. Dignosa XI : Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien dan keluarga pengetahuannya bertambah
NOC : Proses penyakit
Kriteria hasil :
Mengenal nama penyakit
Deskripsi proses penyakit
Deskripsi factor penyebab
Deskripsi tanda dan gejala
Deskripsi cara meminimalkan perkembangan penyakit
Skala penilaian :
1 = Tidak pernah menunjukan
2 = Jarang menunjukan
3 = Kadang menunjukan
4 = Sering menunjukan
5 = Selalu menunjukan
NIC : Pembelajaran proses penyakit
Jelaskan tanda dan gejala
Identifikasi penyebab penyakit
Beri informasi tentang hasil pemeriksaan diagnostik
EVALUASI
1. Dx 1 : Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan imun
Status gastrointestinal normal 4
Status respirasi normal 3
Status BB normal 3
Status integritas kulit normal 3
Tidak menunjukan kelemahan 3
Menunjukan kekebalan tubuh
2. Dx II : Keterlambatan tumbuh kembang berhubungan dengan penurunan imun
Berat badan sesuai dengan umur dan tinggi badan 2
Turgor kulit baik 3
Tanda-tanda vital baik 2
3. Dx III : Kurang volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif (diare)
Tekanan darah normal 3
Keseimbangan masukan dan haluaran selama 24 jam 3
Hidrasi kulit 3
Membran mukosa normal 3
Turgor kulit baik 3
4. Dx IV : Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan dispneu
RR alam batas normal 3
Irama nafas normal 3
Ekspansi dada simetris 3
Tidak ada dispneu 3
Tidak ada traktil fremitus 3
Auskultasi bunyi nafas normal 3
5. Dx V : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah
Adanya peningkatan berat badan sesuai tujuan 3
Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan 3
Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi 4
Tidak ada tanda-tanda malnutrisi 5
6. Dx VI : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan frekuensi buang air besar sering (diare)
Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperature dan pigmentasi ) 3
Tidak ada luka atau lesi pada kulit 5
Perfusi jaringan baik 4
Mampu melindungi kulit 3
Mampu mempertahankan kelembaban kulit 3
7. Dx VII : Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
Suhu kulit dalam rentang yang diharapkan 3
Suhu tubuh dalam batas normal 4
Nadi dan pernapasan dalam rentang yang diharapkan 4
Perubahan warna kulit tidak ada 4
8. Dx VIII : Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik
Menyadari keterbatasan energi 2
Menyeimbangkan aktifitas dan energi 3
Tingkat daya tahan adekuat untuk beraktifitas 3
9. Dx IX : Cemas berhubungan dengan perubahan staus kesehatan
Monitor intensitas cemas 4
Mengurangi penyebab cemas 4
Penurunan rangsang lingkungan ketika cemas 3
Memberikan informasi untuk mengurangi cemas 5
Melaporkan penurunan cemas 3
Melaporkan keadekuaan tidur 3
10. Dx X : Perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak yang menderita penyakit serius
Saling percaya dan dapat manghadapi masalah 5
Mengatasi masalah 5
Pedui terhadap kebutuhan seluruh anggota keluarga 5
Tetapkan prioritas 5
11. Dx XI : Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
Mengenal nama penyakit 4
Deskripsi proses penyakit 4
Deskripsi factor penyebab 4
Deskripsi tanda dan gejala 4
Deskripsi cara meminimalkan perkembangan penyakit 4
DAFTAR PUSTAKA
Betz, Cecily L. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC.
Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Muma, Richard D. 1997. HIV : manual untuk tenaga kesehatan. Jakarta : EGC.
Rampengan. 1993. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. Jakarta : EGC.
Wong, Donna L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar