PENGERTIAN
- Imunisasi merupakan suatu program yang
dengan sengaja memasukkan antigen lemah agar merangsang antibodi keluar
sehingga tubuh dapat resisten terhadap penyakit tertentu. (Proverawati,
2010)
- Imunisasi merupakan usaha memberikan
kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin kedalam tubuh agar
tubuh membuat zat anti untuk mencegah terhada penyakit tertentu. (Alimul,
2009)
TUJUAN IMUNISASI
- Program imunisasi bertujuan untuk memberikan
kekebalan pada bayi agar dapat mencegah penyakit dan kematian bayi serta
anak yang disebabkan oleh penyakit yang sering berjangkit. (Proverawati,
2010)
- Tujuan pemberian imunisasi adalah diharapkan
anak menjadi kebal terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan angka
morbiditas dan mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan akibat penyakit
yang dapat dicegah dengan imunisasi. (Alimul, 2009)
MANFAAT IMUNISASI
1. Untuk Anak
- Mencegah penderitaan yang disebabkan oleh
penyakit dan kemungkinan cacat atau kematian.
2. Untuk Keluarga
- Menghilangkan kecemasan dan psikologi
pengobatan bila anak sakit. Mendorong pembentukan keluarga apabila orang
tua yakin bahwa anaknya akan menjalani masa kanak-kanak yang nyaman.
3. Untuk Negara
- Memperbaiki tingkat kesehatan, mrnciptakan
bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara.
(Proverawati, 2010)
JENIS IMUNISASI
1.Imunisasi Aktif
- Merupakan pemberian suatu bibit penyakit
yang telah dilemahkan (vaksin) agar nantinya sistem imun tubuh berespon
spesifik dan memberikan suatu ingatan terhadap antigen ini, sehingga
ketika terpapar lagi tubuh dapat mengenali dan meresponnya. Contoh
imunisasi aktif adalah imunisasi polio dan campak.
- Dalam imunisasi aktif terdapat beberapa
unsur-unsur vaksin, yaitu :
- Vaksin dapat berupa organisme yang secara
keseluruhan dimatikan, eksotoksin yang didetoksifikasi saja, atau
endotoksin yang terikat pada protein pembawa seperti polisakarida, dan
vaksin dapat juga berasal dari ekstrak komponen-komponen organisme dari
suatu antigen. Dasarnya adalah antigen harus merupakan bagian dari
organisme yang dijadikan vaksin.
- Pengawet/stabilisator, atau antibiotik.
Merupakan zat yang digunakan agar vaksin tetap dalam keadaan lemah atau
menstabilkan antigen dan mencegah tumbuhnya mikroba. Bahan-bahan yang
digunakan seperti air raksa atau antibiotik yang biasa digunakan.
- Cairan pelarut dapat berupa air steril atau
juga berupa cairan kultur jaringan yang digunakan sebagai media tumbuh
antigen, misalnya telur, protein serum, bahan kultur sel.
- Adjuvan, terdiri dari garam aluminium yang
berfungsi meningkatkan sistem imun dari antigen. Ketika antigen terpapar
dengan antibodi tubuh, antigen dapat melakukan perlawanan juga, dalam hal
ini semakin tinggi perlawanan maka semakin tinggi peningkatan antibodi
tubuh.
2.Imunisasi Pasif
- Merupakan suatau proses peningkatan
kekebalan tubuh dengan cara memberikan zat immunoglobulin, yaitu zat yang
dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang dapat berasal dari plasma
manusia (kekebalan yang didapatkan bayi dari ibu melalui plasenta) atau
binatang (bisa ular) yang digunakan untuk mengatasi mikroba sudah masuk
dalam tubuh yang terinfeksi.
- Contoh imunisasi pasif adalah penyuntikan
ATS pada orang yang mengalami luka kecelakaan. Contoh lain adalah yang
terdapat pada bayi yang baru lahir dimana bayi tersebut menerima berbagai
jenis antibodi dari ibunya melalui darah plasenta selama masa kandungan,
misalnya antibodi terhadap campak. (Proverawati, 2010)
JENIS VAKSIN LIMA IMUNISASI LENGKAP
1. BCG
- Imunisasi BCG merupakan imunisasi yang
digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit TBC yang berat sebab
terjadinya penyakit TBC yang primer atau yang ringan dapat terjadi
walaupun sudah dilakukan imunisasi BCG. TBC yang berat contohnya adalah
TBC pada selaput otak, TBC milier pada seluruh lapangan paru, atau TBC
tulang. Vaksin BCG merupakan vaksin yang mengandung kuman TBC yang telah
dilemahkan.
- Frekuensi pemberian imunisasi BCG adalah 1
dosis sejak lahir sebelum umur 3 bulan. Vaksin BCG diberikan melalui
intradermal/intracutan. Efek samping pemberian imunisasi BCG adalah
terjadinya ulkus pada daerah suntikan, limfadenitis regionalis, dan reaksi
panas.
2. Hepatitis B
- Imunisasi hepatitis B merupakan imunisasi
yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit hepatitis B. kandungan
vaksin ini adalah HbsAg dalam bentuk cair. Frekuensi pemberian imunisasi
hepatitis B adalah 3 dosis. Imunisasi hepatitis ini diberikan melalui
intramuscular.
3. Polio
- Imunisasi polio merupakan imunisasi yang
digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit poliomyelitis yang dapat
menyebabkan kelumpuhan pada anak. Kandungan vaksin ini adalah virus yang
dilemahkan. Frekuensi pemberian imunisasi polio adalah 4 dosis. Imunisasi
polio diberikan melalui oral.
4. DPT
- Imunisasi DPT merupakan imunisasi yang
digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit difteri, pertusis dan
tetanus. Vaksin DPT ini merupakan vaksin yang mengandung racun kuman
difteri yang telah dihilangkan sifat racunnya, namun masih dapat
merangsang pembentukan zat anti (toksoid).
- Frekuensi pemberian imuisasi DPT adalah 3
dosis. Pemberian pertama zat anti terbentuk masih sangat sedikit (tahap
pengenalan) terhadap vaksin dan mengaktifkan organ-organ tubuh membuat zat
anti. Pada pemberian kedua dan ketiga terbentuk zat anti yang cukup.
Imunisasi DPT diberikan melalui intramuscular.
- Pemberian DPT dapat berefek samping ringan
ataupun berat. Efek ringan misalnya terjadi pembengkakan, nyeri pada
tempat penyuntikan, dan demam. Efek berat misalnya terjadi menangis hebat,
kesakitan kurang lebih empat jam, kesadaran menurun, terjadi kejang,
encephalopathy, dan syok.
5. Campak
- Imunisasi campak merupakan imunisasi yang
digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit campak pada anak karena
termasuk penyakit menular. Kandungan vaksin ini adalah virus yang
dilemahkan. Frekuensi pemberian imunisasi campak adalah 1 dosis. Imunisasi
campak diberikan melalui subkutan. Imunisasi ini memiliki efek samping
seperti terjadinya ruam pada tempat suntikan dan panas. (Alimul, 2009)
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMUNISASI
1. Status imun penjamu
- Adanya antibodi spesifik pada penjamu
keberhasilan vaksinasi, misalnya: (1.Campak pada bayi; 2.Kolostrum ASI –
Imunoglobulin A polio)
- Maturasi imunologik : neonatus fungsi
makrofag, kadar komplemen, aktifasi optonin.
- Pembentukan antibodi spesifik terhadap
antigen kurang, hasil vaksinasi ditunda sampai umur 2 tahun.
- Cakupan imunisasi semaksimal mungkin agar
anak kebal secara simultan, bayi diimunisasi.
- Frekuensi penyakit : dampaknya pada neonatus
berat imunisasi dapat diberikan pada neonatus.
- Status imunologik (seperti defisiensi imun)
respon terhadap vaksin kurang.
2. Genetik
- Secara genetik respon imun manusia terhadap
antigen tertentu baik, cukup, rendah. Keberhasilan vaksinasi tidak 100%.
3. Kualitas vaksin
- Cara pemberian. Misalnya polio oral,
imunitas lokal dan sistemik.
- Dosis vaksin (1.Tinggi hambatan respon,
menimbulkan efek samping; 2.Jika rendah, maka tidak merangsang sel
imunokompeten)
- Frekuensi pemberian. Respon imun sekunder
Sel efektor aktif lebih cepat, lebih tinggi produksinya, afinitas lebih
tinggi. Frekuensi pemberian mempengaruhi respon imun yang terjadi. Bila
vaksin berikutnya diberikan pada saat kadar antibodi spesifik masih
tinggi, sedangkan antigen dinetralkan oleh antibodi spesifik maka tidak
merangsang sel imunokompeten.
- Ajuvan (1.Zat yang meningkatkan respon imun
terhadap antigen; 2.Mempertahankan antigen agar tidak cepat hilang;
3.Mengaktifkan sel imunokompeten)
- Jenis vaksin. Vaksin hidup menimbulkan
respon imun lebih baik.
- Kandungan vaksin (1.Antigen virus;
2.Bakteri; 3.Vaksin yang dilemahkan seperti polio, campak, BCG.; 4.Vaksin
mati : pertusis.; 5.Eksotoksin : toksoid, difteri, tetanus.; 6.Ajuvan :
persenyawaan aluminium.; 7.Cairan pelarut : air, cairan garam fisiologis,
kultur jaringan, telur.)
FAKTOR YANG DAPAT MERUSAK VAKSIN DAN KOMPOSISI
VAKSIN
- Panas dapat merusak semua vaksin.
- Sinar matahari dapat merusak BCG.
- Pembekuan toxoid.
- Desinfeksi / antiseptik : sabun. (Marimbi,
2010)
TATACARA PEMBERIAN IMUNISASI
- Sebelum melakukan vaksinasi, dianjurkan
dianjurkan mengikuti tata cara seperti berikut:
- Memberitahukan secara rinci tentang risiko
imunisasi dan risiko apabila tidak divaksinasi.
- Periksa kembali persiapan untuk melakukan
pelayanan secepatnya bila terjadi reaksi ikutan yang tidak diharapkan.
- Baca dengan teliti informasi tentang yang
akan diberikan dan jangan lupa mendapat persetujuan orang tua. Melakukan
tanya jawab dengan orang tua atau pengasuhnya sebelum melakukan imunisasi.
- Tinjau kembali apakah ada kontraindikasi
terhadap vaksin yang akan diberikan.
- Periksa identitas penerima vaksin dan
berikan antipiretik bila diperlukan.
- Periksa jenis vaksin dan yakin bahwa vaksin
tersebut telah disimpan dengan baik.
- Periksa vaksin yang akan diberikan apakah
tampak tanda-tanda perubahan. Periksa tanggal kadaluarsa dan catat hal-hal
istimewa, misalnya adanya perubahan warna yang menunjukkan adanya
kerusakan.
- Yakin bahwa vaksin yang akan diberikan
sesuai jadwal dan ditawarkan pula vaksin lain untuk mengejar imunisasi
yang tertinggal (catch up vaccination) bila diperlukan.
- Berikan vaksin dengan teknik yang benar.
Lihat uraian mengenai pemilihan jarum suntik, sudut arah jarum suntik,
lokasi suntikan, dan posisi penerima vaksin.
- Setelah pemberian vaksin, kerjakan hal-hal
seperti berikut:
- Berilah petunjuk (sebaiknya tertulis) kepada
orang tua atau pengasuh, apa yang harus dikerjakan dalam kejadian reaksi
yang biasa atau reaksi ikutan yang lebih berat.
- Catat imunisasi dalam rekam medis pribadi
dan dalam catatan klinis.
- Catatan imunisasi secara rinci harus
disampaikan kepada Dinas Kesehatan bidang P2M.
- Periksa status imunisasi anggota keluarga
lainnya dan tawarkan vaksinasi untuk mengejar ketinggalan, bila
diperlukan.
- Dalam situasi vaksinasi yang dilaksanakan
untuk kelompok besar, pelaksanaannya dapat bervariasi, namun rekomendasi
tetap seperti di atas yang berpegang pada prinsip-prinsip higienis, surat
persetujuan yang valid, dan pemeriksaan/penilaian sebelum imunisasi harus
dikerjakan.
1. Penyimpanan
- Vaksin yang disimpan dan diangkut secara
tidak benar akan kehilangan potensinya. Instruksi pada lembar penyuluhan
(brosur) informasi produk harus disertakan. Aturan umum untuk sebagian
besar vaksin, bahwa vaksin harus didinginkan pada temperatur 2-8oC dan
tidak membeku. Sejumlah vaksin (DPT dan hepatitis B) menjadi tidak aktif
bila beku. Pengguna dinasehatkan untuk melakukan konsultasi guna
mendapatkan informasi khusus vaksin-vaksin individual, karena beberapa
vaksin (polio) dapat disimpan dalam keadaan beku.
2. Pengenceran
- Vaksin kering yang beku harus diencerkan
dengan cairan pelarut khusus dan digunakan dalam periode waktu tertentu.
Apabila vaksin telah diencerkan, harus diperiksa terhadap tanda-tanda
kerusakan (warna dan kejernihan). Perlu diperhatikan bahwa vaksin campak
yang telah diencerkan cepat mengalami perubahan pada suhu kamar. Jarum
ukuran 21 yang steril dianjurkan untuk mengencerkan dan jarum ukuran 23
dengan panjang 25 mm digunakan untuk menyuntikkan vaksin.
3. Pembersihan Kulit
- Tempat suntikan harus dibersihkan sebelum
imunisasi dilakukan namun apabila kulit telah bersih, antiseptik kulit
tidak diperlukan.
4. Pemberian Suntikan
- Sebagian besar vaksin diberikan melalui
suntikan intramuskular atau subkutan dalam. Terdapat perkecualian pada dua
jenis vaksin yaitu polio diberikan per-oral dan BCG diberikan dengan
suntikan intradermal.
5. Teknik dan Ukuran Jarum
- Para petugas yang melaksanakan vaksinasi
harus memahami teknik dasar dan petunjuk keamanan pemberian vaksin, untuk
mengurangi risiko penyebaran infeksi dan trauma akibat suntikan yang salah.
Pada tiap suntikan harus digunakan tabung suntikan dan jarum baru, sekali
pakai dan steril. Sebaiknya tidak digunakan botol vaksin yang multidosis,
karena risiko infeksi. Apabila memakai botol multidosis (karena tidak ada
laternatif vaksin dalam sediaan lain) maka jarum suntik yang telah
digunakan menyuntikkan tidak boleh dipakai lagi mengambil vaksin.
- Tabung suntik dan jarum harus dibuang dalam
tempat tertutup yang diberi tanda (label) tidak mudah robek dan bocor,
untuk menghindari luka tusukan atau pemakaian ulang. Tempat pembuangan
jarum suntik bekas harus dijauhkan dari jangkauan anak-anak.
- Sebagian besar vaksin harus disuntikkan ke
dalam otot. Penggunaan jarum yang pendek meningkatkan risiko terjadi
suntikan subkutan yang kurang dalam.
- Standar jarum suntik ialah ukuran 23 dengan
panjang 25 mm, tetapi ada perkecualian lain dalam beberapa hal seperti
berikut :
- Pada bayi-bayi kurang bulan, umur dua bulan
atau yang lebih muda dan bayi-bayi kecil lainnya, dapat pula dipakai jarum
ukuran 26 dengan panjang 16 mm.
- Untuk suntikan subkutan pada lengan atas,
dapakai jarum ukuran 25 dengan panjang 16 mm, untuk bayi-bayi kecil
dipakai jarum ukuran 27 dengan panjang 12 mm.
- Untuk suntikan intradermal pada vaksin BCG
dipakai jarum ukuran 25-27 dengan panjang 10 mm.
6. Arah Sudut Jarum pada Suntikan Intramuskular
- Jarum suntik harus disuntikkan dengan sudut
45o sampai 60o ke dalam otot vastus lateralis atau otot deltoid (lengan
atas). Untuk otot vastus lateralis, jarum harus diarahkan ke arah lutut
dan untuk deltoid jarum harus diarahkan ke pundak. Kerusakan saraf dan
pembuluh vaskular dapat terjadi apabila suntikan diarahkan pada sudut 90o.
pada suntikan dengan sudut jarum 45o sampai 60o akan mengalami hambatan
ringan pada waktu jarum masuk ke dalam otot.
7. Tempat Suntikan yang Dianjurkan
- Paha anterolateral adalah bagian tubuh yang
dianjurkan untuk vaksinasi pada bayi-bayi dan anak-anak umur dibawah 12
bulan. Regio deltoid adalah alternatif untuk vaksinasi pada anak-anak yang
lebih besar (mereka yang telah dapat berjalan) dan orang dewasa.
- Daerah anterolateral paha adalah bagian yang
dianjurkan untuk vaksinasi bayi-bayi dan tidak pada pantat (daerah
gluteus) untuk menghindari risiko kerusakan saraf ischiadica (nervus
ischiadicus). Risiko kerusakan saraf ischiadica akibat suntikan didaerah
gluteus lebih banyak dijumpai pada bayi karena variasi posisi saraf
tersebut, masa otot lebih tebal, sehingga pada vaksinasi dengan suntikan
intramuskular di daerah gluteal dengan tidak sengaja menghasilkan suntikan
subkutan dengan reaksi lokal yang lebih berat.
- Sedangkan untuk vaksinasi BCG, harus
disuntik pada kulit di atas insersi otot deltoid (lengan atas), sebab
suntikan-suntikan diatas puncak pundak memberi risiko terjadinya keloid.
8. Posisi Anak dan Lokasi Suntikan
- Vaksin yang disuntikkan harus diberikan pada
bagian dengan risiko kerusakan saraf, pembuluh vaskular serta jaringan
lainnya. Penting bahwa bayi dan anak jangan bergerak saat disuntik,
walaupun demikian cara memegang bayi dan anak yang berlebihan akan
menambah ketakutan sehingga meningkatkan ketegangan otot. Perlu diyakinkan
kepada orang tua atau pengasuh untuk membantu memegang anak atau bayi, dan
harus diberitahu agar mereka memahami apa yang sedang dikerjakan.
- Alasan memilih otot vastus lateralis pada
bayi dan anak umur dibawah 12 bulan adalah :
- Menghindari risiko kerusakan saraf
ischiadica pada suntikan daerah gluteal.
- Daerah deltoid pada bayi dianggap tidak
cukup tebal untuk menyerap suntikan secara adekuat.
- Sifat imunogenesitas vaksin hepatitis B
berkurang bila disuntikkan di daerah gluteal.
- Menghindari risiko reaksi lokal dan
terbentuk pembengkakan di tempat suntikan yang menahun.
- Menghindari lapisan lemak subkutan yang
tebal pada paha bagian anterior.
9.Vastus Lateralis, Posisi Anak dan Lokasi
Suntikan
- Vastus lateralis adalah otot bayi yang tebal
dan besar, yang mengisi bagian anterolateral paha. Vaksin harus
disuntikkan ke dalam batas antara sepertiga otot bagian atas dan tengah
yang merupakan bagian yang paling tebal dan padat. Jarum harus membuat
sudut 45o-60o terhadap permukaan kulit, dengan jarum kearah lutut, maka
jarum tersebut harus menembus kulit selebar ujung jari di atas (ke arah
proksimal) batas hubungan bagian atas dan sepertiga tengah otot.
- Anak atau bayi diletakkan di atas meja
periksa, dapat dipegang oleh orang tua/pengasuh atau posisi setengah tidur
pada pangkuan orang tua atau pengasuhnya. Celana (popok) bayi harus dibuka
bila menutupi otot vastus lateralis sebagai lokasi suntikan, bila tidak
demikian vaksin akan disuntikkan terlalu bawah di daerah paha. Kedua
tangan dipegang menyilang pelvis bayi dan paha dipegang dengan tangan
antara jempol dan jari-jari. Posisi ini akan mengurangi hambatan dalam
proses penyuntikan dan membuatnya lebih lancar.
- Lokasi suntikan pada vastus lateralis :
- Letakkan bayi di atas tempat tidur atau
meja, bayi ditidurkan terlentang.
- Tungkai bawah sedikit ditekuk dengan fleksi
pada lutut.
- Cari trochanter mayor femur dan condylus
lateralis dengan cara palpasi, tarik garis yang menghubungkan kedua tempat
tersebut. Tempat suntikan vaksin ialah batas sepertiga bagian atas dan
tengah pada garis tersebut (bila tungkai bawah sedikit menekuk, maka
lekukan yang dibuat oleh tractus iliotibialis menyebabkan garis bagian
distal lebih jelas).
- Supaya vaksin yang disuntikkan masuk ke dalam
otot pada batas antara sepertiga bagian atas dan tengah, jarum ditusukkan
satu jari di atas batas tersebut.
10. Deltoid, Posisi Anak dan Lokasi Suntikan
- Posisi seorang anak yang paling nyaman untuk
suntikan di daerah deltoid ialah duduk di atas pangkuan ibu atau
pengasuhnya.
- Lengan yang akan disuntik dipegang menempel
pada tubuh bayi, sementara lengan lainnya diletakkan di belakang tubuh
orang tua atau pengasuh.
- Lokasi deltoid yang benar adalah penting
supaya vaksinasi berlangsung aman dan berhasil.
- Posisi yang salah akan menghasilkan suntikan
subkutan yang tidak benar dan meningkatkan risiko penetrasi saraf.
- Untuk mendapatkan lokasi deltoid yang baik
membuka lengan atas dari pundak ke siku. Lokasi yang paling baik adalah
pada tengah otot, yaitu separuh antara akromnion dari insersi pada tengah
humerus. Jarum suntik ditusukkan membuat sudut 45o-60o mengarah pada
akromnion. Bila bagian bawah deltoid yang disuntik, ada risiko trauma
saraf radialis karena saraf tersebut melingkar dan muncul dari otot trisep.
11.Pengambilan Vaksin dari Botol (Vial)
- Untuk vaksin yang diambil menembus tutup
karet atau yang telah dilarutkan, harus memakai jarum baru. Apabila vaksin
telah diambil dari vial yang terbuka, dapat dipakai jarum yang sama. Jarum
atau semprit yang telah digunakan menyuntik seseorang tidak boleh
digunakan untuk mengambil vaksin dari botol vaksin karena risiko
kontaminasi silang, vaksin dalam botol yang berisi dosis ganda
(multidosis) jangan digunakan kecuali tidak ada alternatif lain.
12. Penyuntikan Subkutan
- Perhatian untuk suntikan subkutan :
- Arah jarum 45o terhadap kulit.
- Cubit tebal untuk suntikan subkutan.
- Aspirasi semprit sebelum vaksin disuntikkan.
- Untuk suntikan multipel diberikan pada
bagian ekstrimitas berbeda.
13. Penyuntikan Intramuscular
- Perhatian untuk penyuntikan intramuskular :
- Pakai jarum yang cukup panjang untuk
mencapai otot.
- Suntik dengan arah jarum 45o-60o, lakukan
dengan cepat.
- Tekan kulit sekitar tempat suntikan dengan
ibu jari dan telunjuk saat jarum ditusukkan.
- Aspirasi semprit sebelum vaksin disuntikkan,
untuk meyakinkan tidak masuk ke dalam vena. Apabila terdapat darah, buang
dan ulangi dengan suntikan baru.
- Untuk suntikan multipel diberikan pada
bagian ekstrimitas berbeda.
14. Pemberian Dua atau Lebih Vaksin pada Hari
Yang Sama
- Pemberian vaksin-vaksin yang berbeda pada
umur yang sesuai, boleh diberikan pada hari yang sama. Vaksin inactivated
dan vaksin virus hidup, khususnya vaksin yang dianjurkan dalam jadwal
imunisasi, pada umumnya dapat diberikan pada lokasi yang berbeda saat hari
kunjungan yang sama. Misalnya pada kesempatan yang sama dapat diberikan
vaksin-vaksin DPT, hepatitis B, dan polio.
- Vaksin-vaksin yang berbeda tidak boleh
dicampur dalam satu semprit. Vaksin-vaksin yang berbeda yang diberikan
pada seseorang pada hari yang sama harus disuntikkan pada lokasi yang
berbeda dengan menggunakan semprit yang berbeda. (IDAI, 2008)
JADWAL IMUNISASI
1.BCG
- Imunisasi BCG diberikan pada umur sebelum 3
bulan. namun dianjurkan pemberian imunisasi BCG pada umur antara 0-12
bulan.
- Dosis 0,05 ml untuk bayi kurang dari 1 tahun
dan 0,1 ml untuk anak (>1 tahun).
- Imunisasi BCG ulangan tidak dianjurkan.
- Vaksin BCG tidak dapat mencegah infeksi
tuberculosis, namun dapat mencegah komplikasinya.
- Apabila BCG diberikan pada umur lebih dari 3
bulan, sebaiknya dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu. Vaksin BCG
diberikan apabila uji tuberkulin negatif.
2.Hepatitis B
- Imunisasi hepatitis B-1 diberikan sedini
mungkin (dalam waktu 12 jam) setelah lahir.
- Imunisasi hepatitis B-2 diberikan setelah 1
bulan (4 minggu) dari imunisasi hepatitis B-1 yaitu saat bayi berumur 1
bulan. Untuk mendapatkan respon imun optimal, interval imunisasi hepatitis
B-2 dengan hepatitis B-3 minimal 2 bulan, terbaik 5 bulan. Maka imunisasi
hepatitis B-3 diberikan pada umur 3-6 bulan.
- Departemen kesehatan mulai tahun 2005
memberikan vaksin hepatitis B-0 monovalen (dalam kemasan uniject) saat
lahir, dilanjutkan dengan vaksin kombinasi DTwP/hepatitis B pada umur
2-3-4 bulan. Tujuan vaksin hepatitis B diberikan dalam kombinasi dengan
DTwP untuk mempermudah pemberian dan meningkatkan cakupan hepatitis B-3
yang masih rendah.
- Apabila sampai dengan usia 5 tahun anak
belum pernah memperoleh imunisasi hepatitis B, maka secepatnya diberikan
imunisasi hepatitis B dengan jadwal 3 kali pemberian.
3. DPT
- Imunisasi DPT primer diberikan 3 kali sejak
umur 2 bulan (DPT tidak boleh diberikan sebelum umur 6 minggu) dengan
interval 4-8 minggu. Interval terbaik diberikan 8 minggu, jadi DPT-1
diberikan pada umur 2 bulan, DPT-2 pada umur 4 bulan dan DPT-3 pada umur 6
bulan.
- Dosis DPT adalah 0,5 ml, intramuskular, baik
untuk imunisasi dasar maupun ulangan.
- Vaksin DPT dapat diberikan secara kombinasi
dengan vaksin lain yaitu DPT/Hepatitis B dan DPT/IPV.
4. Polio
- Terdapat 2 kemasan vaksin polio yang berisi
virus polio -1, 2, dan 3. (1.OPV, hidup dilemahkan, tetes, oral.; 2.IPV,
in-aktif, suntikan.)
- Polio-0 diberikan saat bayi lahir sesuai
pedoman PPI sebagai tambahan untuk mendapatkan cakupan imunisasi yang tinggi.
- Untuk imunisasi dasar (polio-2, 3, 4)
diberikan pada umur 2,4, dan 6 bulan, interval antara dua imunisasi tidak
kurang dari 4 minggu.
- OPV diberikan 2 tetes per-oral.
- IPV dalam kemasan 0,5 ml, intramuscular.
Vaksin IPV dapat diberikan tersendiri atau dalam kemasan kombinasi
(DPT/IPV).
5. Campak
- Vaksin campak rutin dianjurkan diberikan
dalam satu dosis 0,5 ml secara subkutan dalam, pada umur 9 bulan. (IDAI,
2008)
KONTRAINDIKASI IMUNISASI
- Analfilaksis atau reaksi hipersensitifitas
yang hebat merupakan kontraindikasi mutlak terhadap dosis vaksin
berikutnya. Riwayat kejang demam dan panas lebih dari 38oC merupakan
kontraindikasi pemberian DPT, hepatitis B-1 dan campak.
- Jangan berikan vaksin BCG kepada bayi yang
menunjukkan tanda dan gejala AIDS, sedangkan vaksin yang lain sebaiknya
diberikan.
- Jika orang tua sangat berkeberatan terhadap
pemberian imunisasi kepada bayi yang sakit, lebih baik jangan diberikan
vaksin, tetapi mintalah ibu kembali lagi ketika bayi sudah sehat.
(Proverawati, 2010)
MITOS-MITOS IMUNISASI
- Usia dan pendidikan orang tua dapat
mempengaruhi pemberian imunisasi akibat kurangnya pemahaman terhadap
imunisasi. Dan di masyarakat sering terdengar pendapat yang salah mengenai
imunisasi. Tidak jarang dijumpai orang tua yang ragu atau bahkan menolak
imunisasi dengan berbagai alasan. Ketakutan atau penolakan imunisasi
mungkin berdasarkan pandangan religi, filosofis tertentu, anggapan
imunisasi sebagai intervensi pemerintah.
- Keraguan tentang manfaat dan keamanan
imunisasi perlu ditanggapi secara aktif. Apabila orang tua mendapat
jawaban akurat dan informasi yang benar, maka orang tua dapat membuat
keputusan yang benar tentang imunisasi. (IDAI, 2008)
- Mitos-mitos imunisasi yang sering dijumpai :
1. Vaksin MMR (meales, mumps dan rubella) bisa
menyebabkan anak autis.
- Tidak ada hubungan antara vaksin MMR dengan
perkembangan autis, ini sudah dibuktikan melalui penelitian ilmiah.
Biasanya gejala autis pertama kali terlihat saat bayi berusia 12 sampai 18
bulan, dimana hamper bersamaaan dengan diberikannya vaksin MMR. Kebanyakan
autis disebabkan oleh faktor genetik, jadi jangan takut untuk memberikan
vaksin MMR pada anak.
2. Terlalu banyak vaksin akan membebani system
imun.
- Mitos ini tidak benar, karena meskipun
jumlah suntikan vaksin meningkat tapi jumlah antigen telah menurun. Selain
itu sistem imun manusia memberikan respon terhadap ratusan antigen dalam
kehidupan setia hari. Berbagai penelitian tidak memperlihatkan
meningkatnya penyakit infeksi setelah adanya imunisasi.
3. Lebih baik memberi natural infeksi
dibandingkan dengan vaksinasi.
- Mitos ini tidak benar. Suatu penyakit bisa
mengakibatkan kematian serta kecacatan yang permanen, dan dengan melakukan
vaksinasi dapat memberikan perlindungan tanpa efek samping yang berat.
4. Sesudah imunisasi tidak akan tertular penyakit
tersebut.
- Tidak ada vaksinasi yang memberikan
perlindungan terhadap suatu penyakit secara 100%. Bayi atau anak yang
telah melakukan imunisasi masih ada kemungkinan yang sangat kecil untuk
bisa tertular penyakit tersebut, namun akan jauh lebih ringan dibandingkan
dengan anak yang tidak diimunisasi. Sehingga kemungkinan untuk bisa sembuh
jauh lebih besar.
5. Imunisasi dapat menyebabkan penyakit yang
seharusnya dicegah dengan vaksin tersebut.
- Hal ini tidak benar, mustahil anak
memperoleh penyakit dari imunisasi yang dibuat dari kuman mati atau
dilemahkan. Imunisasi yang dibuat dari kuman hidup dan dilemahkan termasuk
imunisasi campak, Gabak (rubella), gondong, cacar air, BCG dan polio.
6. Imunisasi sepertinya tidak efektif 100%,
sia-sia saja anak diberlakukan imunisasi.
- Fakta : jarang ada keberhasilan 100% di
dunia kesehatan. Namun, kini imunisasi yang diberikan 85-99% berhasil
merangsang tubuh membuat antibodi. Lebih baik bayi menangis 1 menit karena
disuntik imunisasi daripada anak meninggal karena difteri, tetanus, campak
atau penyakit lain dalam kategori imunisasi.
7. Mungkin anak akan menderita reaksi terhadap
imunisasi yang menyakiti.
- Reaksi umum terhadap imunisasi ringan saja
seperti demam, kemerahan dan rasa sakit pada tempat suntikan, ruam ringan.
Jarang sekali terjadi kejang-kejang atau reaksi alergi berat.
8. Anak tidak perlu imunisasi asalkan dia sehat,
aktif, dan makan cukup banyak yang bergizi.
- Imunisasi diberikan untuk menjaga anak tetap
sehat, bukan memberi sehat. Tujuan imunisasi adalah melindungi tubuh
sebelum diserang penyakit. Saat yang paling tepat memberikan vaksin adalah
saat anak sehat.
9. Pada seri vaksinasi, apabila seri satu kali
terlambat, seri harus dimulai lagi dari semula.
- Hal ini tidak benar. Kalau anak tidak diberi
vaksinasi pada saat dijadwalkan, memang dia kurang dilindungi terhadap
penyakit. Akan tetapi seri vaksinasi tidak perlu diulang dari semula.
Vaksinasi yang terlambat diberi saja dan jadwal dimulai lagi dari tahap
itu, bukan dari semula.
- Oleh karena itu, jangn langsung percaya
terhadap semua kabar burung yang beredar mengenai imunisasi, sebaiknya
cari tahu penjelasannya melalui situs-situs ilmiah di internet atau
berkonsultasi dengan dokter. (Proverawati, 2010)
DAFTAR PUSTAKA
- Arikunto, Suharsimi.2006.Prosedur
Penelitian.Jakarta:Rineka Cipta.
- Dinkes Jombang.2007. Stimulasi, Deteksi dan
Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak Ditingkat Pelayanan
Dasar.Jombang:Dinkes Jombang.
- Dinkes Jombang, SE.2010.Laporan UCI
Kumulatif Tahun 2010 Kabupaten Jombang.Jombang:Dinkes Jombang.
- Djiwandono, Sri Esti Wuryani.2005.Konseling
dan Terapi Dengan Anak dan Orang Tua.Jakarta:PT. Gramedia Widiasarana
Indonesia (Grasindo).
- Hidayat, A. Aziz Alimul.2009.Pengantar Ilmu
Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan.Jakarta:Salemba Medika.
- Hidayat, A. Aziz Alimul.2010.Metode
Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data.Jakarta:Salemba Medika.
- IDAI.2008.Pedoman Imunisasi Di
Indonesia.Jakarta:Satgas Imunisasi.
- Kumala, Poppy.1998.Kamus Saku Kedokteran
Dorland.Jakarta:EGC
- Mansur, Herawati.2009.Psikologi Ibu dan Anak
untuk Kebidanan.Jakarta:Salemba Medika.
- Marimbi, Hanum.2010.Tumbuh Kembang, Status
Gizi, dan Imunisasi Dasar Pada Balita.Yogyakarta:Nuha Medika.
- Nasir.2005.Metode Penelitian.Jakarta:Ghalia
Indonesia.
- Nasir.2009.Metode Penelitian.Jakarta:Ghalia
Indonesia.
- Nursalam. 2008.Asuhan Keperawatan Bayi dan
anak (Untuk Perawat dan Bidan). Jakarta : Salemba Medika
- Nursalam.2009.Konsep Dan Penerapan
Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.Jakarta:Salemba Medika.
- Proverawati, Atikah.2010.Imunisasi dan
Vaksinasi.Yogyakarta:Nuha Offset.
- Puskesmas Cukir, KIA.2010. Laporan Uci
Kumulatif Perdesa Tahun 2010.Jombang:Puskesmas Cukir.
- Saryono.2010.Metodologi Penelitian Kesehatan
Penuntun Praktis Bagi Pemula.Jogjakarta:Mitra Cendikia.
- Sudayasa, Putu.2010.Latar Belakang Program
Imunisasi. http://imunisasihsu.wordpress.com
- Sugiono.2006.Metode Penelitian
Administrasi.Bandung:Alfabeta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar