Jumat, 28 Maret 2014

Laporan Pendahuluan HIV Pada Anak


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Diperkirakan bahwa, untuk waktu mendatang yang dapat diduga, sedikitnya 500.000 bayi akan terlahir terinfeksi HIV setiap tahun, kebanyakan dalam negara penghasilan rendah dengan epidemi generalized. Penularan HIV dari ibu-ke-bayi bertanggung jawab untuk hampir semua 2,3 juta (1,7-3,5 juta) anak di bawah usia 15 tahun yang diperkirakan hidup dengan HIV, hampir 90 persen di Afrika sub-Sahara. Diperkirakan bahwa, dari anak tersebut, 780.000 membutuhkan terapi antiretroviral (ART), dan bahwa, pada 2006, 380.000 anak di bawah usia 15 tahun meninggal karena alasan terkait AIDS. Walaupun ada peningkatan 40 persen dalam jumlah anak yang menerima ART pada 2006, hanya 6 persen orang yang memakai ART secara global adalah anak, sementara 14 persen mereka yang membutuhkan ART adalah anak. Program nasional yang mampu melaporkan berdasarkan usia menunjukkan bahwa sangat sedikit anak yang mendapatkan ART adalah di bawah usia 2 tahun.
ART dan pengobatan untuk infeksi oportunistik yang terjangkau semakin tersedia tetapi hal ini memberi sedikit manfaat pada bayi bila mereka tidak dapat didiagnosis secara dini. Kebanyakan anak yang terinfeksi HIV meninggal di bawah usia 2 tahun dan kurang lebih 33 persen meninggal di bawah usia 1 tahun [3-5]. Sayangnya menafsirkan hasil dari tes darah (antibodi) dipakai untuk orang dewasa yang tersedia paling luas adalah sulit untuk bayi di bawah usia 9-12 bulan. Hasil antibodi-negatif memberi kesan bahwa bayi tidak terinfeksi. Hasil antibodi-positif tidak memastikan bayi terinfeksi karena antibodi ibu pada anak yang terlahir oleh ibu terinfkesi HIV dapat ditahan; oleh karena itu, tes virologis adalah cara yang dibutuhkan untuk mendiagnsosis HIV pada bayi. Penyusuan, walau terkait dengan ketahanan hidup yang lebih baik, menempatkan bayi dalam risiko tertular HIV selama masa penyusuan, walau bayi tidak terinfeksi pada awal
B.     Tujuan Makalah
1.      Tujuam Umum
Mahasiswa/mahasiswi dapat membuat asuhan keperawatan pada anak dengan HIV/AIDS
2.      Tujuan Khusus
a.       Mahasiswa/mahasiswi mengerti tentang definisi HIV
b.      Mahasiswa/mahasiswi mengerti tentang etiologi HIV
c.       Mahasiswa.mahasiswi mengerti tentang manifestasi klinik HIV
d.      Mahasiswa/mahasiswi mengerti tentang patofisiologi HIV
e.       Mahasiswa/mahasiswi mengerti tentang pemeriksaan HIV
f.       Mahasiswa/mahasiswa mampu memgkaji pasien HIV
g.      Mahasiswa/mahasiswi mampu membuat intervensi pada pasien HIV
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A.    Definisi
AIDS adalah penyakit yang berat yang ditandai oleh kerusakan imunitas seluler yang disebabkan oleh retrovirus (HIV) atau penyakit fatal secara keseluruhan dimana kebanyakan pasien memerlukan perawatan medis dan keperawatan canggih selama perjalanan penyakit. (Carolyn, M.H.1996:601)
AIDS (Acquired immunodeficiency syndrome) adalah kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh secara bertahap yang disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency virus (HIV). (Mansjoer, 2000:162)
Jadi  HIV adalah infeksi virus yang secara progresif menghancurkan sel-sel darah putih Infeksi oleh HIV biasanya berakibat pada kerusakan sistem kekebalan tubuh secara progresif, menyebabkan terjadinya infeksi oportunistik dan kanker tertentu (terutama pada orang dewasa).
B.     Etiologi
Penyebab penyakit AIDS adalah HIV yaitu virus yang masuk dalam kelompok retrovirus yang biasanya menyerang organ-organ vital sistem kekebalan tubuh manusia. Penyakit ini dapat ditularkan melalui penularan seksual, kontaminasi patogen di dalam darah, dan penularan masa perinatal.
1.         faktor risiko untuk tertular HIV pada bayi dan anak adalah :
a)       bayi yang lahir dari ibu dengan pasangan biseksual,
b)     bayi yang lahir dari ibu dengan pasangan berganti,
c)      bayi yang lahir dari ibu atau pasangannya penyalahguna obat intravena,
d)     bayi atau anak yang mendapat transfusi darah atau produk darah berulang,
e)      anak yang terpapar pada infeksi HIV dari kekerasan seksual (perlakuan salah seksual), dan
f)       anak remaja dengan hubungan seksual berganti-ganti pasangan.
2.      Cara Penularan
Penularan HIV dari ibu kepada bayinya dapat melalui:
a)      Dari ibu kepada anak dalam kandungannya (antepartum)
Ibu hamil yang terinfeksi HIV dapat menularkan virus tersebut ke bayi yang dikandungnya. Cara transmisi ini dinamakan juga transmisi secara vertikal. Transmisi dapat terjadi melalui plasenta (intrauterin) intrapartum, yaitu pada waktu bayi terpapar dengan darah ibu.
b)     Selama persalinan (intrapartum)
 Selama persalinan bayi dapat tertular darah atau cairan servikovaginal yang mengandung HIV melalui paparan trakeobronkial atau tertelan pada jalan lahir.
c)       Bayi baru lahir terpajan oleh cairan tubuh ibu yang terinfeksi
Pada ibu yang terinfeksi HIV, ditemukan virus pada cairan vagina 21%, cairan aspirasi lambung pada bayi yang dilahirkan. Besarnya paparan pada jalan lahir sangat dipengaruhi dengan adanya kadar HIV pada cairan vagina ibu, cara persalinan, ulkus serviks atau vagina, perlukaan dinding vagina, infeksi cairan ketuban, ketuban pecah dini, persalinan prematur, penggunaan elektrode pada kepala janin, penggunaan vakum atau forsep, episiotomi dan rendahnya kadar CD4 pada ibu.
Ketuban pecah lebih dari 4 jam sebelum persalinan akan meningkatkan resiko transmisi antepartum sampai dua kali lipat dibandingkan jika ketuban pecah kurang dari 4 jam sebelum persalinan.
d)     Bayi tertular melalui pemberian ASI
Transmisi pasca persalinan sering terjadi melalui pemberian ASI (Air susu ibu). ASI diketahui banyak mengandung HIV dalam jumlah cukup banyak. Konsentrasi median sel yang terinfeksi HIV pada ibu yang tenderita HIV adalah 1 per 10 4 sel, partikel virus ini dapat ditemukan pada componen sel dan non sel ASI. Berbagai factor yang dapat mempengaruhi resiko tranmisi HIV melalui ASI antara lain mastitis atau luka di puting, lesi di mucosa mulut bayi, prematuritas dan respon imun bayi. Penularan HIV melalui ASI diketahui merupakan faktor penting penularan paska persalinan dan meningkatkan resiko tranmisi dua kali lipat.
C.    Manifestasi klinik
Manifestasi klinis infeksi HIV pada anak bervariasi dari asimtomatis sampai penyakit berat yang dinamakan AIDS. AIDS pada anak terutama terjadi pada umur muda karena sebagian besar (>80%) AIDS pada anak akibat transmisi vertikal dari ibu ke anak. Lima puluh persen kasus AIDS anak berumur < l tahun dan 82% berumur <3 tahun. Meskipun demikian ada juga bayi yang terinfeksi HIV secara vertikal belum memperlihatkan gejala AIDS pada umur 10 tahun.
Gejala klinis yang terlihat adalah akibat adanya infeksi oleh mikroorganisme yang ada di lingkungan anak. Oleh karena itu, manifestasinya pun berupa manifestasi nonspesifik berupa  : 
a.         gagal tumbuh
b.         berat badan menurun,
c.         anemia,
d.        panas berulang,
e.         limfadenopati, dan
f.          hepatosplenomegali
Gejala yang menjurus kemungkinan adanya infeksi HIV adalah adanya infeksi oportunistik, yaitu infeksi dengan kuman, parasit, jamur, atau protozoa yang lazimnya tidak  memberikan penyakit pada anak normal. Karena adanya penurunan fungsi imun, terutama imunitas selular, maka anak akan menjadi sakit bila terpajan pada organisme tersebut, yang biasanya lebih lama, lebih berat serta sering berulang. Penyakit tersebut antara lain kandidiasis mulut yang dapat menyebar ke esofagus, radang paru karena Pneumocystis carinii, radang paru karena mikobakterium atipik, atau toksoplasmosis otak. Bila anak terserang Mycobacterium tuberculosis, penyakitnya akan berjalan berat dengan kelainan luas pada paru dan otak. Anak sering juga menderita diare berulang.
Manifestasi klinis lainnya yang sering ditemukan pada anak adalah pneumonia interstisialis limfositik, yaitu kelainan yang mungkin langsung disebabkan oleh HIV pada jaringan paru. Manifestasi klinisnya berupa
a.           hipoksia,
b.          sesak napas,
c.           jari tabuh, dan
d.          limfadenopati.
e.           Secara radiologis terlihat adanya infiltrat retikulonodular difus bilateral, terkadang dengan adenopati di hilus dan mediastinum.
Manifestasi klinis yang lebih tragis adalah yang dinamakan ensefalopati kronik yang mengakibatkan hambatan perkembangan atau kemunduran ketrampilan motorik dan daya intelektual, sehingga terjadi retardasi mental dan motorik. Ensefalopati dapat merupakan manifestasi primer infeksi HIV. Otak menjadi atrofi dengan pelebaran ventrikel dan kadangkala terdapat kalsifikasi. Antigen HIV dapat ditemukan pada jaringan susunan saraf pusat atau cairan serebrospinal.
D.     Patofisiologi
HIV secara khusus menginfeksi limfosit dengan antigen permukaan CD4, yang bekerja sebagai reseptor viral. Subset limfosit ini, yang mencakup limfosit penolong dengan peran kritis dalam mempertahankan responsivitas imun, juga meperlihatkan pengurangan bertahap bersamaan dengan perkembangan penyakit. Mekanisme infeksi HIV yang menyebabkan penurunan sel CD4.
HIV secara  istimewa  menginfeksi  limfosit dengan antigen permukaan CD4, yang bekerja sebagai reseptor viral. Subset limfosit ini, yang mencakup linfosit penolong dengan peran kritis dalam mempertahankan responsivitas imun, juga memperlihatkan pengurangan bertahap bersamaan dengan perkembangan penyakit.
Mekanisme infeksi HIV yang menyebabkan penurunan sel CD4 ini tidak pasti, meskipun kemungkinan mencakup infeksi litik sel CD4 itu sendiri; induksi apoptosis melalui antigen viral, yang dapat bekerja sebagai superantigen; penghancuran sel yang terinfeksi melalui mekanisme imun antiviral penjamu dan kematian atau disfungsi precursor limfosit atau sel asesorius pada timus dan kelenjar getah bening. HIV dapat menginfeksi jenis sel selain limfosit.
 Infeksi HIV pada monosit, tidak seperti infeksi pada limfosit CD4, tidak menyebabkan kematian sel. Monosit  yang terinfeksi dapat berperang sebagai reservoir virus laten tetapi tidak dapat diinduksi, dan dapat membawa virus ke organ, terutama otak, dan menetap di otak. Percobaan hibridisasi memperlihatkan asam nukleat viral pada sel-sel kromafin mukosa usus, epitel glomerular dan tubular dan astroglia. Pada jaringan janin, pemulihan virus yang paling konsisten adalah dari otak, hati, dan paru. Patologi terkait HIV melibatkan banyak organ, meskipun sering sulit untuk mengetahui apakah kerusakan terutama disebabkan oleh infeksi virus local atau komplikasi infeksi lain atau autoimun.
Infeksi HIV biasanya secara klinis tidak bergejala saat terakhir, meskipun “ priode inkubasi “  atau interval sebelum muncul gejala infeksi HIV, secara umum lebih singkat pada infeksi perinatal dibandingkan pada infeksi HIV dewasa. Selama fase ini, gangguan regulasi imun sering tampak pada saat tes, terutama berkenaan dengan fungsi sel B; hipergameglobulinemia dengan produksi antibody nonfungsional lebih universal diantara anak-anak yang terinfeksi HIV dari pada dewasa, sering meningkat pada usia 3 sampai 6 bulan.
Ketidakmampuan untuk berespon terhadap antigen baru ini dengan produksi imunoglobulin secara klinis mempengaruhi bayi tanpa pajanan antigen sebelumnya, berperang pada infeksi dan keparahan infeksi bakteri yang lebih berat pada infeksi HIV pediatrik. Deplesi limfosit CD4 sering merupakan temuan lanjutan, dan mungkin tidak berkorelasi dengan status simtomatik. Bayi dan anak-anak dengan infeksi HIV sering memiliki jumlah limfosit yang normal, dan 15% pasien dengan AIDS periatrik mungkin memiliki resiko limfosit CD4 terhadap CD8 yang normal. Panjamu yang berkembang untuk beberapa alasan menderita imunopatologi yang berbeda dengan dewasa, dan kerentanan perkembangan system saraf pusat menerangkan frekuensi relatif ensefalopati yang terjadi pada infeksi HIV anak.
E.     Pathway
Etiologi ( retro virus)            Kuman mengeluarkan endotoksin
Penurunan sel Cd4                                                      merangsang zat pirogen oleh leukosit
Invasi virus ke dlm tubuh
Kandidiasis                                                                 Melepas zat prostaglandin E2

Menginfeksi bronkus              masuk ke sirkulasi
                                                                                     (pirogen leukosi & pirogenendokrin)                                     masuk ke sal.gastrointestinal               mencapai hipotalamus
Aktivitas bronkus berkurang                          
hipertemi
   Penumpukan secret              pe   gerak peristaltic usus

Batuk inefektif
Bersihan jalan nafas tidak efektif
                        Diare               tidak nafsu makan                              
Intake tidak adekuat
                                                                                               
                                                                                    Lemah. lesu
                                                                                                           
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Pengembangan ekspansi paru                                                
Sesak nafas
Pola napas tidak efektif


F.     Komplikasi
1.       Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan dan cacat. Kandidiasis oral ditandai oleh bercak-bercak putih seperti krim dalam rongga mulut. Jika tidak diobati, kandidiasis oral akan berlanjut mengeni esophagus dan lambung. Tanda dan gejala yang menyertai mencakup keluhan menelan yang sulit dan rasa sakit di balik sternum (nyeri retrosternal).
2.       Neurologik
a)      ensefalopati HIV atau disebut pula sebagai kompleks dimensia AIDS (ADC; AIDS dementia complex). Manifestasi dini mencakup gangguan daya ingat, sakit kepala, kesulitan berkonsentrasi, konfusi progresif, perlambatan psikomotorik, apatis dan ataksia. stadium lanjut mencakup gangguan kognitif global, kelambatan dalam respon verbal, gangguan efektif seperti pandangan yang kosong, hiperefleksi paraparesis spastic, psikosis, halusinasi, tremor, inkontinensia, dan kematian.
b)      Meningitis kriptokokus ditandai oleh gejala seperti demam, sakit kepala, malaise, kaku kuduk, mual, muntah, perubahan status mental dan kejang-kejang. diagnosis ditegakkan dengan analisis cairan serebospinal.
3.       Gastrointestinal
a)    Wasting syndrome kini diikutsertakan dalam definisi kasus yang diperbarui untuk penyakit AIDS. Kriteria diagnostiknya mencakup penurunan BB > 10% dari BB awal, diare yang kronis selama lebih dari 30 hari atau kelemahan yang kronis, dan demam yang kambuhan atau menetap tanpa adanya penyakit lain yang dapat menjelaskan gejala ini.
b)   Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan, anoreksia, demam, malabsorbsi, dan dehidrasi.
c)    Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.
d)   Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rektal, gatal-gatal dan diare.
4.      Respirasi
Pneumocystic Carinii. Gejala napas yang pendek, sesak nafas (dispnea), batuk-batuk, nyeri dada, hipoksia, keletihan dan demam akan menyertai pelbagi infeksi oportunis, seperti yang disebabkan oleh Mycobacterium Intracellulare (MAI), cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan strongyloides.
5.      Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri, gatal, rasa terbakar, infeksi sekunder dan sepsis. Infeksi oportunis seperti herpes zoster dan herpes simpleks akan disertai dengan pembentukan vesikel yang nyeri dan merusak integritas kulit.
moluskum kontangiosum merupakan infeksi virus yang ditandai oleh pembentukan plak yang disertai deformitas. dermatitis sosoreika akan disertai ruam yang difus, bersisik dengan indurasi yang mengenai kulit kepala serta wajah.penderita AIDS juga dapat memperlihatkan folikulitis menyeluruh yang disertai dengan kulit yang kering dan mengelupas atau dengan dermatitis atopik seperti ekzema dan psoriasis.
6.      Sensorik
a)      Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva atau kelopak mata : retinitis sitomegalovirus berefek kebutaan
b)      Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan efek nyeri yang berhubungan dengan mielopati, meningitis, sitomegalovirus dan reaksi-reaksi obat.
G.    Pemeriksaan penunjang
1.      Tes untuk diagnose infeksi HIV
Menurut Hidayat (2008) diagnosis HIV dapat tegakkan dengan menguji HIV. Tes ini meliputi
a)       ELISA, latex agglutination  Penilaian Elisa dan latex agglutination dilakukan untuk mengidentifikasi adanya infeksi HIV atau tidak, bila dikatakan positif  HIV harus dipastikan dengan tes western blot.
b)      Western blot ( positif)
c)      Tes antigen P 24 (polymerase chain reaction) atau PCR . Bila pemeriksaan pada kulit, maka dideteksi dengan tes antibodi (biasanya digunakan pada bayi lahir dengan ibu HIV. (positif untuk protein virus yang bebas)
d)     Kultur HIV(positif; kalau dua kali uji-kadar secara berturut-turut mendeteksi enzim reverse transcriptase atau antigen p24 dengan kadar yang meningkat)
2.      Tes untuk deteksi gangguan system imun.
a)      LED (normal namun perlahan-lahan akan mengalami penurunan)
b)      CD4 limfosit (menurun; mengalami penurunan kemampuan untuk bereaksi terhadap antigen)
c)      Rasio CD4/CD8 limfosit (menurun)
d)     Serum mikroglobulin B2 (meningkat bersamaan dengan berlanjutnya penyakit).
e)       Kadar immunoglobulin (meningkat)
H.    Penatalaksanaan
1.      Perawatan
Menurut Hidayat (2008) perawatan pada anak yang terinfeksi HIV antara lain:
a)      Suportif dengan cara mengusahakan agar gizi cukup, hidup sehat dan mencegah kemungkinan terjadi infeksi
b)     Menanggulangi infeksi opportunistic atau infeksi lain serta keganasan yang ada.
c)       Menghambat replikasi HIV dengan obat antivirus seperti golongan dideosinukleotid, yaitu azidomitidin (AZT) yang dapat menghambat enzim RT dengan berintegrasi ke DNA virus, sehingga tidak terjadi transkripsi DNA HIV
d)      Mengatasi dampak psikososial
e)      Konseling pada keluarga tentang cara penularan HIV, perjalanan penyakit, dan prosedur yang dilakukan oleh tenaga medis
f)        Dalam menangani pasien HIV dan AIDS tenaga kesehatan harus selalu memperhatikan perlindungan universal (universal precaution)
2.       Pengobatan
a)      Pengobatan medikamentosa mencakupi pemberian obat-obat profilaksis infeksi oportunistik yang tingkat morbiditas dan mortalitasnya tinggi. Riset yang luas telah dilakukan dan menunjukkan kesimpulan rekomendasi pemberian kotrimoksasol pada penderita HIV yang berusia kurang dari 12 bulan dan siapapun yang memiliki kadar CD4 < 15% hingga dipastikan bahaya infeksi pneumonia akibat parasit Pneumocystis jiroveci dihindari. Pemberian Isoniazid (INH) sebagai profilaksis penyakit TBC pada penderita HIV masih diperdebatkan. Kalangan yang setuju berpendapat langkah ini bermanfaat untuk menghindari penyakit TBC yang berat, dan harus dibuktikan dengan metode diagnosis yang handal. Kalangan yang menolak menganggap bahwa di negara endemis TBC, kemungkinan infeksi TBC natural sudah terjadi. Langkah diagnosis perlu dilakukan untuk menetapkan kasus mana yang memerlukan pengobatan dan yang tidak.
b)      Obat profilaksis lain adalah preparat nistatin untuk antikandida, pirimetamin untuk toksoplasma, preparat sulfa untuk malaria, dan obat lain yang diberikan sesuai kondisi klinis yang ditemukan pada penderita.
c)      Pengobatan penting adalah pemberian antiretrovirus atau ARV. Riset mengenai obat ARV terjadi sangat pesat, meskipun belum ada yang mampu mengeradikasi virus dalam bentuk DNA proviral pada stadium dorman di sel CD4 memori. Pengobatan infeksi HIV dan AIDS sekarang menggunakan paling tidak 3 kelas anti virus, dengan sasaran molekul virus dimana tidak ada homolog manusia. Obat pertama ditemukan pada tahun 1990, yaitu Azidothymidine (AZT) suatu analog nukleosid deoksitimidin yang bekerja pada tahap penghambatan kerja enzim transkriptase riversi. Bila obat ini digunakan sendiri, secara bermakna dapat mengurangi kadar RNA HIV plasma selama beberapa bulan atau tahun. Biasanya progresivitas penyakti HIV tidak dipengaruhi oleh pemakaian AZT, karena pada jangka panjang virus HIV berevolusi membentuk mutan yang resisten terhadap obat.
3.      Pencegahan
Penularan HIV dari ibu ke bayi dapat dicegah melalui :
a)        Saat hamil. Penggunaan antiretroviral selama kehamilan yang bertujuan agar vital load rendah sehingga jumlah virus yang ada di dalam darah dan cairan tubuh kurang efektif untuk menularkan HIV.
b)        Saat melahirkan. Penggunaan antiretroviral(Nevirapine) saat persalinan dan bayi baru dilahirkan dan persalinan sebaiknya dilakukan dengan metode sectio caesar karena terbukti mengurangi resiko penularan sebanyak 80%.
c)        Setelah lahir. Informasi yang lengkap kepada ibu tentang resiko dan manfaat ASI
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A.    Pengkajian
1.    Idensitas klien meliputi: nama/nama panggilan,tempat tanggal lahir/usia, jenis kelamin, agama, paendidikan, alamat, tanggal masuk, tanggal pengkajian.        
2.     Identitas penanggungjawab       
3.    Keluhan Utama
Orangtua klien mengeluhkan anaknya batuk- batuk disertai sesak napas.
4.      Riwayat Kesehatan
a.       Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien terus batuk – batuk sejak satu minggu yang lalu, kemudian dua hari yang lalu mulai disertai sesak napas.klien juga terkena diare dengan frekuensi BAB cukup tinggi.sejak semalam klien demam dan di perparah lagi klien tidak mau menyusu, karena itu orang tua klien membawanya ke rumah sakit.
b.      Riwayat Kesehatan Lalu (khusus untuk anak 0-5 tahun)
a)       Prenatal Care
Ø  Pemeriksaan kehamilan
Ø  Keluhan selama hamil 
Ø  Riwayat terkena sinar  tidak ada
Ø  Kenaikan berat badan selama hamil
Ø  Imunisasi
b)      N a t a l
Ø Tempat melahirkan
Ø Lama dan jenis persalinan 
Ø  Penolong persalinan 
Ø komplikasi selama persalinan ataupun setelah persalinan (sedikit perdarahan daerah vagina).
c)       Post Natal
Ø Kondisi Bayi : BB lahir.. kg, PB..  cm
Ø  Kondisi anak saat lahir: baik/tidak
Ø Penyakit  yang pernah dialami … setelah imunisasi
Ø  Kecelakaan yang pernah dialami: ada/tidak ada
Ø  Imunisasi
Ø   Alergi
Ø Perkembangan anak  dibanding saudara-saudara 
5.       Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah anggota keluarga   yang mengidap HIV : missal, ibu.
6.      Riwayat Imunisasi
Jenis imunisasi apa saja yang pernah diberikan, waktu pemberian dan reaksi setelah pemberian. Missal; imunisasi BCG, DPT, Polio, Campak, Hepatitis.
7.      Riwayat Tumbuh Kembang
a)       Tinggi Badan : PB lahir .. cm, PB masuk RS :.. Cm
b)      Perkembangan tiap tahap ( berapa bulan)
Berguling, duduk, merangkak, berdiri, berjalan, senyum kepada orang lain, bicara pertama kali, berpakaian tanpa bantuan .
8.      Riwayat Nutrisi
a.          Pemberian ASI
1.       Pertama kali di susui : berapa jam setelah lahir
2.       Cara Pemberian      : Setiap Kali menangis dan tanpa menangis
3.       Lama Pemberin      : berapa menit
4.       Diberikan sampai usia berapa
b.        Pemberian Susu Formula :missal; SGM
c.          Pola perubahan nutrisi tiap tahap usia  sampai nutrisi saat ini
4.      Riwayat Psiko Sosial
a)        Anak tinggal di mana, keadaan Lingkungan, fasilitas rumah
b)     Hubungan antar anggota kelurga  baik
c)        Pengasuh anak adalah  orang tua, pengasuh,dll
9.      Riwayat spiritual
Kegiatan ibadah, tempat ibadah.
10.  Reaksi Hospitalisasi
a)         Pengalaman Keluarga tentang Sakit dan rawat inap
b)        Pemahaman anak tentang sakit dan rawat Inap
11.  Aktivitas sehari-hari
Kaji sebelum sakit dirumah dan selama dirawat dirumah sakit tentang: nutrisi, cairan, eliminasi, istirahat/tidur, personal hygiene, aktivitas/mobilisasi, rekreasi.
12.  Pemeriksaan Fisik
a.       Keadaan umum: composmetis, stupor, semi koma, koma.
Ekspresi wajah, penampilan ( berpakaian)
b.   Tanda-tanda vital meliputi: suhu, nadi, pernapasan. Tekanan darah
c.     Antropometri meliputi: panjang badan, berat badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar abdomen.
d.    Head To Toe
1)      Kulit  : Pucat dan turgor kulit agak buruk
2)      Kepal dan leher : Normal tidak ada kerontokan rambut, warna hitam dan tidak ada peradangan
3)      Kuku :  Jari tabuh
4)       Mata / penglihatan :Sklera pucat dan nampak kelopak mata cekung
5)      Hidung   :Tidak ada Peradangan, tidak ada reaksi alergi,  tidak ada polip, dan fxungsi penciuman normal
6)      Telinga    :Bentuk simetris kanan/kiri, tidak ada peradangan, tidak ada perdarahan
7)       Mulut dan gigi: Terjadi peradangan pada rongga mulut dan mukosa, terjadi Peradangan dan perdarahan  pada gigi ,gangguan menelan(-), bibir dan mukosa mulut klien nampak kering dan bibir pecah-pecah.
8)       Leher: Terjadi peradangan pada eksofagus.
9)       Dada : dada masih terlihat normal
10)    Abdomen  : Turgor jelek ,tidak ada massa, peristaltik usus meningkat  dan perut mules dan mual.
11)   Perineum dan genitalia : Pada alat genital terdapat bintik-bintik radang
12)  Extremitas atas/ bawah  : Extremitas atas dan extremitas bawah tonus otot lemah akibat tidak ada energi karena diare dan proses penyakit.
e.       Sistem Pernafasan
-       Hidung    : Simetris, pernafasan cuping hidung : ada, secret : ada
-       Leher        : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid dan kelenjar limfe di sub mandibula.
-       D a d a      :
o    Bentuk dada : Normal
o    Perbandingan ukuran anterior-posterior dengan tranversal :  1 : 1
o    Gerakan dada           : simetris, tidak terdapat retraksi
o     Suara nafas    : ronki
o    Suara nafas tambahan : ronki
o     Tidak ada clubbling finger
f.          Sistem kardiovaskuler :
-          Conjungtiva : Tidak anemia, bibir : pucat/cyanosis, arteri carotis : berisi reguler , tekanan vena jugularis : tidak meninggi
-           Ukuran Jantung : tidak ada pembesaran 
-            Suara jantung : Tidak ada bunyi abnormal
-            Capillary refilling time > 2 detik
g.       Sistem pencernaan:
-       Mulut : terjadi peradangan pada mukosa mulut
-        Abdomen : distensi abdomen, peristaltic meningkat > 25x/mnt akibat adanya virus yang menyerang usus
-        Gaster  : nafsu makan menurun,  mules, mual muntah, minum normal,
-         Anus : terdapat bintik dan meradang gatal
h.       Sistem indra
1)      Mata : agak  cekung
2)      Hidung : Penciuman kurang baik,
3)      Telinga:
-       Keadaan daun telinga : kanal auditorius  kurang bersih akibat benyebaran penyakit
-       Fungsi pendengaran kesan baik
i.         Sistem Saraf
1.      Fungsi serebral:
-       Status mental : Orientasi masih tergantung orang tua
-       Bicara : -
-        Kesadaran : Eyes (membuka mata spontan) = 4, motorik (bergerak mengikuti perintah) = 6, verbal (bicara normal) = 5
2.      Fungsi kranial :
Saat pemeriksaan tidak ditemukan tanda-tanda kelainan dari Nervus I – Nervus XII.
3.      Fungsi motorik : Klien nampak lemah, seluruh aktifitasnya dibantu oleh   orang tua
4.        Fungsi sensorik : suhu, nyeri, getaran, posisi, diskriminasi (terkesan terganggu)
5.      Fungsi cerebellum : Koordinasi, keseimbangan  kesan normal
6.       Refleks : bisip, trisep,  patela dan babinski terkesan normal.
j.      Sistem Muskulo Skeletal
1)     Kepala : Betuk kurang baik, sedikit nyeri
2)   Vertebrae: Tidak ditemukan skoliosis, lordosis, kiposis, ROM pasif, klien malas bergerak,  aktifitas utama klien adalah berbaring di tempat tidur.
3)    Lutut :  tidak bengkak, tidak kaku,  gerakan aktif, kemampuan jalan baik
4)   Tangan  tidak bengkak,  gerakan dan ROM aktif
k.       Sistem  integumen
-           warna kulit pucat dan terdapat bintik-bintik dengan gatal, turgor menurun > 2 dt,
-           suhu meningkat 39 derajat celsius, akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary refill time memajang > 2 dt, kemerahan pada daerah perianal.
l.        Sistem endokrin
-          Kelenjar tiroid  tidak nampak, teraba tidak ada pembesaran
-          Suhu tubuh tidak tetap, keringat  normal,
-          Tidak ada riwayat diabetes
m. Sistem Perkemihan
-       Urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/24 jam), frekuensi berkurang.
-       Tidak ditemukan odema
-       Tidak ditemukan adanya nokturia, disuria , dan kencing batu
n.    Sistem Reproduksi
Alat genetalia termasuk glans penis  dan orificium  uretra eksterna  merah dan gatal
o.      Sistem Imun
-          Klien tidak ada riwayat alergi
-          Imunisasi lengkap
-          Penyakit yang berhubungan dengan perubahan cuaca tidak ada
-          Riwayat transfusi darah ada/tidak ada
B.     Diagnosa Keperawatan
1.        Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi secret
2.        Pola napas tidk efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
3.        Hipertermi berhubungan dengan pelepasan pyrogen dari hipotalamus sekunder terhadap reaksi antigen dan antibody
4.        Kekurangan volume cairan berhubungan dengan pemasukan dan pengeluaran sekunder karena kehilangan nafsu makan dan diare
5.        Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kekambuhan penyakit, diare, kehilangan nafsu makan, kandidiasis oral
C.    Intervensi Keperawatan
No
Dx. Kep
Tujuan dan
 criteria hasil
Intervensi
Rasional
1
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi secret
Tupan:
Jalan nafas kembali efektif/normal
Tupen : setelah dilakukan tindakan selama 1x24 jam anak menunjukan yang efektif dengan criteria hasil:
-     Mempertahankan kepatenan jalan  napas dengan bunyi napas bersih/jelas.
-     Klien merasa nyaman ketika bernapas
-     Tidak ada sekret
1. Auskultasi area paru,catat area penurunan/tidak ada aliran udara dan bunyi napas adventisius
2. kaji ulang tanda-tanda vital (irama dan frekuensi, serta gerakan dinding dada)
3. Bantu pasien latihan napas sering.
4. Penghisapan sesuai indikasi
5. Berikan cairan sedikitnya 2500 ml/hari (kecuali kontraindikasi)
6. berikan obat yang dapat meningkatkan efektifnya jalan nafas (seperti bronchodilator
1.      Penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi dengan cairan.
2.      pernapasan dangkal dan gerakan dada tidak simetris terjadi karena ketidaknyaman gerakan dinding dada.
3.      Napas dalam memudahkan ekspansi maksimum paru/jalan napas lebih kecil
4.      Merangsang batuk atau pembersihan jalan napas secara mekanik
5.      Cairan (khususnya yang hangat) memobilisasi dan mengeluar-kan secret
6.      alat untuk menurunkan spasme bronkhus dengan memobilisasi sekret.
2.
pola
 napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
Tupan : pola napas kembali efektif
Tupen : setelah dilakukan tindakan selama 2x24 jam pola napas kembali norma l, dengan criteria hasil:
-  klien Menunjukan pola nafas efektif dengan frekuensi dan kedalaman dalam rentang normal
-  klien mengatakan tidak sesak lagi.
1.      Kaji frekuensi kedalaman pernapasandan ekpansi paru.
2.      Catat upaya pernapasan
3.      Auskuttsi bunyi napas dan catat adanya bunyi seperti ronkhi.
4.      Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi
5.      Observasi pola batuk dan karaktrer secret
6.      Berkan oksigen tambahan
1.      Kecepatan biasanya meningkat.
2.      Dispnue dan terjadi peningkatan kerja nafas.
3.      Bunyi nafas menurun / tidak ada bila jalan nafas obstruktif sekunder terhadap pendarahan
4.       Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru memudahkan pernafasan
5.       Kongesti alveolar mengakibatkan batuk kering / iritasi.
6.      Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas. 
3
Hipertermi berhubungan dengan
 pelepasan pyrogen dari hipotalamus sekunder terhadap reaksi antigen dan antibody
Tupan : suhu tubuh klien kembali normal
Tupen : setelah dilakukan tindakan selama 1x24 jam suhu tubuh menurun dengan criteria;
-     Anak akan mempertahankan suhu tubuh yang normal
-     Klien mampu menunjukkan TTV yang normal :
-     suhu 36’50C,
-      Nadi : 80x/m,
-      P : 20x / m dn
-      TD : 110/80 mmHg
1.     Pertahankan lingkungan sejuk, dengan menggunakan piyama dan selimut yang tidak tebal.
2.     Pantau suhu tubuh anak setiap 1-2 jam, bila terjadi peningkatan secara tiba-tiba
3.     Beri antimikroba/antibiotik jika disaranka.
4.     Berikan kompres dengan suhu 37 oC pada anak
5.      Kolaboratif
Beri antipiretik sesuai petunjuk
1.     Lingkungan yang sejuk  membantu menurunkan suhu tubuh dengan cara radiasi.
2.     Peningkatan suhu secara tiba-tiba akan mengakibat an kejang
3.     Antimikroba mungkin disarankan untuk mengobati organismo penyebab
4.      Kompres hangat efektif mendingin-kan tubuh melalui cara konduksi
5.     Antipiretik seperti asetaminofen (Tylenol), efektif menurunkan demam
4
Kekurangan volume
 cairan berhubungan dengan sekunder karena kehilangan nafsu makan dan diare
Tupan: keseimbangan cairan
 tubuh adekuat
Tupen :
setelah dilakukan tindakan selama 1x24 jam kebutuhan cairan dapat terpenuhi dengan criteria:
-     Tidak ada tanda-tanda dehidrasi.
-     turgor kulit normal, membran mukosa lembab
-     dan pengeluaran urine yan sekunder
1. Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran. Tinjau ulang catatan intra operasi.
2. Pantau tanda-tanda vital.
3. Letakkan pasien pada posisi yang sesuai, tergantung pada kekuatan pernapasan.
4. Pantau suhu kulit, palpasi denyut perifer.
5. Kolaborasi, berikan cairan parenteral, produksi darah dan atau plasma ekspander.
1.      dokumentasi yang akurat akan membantu dalam mengidentifikasi pengeluaran cairan. hipotensi, takikardia, peningkatan pernapasa
2.      mengindikasikan kekurangan cairan.
3.      Elevasi kepala dan posisi miring akan mencegah terjadinya aspirasi dari muntah.
4.      Kulit yang dingin/ lembab, denyut yang lemah mengindikasikan penurunan Sirkulasi perifer.
5.      Gantikan kehilangan cairan yang telah didokumen-tasikan
5
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kekambuhan penyakit, diare, kehilangan nafsu makan, kandidiasis oral
Tupan: Pasien mendapatkan nutrisi yang Optimal
Tupen:  setelah dilakukan tindakan selama 1x24 jam kebutuhan nutrisi klien terpenuhi. dengan kriteria hasil:
-  anak mengkonsumsi jumlah nutrien yang cukup
-  Nafsu menyusu meningkat
-  BB meningkat atau normal sesuai umur
1.    Berikan makanan dan kudapan tinggi kalori dan protein
2.      Beri makanan yang disukai anak
3.    Perkaya makanan dengan suplemen nutrisi.
4.    Berikan makanan ketika anak sedang mau makan dengan baik
5.    Gunakan kreativitas untuk mendorong anak
6.    Pantau berat badan dan Pertumbuha
7.    Kolaboratif : obat anti jamur sesuai instruksi
1.    Untuk memenuhi kebutuhan tubuh
2.    Untuk mendorong agar anak mau makan
3.    Untuk memaksimalkan kualitas  asupan makanan
4.    Ketika anak mau makan  adalah kesempatan yang berharga bagi perawat maupun orang tua.
5.    Dapat menarik minat anak untuk makan dan menghabis-kan porsi makanan
6.    Pemantauan berat badan dilakukan sehingga intervensi terpenuhi
7.    Untuk mengobati kandidiasis oral
BAB IV
PENUTUP
                                                                                                  
A.      Kesimpulan
AIDS adalah penyakit yang berat yang ditandai oleh kerusakan imunitas seluler yang disebabkan oleh retrovirus (HIV) atau penyakit fatal secara keseluruhan dimana kebanyakan pasien memerlukan perawatan medis dan keperawatan canggih selama perjalanan penyakit. (Carolyn, M.H.1996:601)
Penyebab penyakit AIDS adalah HIV yaitu virus yang masuk dalam kelompok retrovirus yang biasanya menyerang organ-organ vital sistem kekebalan tubuh manusia. Penyakit ini dapat ditularkan melalui penularan seksual, kontaminasi patogen di dalam darah, dan penularan masa perinatal. Manifestasi klinis lainnya yang sering ditemukan pada anak adalah pneumonia interstisialis limfositik, yaitu kelainan yang mungkin langsung disebabkan oleh HIV pada jaringan paru.
Komplikasi Oral Lesi: Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan dan cacat. Pemeriksaan peniunjang seperti; Tes untuk diagnose infeksi HIV
1.      ELISA, latex agglutination
2.      Western blot ( positif)
3.      Tes antigen P 24 (polymerase chain reaction) atau PCR
4.      Kultur HIV
B.       Saran
1.    Memberikan support kepada penderita HIV agar tidak putus asa dalam menjalani hidup.
2.    Mencegah penyebaran HIV dengan pemeriksakan kesehatan anda dan anak secara rutin.
3.    Dan kita sebagai perawat terus memberikan asuhan keperawatan kepada penderita agar cepat sembuh dalam pengobatan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar