BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Diperkirakan bahwa, untuk waktu mendatang yang dapat diduga, sedikitnya
500.000 bayi akan terlahir terinfeksi HIV setiap tahun, kebanyakan dalam negara
penghasilan rendah dengan epidemi generalized. Penularan HIV dari
ibu-ke-bayi bertanggung jawab untuk hampir semua 2,3 juta (1,7-3,5 juta) anak
di bawah usia 15 tahun yang diperkirakan hidup dengan HIV, hampir 90 persen di
Afrika sub-Sahara. Diperkirakan bahwa, dari anak tersebut, 780.000 membutuhkan
terapi antiretroviral (ART), dan bahwa, pada 2006, 380.000 anak di bawah usia
15 tahun meninggal karena alasan terkait AIDS. Walaupun ada peningkatan 40
persen dalam jumlah anak yang menerima ART pada 2006, hanya 6 persen orang yang
memakai ART secara global adalah anak, sementara 14 persen mereka yang
membutuhkan ART adalah anak. Program nasional yang mampu melaporkan berdasarkan
usia menunjukkan bahwa sangat sedikit anak yang mendapatkan ART adalah di bawah
usia 2 tahun.
ART dan pengobatan untuk infeksi oportunistik yang terjangkau semakin
tersedia tetapi hal ini memberi sedikit manfaat pada bayi bila mereka tidak
dapat didiagnosis secara dini. Kebanyakan anak yang terinfeksi HIV meninggal di
bawah usia 2 tahun dan kurang lebih 33 persen meninggal di bawah usia 1 tahun
[3-5]. Sayangnya menafsirkan hasil dari tes darah (antibodi) dipakai untuk
orang dewasa yang tersedia paling luas adalah sulit untuk bayi di bawah usia
9-12 bulan. Hasil antibodi-negatif memberi kesan bahwa bayi tidak terinfeksi.
Hasil antibodi-positif tidak memastikan bayi terinfeksi karena antibodi ibu
pada anak yang terlahir oleh ibu terinfkesi HIV dapat ditahan; oleh karena itu,
tes virologis adalah cara yang dibutuhkan untuk mendiagnsosis HIV pada bayi.
Penyusuan, walau terkait dengan ketahanan hidup yang lebih baik, menempatkan
bayi dalam risiko tertular HIV selama masa penyusuan, walau bayi tidak
terinfeksi pada awal
B.
Tujuan
Makalah
1. Tujuam
Umum
Mahasiswa/mahasiswi
dapat membuat asuhan keperawatan pada anak dengan HIV/AIDS
2. Tujuan
Khusus
a. Mahasiswa/mahasiswi
mengerti tentang definisi HIV
b. Mahasiswa/mahasiswi
mengerti tentang etiologi HIV
c. Mahasiswa.mahasiswi
mengerti tentang manifestasi klinik HIV
d. Mahasiswa/mahasiswi
mengerti tentang patofisiologi HIV
e. Mahasiswa/mahasiswi
mengerti tentang pemeriksaan HIV
f. Mahasiswa/mahasiswa
mampu memgkaji pasien HIV
g. Mahasiswa/mahasiswi
mampu membuat intervensi pada pasien HIV
BAB
II
TINJAUAN
TEORITIS
A.
Definisi
AIDS
adalah penyakit yang berat yang ditandai oleh kerusakan imunitas seluler yang
disebabkan oleh retrovirus (HIV) atau penyakit fatal secara keseluruhan dimana
kebanyakan pasien memerlukan perawatan medis dan keperawatan canggih selama
perjalanan penyakit. (Carolyn, M.H.1996:601)
AIDS
(Acquired immunodeficiency syndrome) adalah kumpulan gejala penyakit akibat
menurunnya system kekebalan tubuh secara bertahap yang disebabkan oleh infeksi
Human Immunodeficiency virus (HIV). (Mansjoer, 2000:162)
Jadi HIV adalah infeksi virus yang secara progresif
menghancurkan sel-sel darah putih Infeksi oleh HIV biasanya berakibat pada
kerusakan sistem kekebalan tubuh secara progresif, menyebabkan terjadinya
infeksi oportunistik dan kanker tertentu (terutama pada orang dewasa).
B.
Etiologi
Penyebab
penyakit AIDS adalah HIV yaitu virus yang masuk dalam kelompok retrovirus yang
biasanya menyerang organ-organ vital sistem kekebalan tubuh manusia. Penyakit
ini dapat ditularkan melalui penularan seksual, kontaminasi patogen di dalam
darah, dan penularan masa perinatal.
1.
faktor risiko untuk tertular HIV pada bayi dan
anak adalah :
a)
bayi yang
lahir dari ibu dengan pasangan biseksual,
b)
bayi yang lahir dari ibu dengan pasangan
berganti,
c)
bayi yang lahir dari ibu atau pasangannya
penyalahguna obat intravena,
d)
bayi atau anak yang mendapat transfusi darah
atau produk darah berulang,
e)
anak yang terpapar pada infeksi HIV dari
kekerasan seksual (perlakuan salah seksual), dan
f)
anak remaja dengan hubungan seksual
berganti-ganti pasangan.
2.
Cara Penularan
Penularan HIV dari ibu kepada bayinya dapat melalui:
a)
Dari ibu kepada anak dalam kandungannya
(antepartum)
Ibu hamil yang
terinfeksi HIV dapat menularkan virus tersebut ke bayi yang dikandungnya. Cara
transmisi ini dinamakan juga transmisi secara vertikal. Transmisi dapat terjadi
melalui plasenta (intrauterin) intrapartum, yaitu pada waktu bayi terpapar
dengan darah ibu.
b)
Selama persalinan (intrapartum)
Selama persalinan bayi dapat tertular darah
atau cairan servikovaginal yang mengandung HIV melalui paparan trakeobronkial
atau tertelan pada jalan lahir.
c)
Bayi baru
lahir terpajan oleh cairan tubuh ibu yang terinfeksi
Pada ibu yang terinfeksi
HIV, ditemukan virus pada cairan vagina 21%, cairan aspirasi lambung pada bayi
yang dilahirkan. Besarnya paparan pada jalan lahir sangat dipengaruhi dengan
adanya kadar HIV pada cairan vagina ibu, cara persalinan, ulkus serviks atau
vagina, perlukaan dinding vagina, infeksi cairan ketuban, ketuban pecah dini,
persalinan prematur, penggunaan elektrode pada kepala janin, penggunaan vakum
atau forsep, episiotomi dan rendahnya kadar CD4 pada ibu.
Ketuban pecah lebih dari
4 jam sebelum persalinan akan meningkatkan resiko transmisi antepartum sampai
dua kali lipat dibandingkan jika ketuban pecah kurang dari 4 jam sebelum
persalinan.
d)
Bayi tertular melalui pemberian ASI
Transmisi pasca persalinan
sering terjadi melalui pemberian ASI (Air susu ibu). ASI diketahui banyak
mengandung HIV dalam jumlah cukup banyak. Konsentrasi median sel yang
terinfeksi HIV pada ibu yang tenderita HIV adalah 1 per 10 4 sel, partikel
virus ini dapat ditemukan pada componen sel dan non sel ASI. Berbagai factor
yang dapat mempengaruhi resiko tranmisi HIV melalui ASI antara lain mastitis
atau luka di puting, lesi di mucosa mulut bayi, prematuritas dan respon imun
bayi. Penularan HIV melalui ASI diketahui merupakan faktor penting penularan
paska persalinan dan meningkatkan resiko tranmisi dua kali lipat.
C.
Manifestasi klinik
Manifestasi
klinis infeksi HIV pada anak bervariasi dari asimtomatis sampai penyakit berat
yang dinamakan AIDS. AIDS pada anak terutama terjadi pada umur muda karena
sebagian besar (>80%) AIDS pada anak akibat transmisi vertikal dari ibu ke
anak. Lima puluh persen kasus AIDS anak berumur < l tahun dan 82% berumur
<3 tahun. Meskipun demikian ada juga bayi yang terinfeksi HIV secara
vertikal belum memperlihatkan gejala AIDS pada umur 10 tahun.
Gejala
klinis yang terlihat adalah akibat adanya infeksi oleh mikroorganisme yang ada
di lingkungan anak. Oleh karena itu, manifestasinya pun berupa manifestasi
nonspesifik berupa :
a.
gagal tumbuh
b.
berat badan menurun,
c.
anemia,
d.
panas berulang,
e.
limfadenopati, dan
f.
hepatosplenomegali
Gejala yang menjurus kemungkinan adanya infeksi HIV adalah adanya
infeksi oportunistik, yaitu infeksi dengan kuman, parasit, jamur, atau protozoa
yang lazimnya tidak memberikan penyakit
pada anak normal. Karena adanya penurunan fungsi imun, terutama imunitas
selular, maka anak akan menjadi sakit bila terpajan pada organisme tersebut,
yang biasanya lebih lama, lebih berat serta sering berulang. Penyakit tersebut
antara lain kandidiasis mulut yang dapat menyebar ke esofagus, radang paru
karena Pneumocystis carinii, radang paru karena mikobakterium atipik,
atau toksoplasmosis otak. Bila anak terserang Mycobacterium tuberculosis,
penyakitnya akan berjalan berat dengan kelainan luas pada paru dan otak. Anak
sering juga menderita diare berulang.
Manifestasi klinis lainnya yang sering ditemukan pada anak adalah
pneumonia interstisialis limfositik, yaitu kelainan yang mungkin langsung
disebabkan oleh HIV pada jaringan paru. Manifestasi klinisnya berupa
a.
hipoksia,
b.
sesak napas,
c.
jari tabuh, dan
d.
limfadenopati.
e.
Secara radiologis terlihat adanya infiltrat retikulonodular
difus bilateral, terkadang dengan adenopati di hilus dan mediastinum.
Manifestasi klinis yang lebih tragis adalah yang dinamakan
ensefalopati kronik yang mengakibatkan hambatan perkembangan atau kemunduran
ketrampilan motorik dan daya intelektual, sehingga terjadi retardasi mental dan
motorik. Ensefalopati dapat merupakan manifestasi primer infeksi HIV. Otak
menjadi atrofi dengan pelebaran ventrikel dan kadangkala terdapat kalsifikasi.
Antigen HIV dapat ditemukan pada jaringan susunan saraf pusat atau cairan
serebrospinal.
D.
Patofisiologi
HIV
secara khusus menginfeksi limfosit dengan antigen permukaan CD4, yang bekerja
sebagai reseptor viral. Subset limfosit ini, yang mencakup limfosit penolong
dengan peran kritis dalam mempertahankan responsivitas imun, juga meperlihatkan
pengurangan bertahap bersamaan dengan perkembangan penyakit. Mekanisme infeksi
HIV yang menyebabkan penurunan sel CD4.
HIV
secara istimewa menginfeksi limfosit dengan antigen permukaan CD4, yang
bekerja sebagai reseptor viral. Subset limfosit ini, yang mencakup linfosit
penolong dengan peran kritis dalam mempertahankan responsivitas imun, juga
memperlihatkan pengurangan bertahap bersamaan dengan perkembangan penyakit.
Mekanisme
infeksi HIV yang menyebabkan penurunan sel CD4 ini tidak pasti, meskipun
kemungkinan mencakup infeksi litik sel CD4 itu sendiri; induksi apoptosis
melalui antigen viral, yang dapat bekerja sebagai superantigen; penghancuran
sel yang terinfeksi melalui mekanisme imun antiviral penjamu dan kematian atau
disfungsi precursor limfosit atau sel asesorius pada timus dan kelenjar getah
bening. HIV dapat menginfeksi jenis sel selain limfosit.
Infeksi HIV pada monosit, tidak seperti
infeksi pada limfosit CD4, tidak menyebabkan kematian sel. Monosit yang terinfeksi dapat berperang sebagai
reservoir virus laten tetapi tidak dapat diinduksi, dan dapat membawa virus ke
organ, terutama otak, dan menetap di otak. Percobaan hibridisasi memperlihatkan
asam nukleat viral pada sel-sel kromafin mukosa usus, epitel glomerular dan
tubular dan astroglia. Pada jaringan janin, pemulihan virus yang paling
konsisten adalah dari otak, hati, dan paru. Patologi terkait HIV melibatkan
banyak organ, meskipun sering sulit untuk mengetahui apakah kerusakan terutama
disebabkan oleh infeksi virus local atau komplikasi infeksi lain atau autoimun.
Infeksi
HIV biasanya secara klinis tidak bergejala saat terakhir, meskipun “ priode
inkubasi “ atau interval sebelum muncul gejala infeksi HIV, secara umum
lebih singkat pada infeksi perinatal dibandingkan pada infeksi HIV dewasa.
Selama fase ini, gangguan regulasi imun sering tampak pada saat tes, terutama
berkenaan dengan fungsi sel B; hipergameglobulinemia dengan produksi antibody
nonfungsional lebih universal diantara anak-anak yang terinfeksi HIV dari pada
dewasa, sering meningkat pada usia 3 sampai 6 bulan.
Ketidakmampuan
untuk berespon terhadap antigen baru ini dengan produksi imunoglobulin secara
klinis mempengaruhi bayi tanpa pajanan antigen sebelumnya, berperang pada
infeksi dan keparahan infeksi bakteri yang lebih berat pada infeksi HIV
pediatrik. Deplesi limfosit CD4 sering merupakan temuan lanjutan, dan mungkin
tidak berkorelasi dengan status simtomatik. Bayi dan anak-anak dengan infeksi
HIV sering memiliki jumlah limfosit yang normal, dan 15% pasien dengan AIDS
periatrik mungkin memiliki resiko limfosit CD4 terhadap CD8 yang normal.
Panjamu yang berkembang untuk beberapa alasan menderita imunopatologi yang
berbeda dengan dewasa, dan kerentanan perkembangan system saraf pusat menerangkan
frekuensi relatif ensefalopati yang terjadi pada infeksi HIV anak.
E.
Pathway
Etiologi
( retro virus) Kuman
mengeluarkan endotoksin
Penurunan sel Cd4 merangsang
zat pirogen oleh leukosit
Invasi virus ke dlm
tubuh
Kandidiasis Melepas
zat prostaglandin E2
Menginfeksi bronkus masuk ke sirkulasi
(pirogen leukosi & pirogenendokrin) masuk ke sal.gastrointestinal mencapai hipotalamus
Aktivitas bronkus
berkurang
Penumpukan secret pe gerak peristaltic usus
Batuk
inefektif
Bersihan jalan nafas tidak efektif
|
Diare tidak nafsu makan
Lemah. lesu
Perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh
|
Pengembangan
ekspansi paru
Sesak
nafas
F.
Komplikasi
1.
Oral Lesi
Karena kandidia, herpes
simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis Human
Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi, dehidrasi, penurunan
berat badan, keletihan dan cacat. Kandidiasis oral ditandai oleh bercak-bercak
putih seperti krim dalam rongga mulut. Jika tidak diobati, kandidiasis oral
akan berlanjut mengeni esophagus dan lambung. Tanda dan gejala yang menyertai
mencakup keluhan menelan yang sulit dan rasa sakit di balik sternum (nyeri
retrosternal).
2.
Neurologik
a)
ensefalopati HIV atau disebut pula sebagai
kompleks dimensia AIDS (ADC; AIDS dementia complex). Manifestasi dini mencakup
gangguan daya ingat, sakit kepala, kesulitan berkonsentrasi, konfusi progresif,
perlambatan psikomotorik, apatis dan ataksia. stadium lanjut mencakup gangguan
kognitif global, kelambatan dalam respon verbal, gangguan efektif seperti
pandangan yang kosong, hiperefleksi paraparesis spastic, psikosis, halusinasi,
tremor, inkontinensia, dan kematian.
b)
Meningitis kriptokokus ditandai oleh gejala
seperti demam, sakit kepala, malaise, kaku kuduk, mual, muntah, perubahan
status mental dan kejang-kejang. diagnosis ditegakkan dengan analisis cairan
serebospinal.
3.
Gastrointestinal
a) Wasting syndrome kini
diikutsertakan dalam definisi kasus yang diperbarui untuk penyakit AIDS.
Kriteria diagnostiknya mencakup penurunan BB > 10% dari BB awal, diare yang
kronis selama lebih dari 30 hari atau kelemahan yang kronis, dan demam yang
kambuhan atau menetap tanpa adanya penyakit lain yang dapat menjelaskan gejala
ini.
b) Diare karena bakteri dan
virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan sarcoma Kaposi. Dengan
efek, penurunan berat badan, anoreksia, demam, malabsorbsi, dan dehidrasi.
c) Hepatitis karena bakteri
dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik. Dengan anoreksia,
mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.
d) Penyakit Anorektal
karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai akibat
infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rektal, gatal-gatal dan
diare.
4.
Respirasi
Pneumocystic Carinii. Gejala napas yang pendek,
sesak nafas (dispnea), batuk-batuk, nyeri dada, hipoksia, keletihan dan demam
akan menyertai pelbagi infeksi oportunis, seperti yang disebabkan oleh Mycobacterium
Intracellulare (MAI), cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan
strongyloides.
5.
Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus
: virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi otot,
lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri, gatal, rasa terbakar,
infeksi sekunder dan sepsis. Infeksi oportunis seperti herpes zoster dan herpes
simpleks akan disertai dengan pembentukan vesikel yang nyeri dan merusak
integritas kulit.
moluskum kontangiosum
merupakan infeksi virus yang ditandai oleh pembentukan plak yang disertai
deformitas. dermatitis sosoreika akan disertai ruam yang difus, bersisik dengan
indurasi yang mengenai kulit kepala serta wajah.penderita AIDS juga dapat
memperlihatkan folikulitis menyeluruh yang disertai dengan kulit yang kering
dan mengelupas atau dengan dermatitis atopik seperti ekzema dan psoriasis.
6.
Sensorik
a)
Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva atau
kelopak mata : retinitis sitomegalovirus berefek kebutaan
b)
Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis
media, kehilangan pendengaran dengan efek nyeri yang berhubungan dengan
mielopati, meningitis, sitomegalovirus dan reaksi-reaksi obat.
G.
Pemeriksaan penunjang
1.
Tes untuk diagnose
infeksi HIV
Menurut Hidayat (2008)
diagnosis HIV dapat tegakkan dengan menguji HIV. Tes ini meliputi
a)
ELISA,
latex agglutination Penilaian Elisa dan
latex agglutination dilakukan untuk mengidentifikasi adanya infeksi HIV atau
tidak, bila dikatakan positif HIV harus
dipastikan dengan tes western blot.
b)
Western blot ( positif)
c)
Tes antigen P 24 (polymerase chain reaction)
atau PCR . Bila pemeriksaan pada kulit, maka dideteksi dengan tes antibodi
(biasanya digunakan pada bayi lahir dengan ibu HIV. (positif untuk protein
virus yang bebas)
d) Kultur HIV(positif;
kalau dua kali uji-kadar secara berturut-turut mendeteksi enzim reverse
transcriptase atau antigen p24 dengan kadar yang meningkat)
2.
Tes untuk deteksi gangguan system imun.
a)
LED (normal namun perlahan-lahan akan mengalami
penurunan)
b)
CD4
limfosit (menurun; mengalami penurunan kemampuan untuk bereaksi terhadap
antigen)
c)
Rasio CD4/CD8 limfosit (menurun)
d)
Serum mikroglobulin B2 (meningkat bersamaan
dengan berlanjutnya penyakit).
e)
Kadar
immunoglobulin (meningkat)
H.
Penatalaksanaan
1. Perawatan
Menurut Hidayat (2008)
perawatan pada anak yang terinfeksi HIV antara lain:
a)
Suportif dengan cara mengusahakan agar gizi
cukup, hidup sehat dan mencegah kemungkinan terjadi infeksi
b)
Menanggulangi infeksi opportunistic atau infeksi
lain serta keganasan yang ada.
c)
Menghambat replikasi HIV dengan obat antivirus
seperti golongan dideosinukleotid, yaitu azidomitidin (AZT) yang dapat
menghambat enzim RT dengan berintegrasi ke DNA virus, sehingga tidak terjadi
transkripsi DNA HIV
d)
Mengatasi
dampak psikososial
e)
Konseling pada keluarga tentang cara penularan
HIV, perjalanan penyakit, dan prosedur yang dilakukan oleh tenaga medis
f)
Dalam
menangani pasien HIV dan AIDS tenaga kesehatan harus selalu memperhatikan
perlindungan universal (universal precaution)
2.
Pengobatan
a)
Pengobatan medikamentosa mencakupi pemberian
obat-obat profilaksis infeksi oportunistik yang tingkat morbiditas dan
mortalitasnya tinggi. Riset yang luas telah dilakukan dan menunjukkan
kesimpulan rekomendasi pemberian kotrimoksasol pada penderita HIV yang berusia
kurang dari 12 bulan dan siapapun yang memiliki kadar CD4 < 15% hingga
dipastikan bahaya infeksi pneumonia akibat parasit Pneumocystis jiroveci
dihindari. Pemberian Isoniazid (INH) sebagai profilaksis penyakit TBC pada
penderita HIV masih diperdebatkan. Kalangan yang setuju berpendapat langkah ini
bermanfaat untuk menghindari penyakit TBC yang berat, dan harus dibuktikan
dengan metode diagnosis yang handal. Kalangan yang menolak menganggap bahwa di
negara endemis TBC, kemungkinan infeksi TBC natural sudah terjadi. Langkah
diagnosis perlu dilakukan untuk menetapkan kasus mana yang memerlukan
pengobatan dan yang tidak.
b)
Obat profilaksis lain adalah preparat nistatin
untuk antikandida, pirimetamin untuk toksoplasma, preparat sulfa untuk malaria,
dan obat lain yang diberikan sesuai kondisi klinis yang ditemukan pada
penderita.
c)
Pengobatan penting adalah pemberian
antiretrovirus atau ARV. Riset mengenai obat ARV terjadi sangat pesat, meskipun
belum ada yang mampu mengeradikasi virus dalam bentuk DNA proviral pada stadium
dorman di sel CD4 memori. Pengobatan infeksi HIV dan AIDS sekarang menggunakan
paling tidak 3 kelas anti virus, dengan sasaran molekul virus dimana tidak ada
homolog manusia. Obat pertama ditemukan pada tahun 1990, yaitu Azidothymidine
(AZT) suatu analog nukleosid deoksitimidin yang bekerja pada tahap penghambatan
kerja enzim transkriptase riversi. Bila obat ini digunakan sendiri, secara
bermakna dapat mengurangi kadar RNA HIV plasma selama beberapa bulan atau
tahun. Biasanya progresivitas penyakti HIV tidak dipengaruhi oleh pemakaian
AZT, karena pada jangka panjang virus HIV berevolusi membentuk mutan yang
resisten terhadap obat.
3.
Pencegahan
Penularan HIV dari ibu ke bayi dapat dicegah melalui :
a)
Saat hamil. Penggunaan
antiretroviral selama kehamilan yang bertujuan agar vital load rendah sehingga
jumlah virus yang ada di dalam darah dan cairan tubuh kurang efektif untuk
menularkan HIV.
b)
Saat melahirkan. Penggunaan
antiretroviral(Nevirapine) saat persalinan dan bayi baru dilahirkan dan
persalinan sebaiknya dilakukan dengan metode sectio caesar karena terbukti
mengurangi resiko penularan sebanyak 80%.
c)
Setelah lahir. Informasi yang lengkap
kepada ibu tentang resiko dan manfaat ASI
BAB III
KONSEP ASUHAN
KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Idensitas klien meliputi: nama/nama
panggilan,tempat tanggal lahir/usia, jenis kelamin, agama, paendidikan, alamat,
tanggal masuk, tanggal pengkajian.
2. Identitas penanggungjawab
3. Keluhan Utama
Orangtua klien mengeluhkan anaknya batuk- batuk
disertai sesak napas.
4. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien terus batuk – batuk sejak satu minggu yang
lalu, kemudian dua hari yang lalu mulai disertai sesak napas.klien juga terkena
diare dengan frekuensi BAB cukup tinggi.sejak semalam klien demam dan di
perparah lagi klien tidak mau menyusu, karena itu orang tua klien membawanya ke
rumah sakit.
b. Riwayat Kesehatan Lalu
(khusus untuk anak 0-5 tahun)
a)
Prenatal
Care
Ø Pemeriksaan kehamilan
Ø Keluhan selama
hamil
Ø Riwayat terkena
sinar tidak ada
Ø Kenaikan berat badan
selama hamil
Ø Imunisasi
b)
N a t a l
Ø Tempat melahirkan
Ø Lama dan jenis
persalinan
Ø Penolong persalinan
Ø komplikasi selama
persalinan ataupun setelah persalinan (sedikit perdarahan daerah vagina).
c)
Post
Natal
Ø Kondisi Bayi : BB
lahir.. kg, PB.. cm
Ø Kondisi anak saat lahir: baik/tidak
Ø Penyakit yang
pernah dialami … setelah imunisasi
Ø Kecelakaan yang pernah dialami: ada/tidak ada
Ø Imunisasi
Ø Alergi
Ø Perkembangan anak
dibanding saudara-saudara
5.
Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah anggota keluarga yang
mengidap HIV : missal, ibu.
6.
Riwayat Imunisasi
Jenis imunisasi apa saja yang pernah diberikan, waktu pemberian dan
reaksi setelah pemberian. Missal; imunisasi BCG, DPT, Polio, Campak, Hepatitis.
7.
Riwayat Tumbuh Kembang
a)
Tinggi
Badan : PB lahir .. cm, PB masuk RS :.. Cm
b)
Perkembangan
tiap tahap ( berapa bulan)
Berguling, duduk, merangkak, berdiri, berjalan,
senyum kepada orang lain, bicara pertama kali, berpakaian tanpa bantuan .
8.
Riwayat Nutrisi
a.
Pemberian ASI
1.
Pertama kali di susui :
berapa jam setelah lahir
2.
Cara Pemberian
: Setiap Kali menangis dan tanpa menangis
3.
Lama Pemberin
: berapa menit
4.
Diberikan sampai usia
berapa
b.
Pemberian Susu Formula :missal; SGM
c.
Pola perubahan nutrisi
tiap tahap usia sampai nutrisi saat ini
4.
Riwayat Psiko Sosial
a) Anak tinggal di mana,
keadaan Lingkungan, fasilitas rumah
b) Hubungan antar anggota
kelurga baik
c) Pengasuh anak
adalah orang tua, pengasuh,dll
9.
Riwayat spiritual
Kegiatan ibadah, tempat ibadah.
10. Reaksi Hospitalisasi
a)
Pengalaman Keluarga tentang Sakit dan rawat inap
b)
Pemahaman anak tentang sakit dan rawat Inap
11. Aktivitas sehari-hari
Kaji sebelum sakit dirumah dan selama dirawat dirumah sakit tentang:
nutrisi, cairan, eliminasi, istirahat/tidur, personal hygiene,
aktivitas/mobilisasi, rekreasi.
12. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum: composmetis, stupor, semi koma,
koma.
Ekspresi wajah, penampilan ( berpakaian)
b. Tanda-tanda vital
meliputi: suhu, nadi, pernapasan. Tekanan darah
c. Antropometri meliputi: panjang badan, berat
badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar abdomen.
d. Head To Toe
1)
Kulit : Pucat dan turgor kulit agak buruk
2)
Kepal dan leher : Normal tidak ada kerontokan
rambut, warna hitam dan tidak ada peradangan
3)
Kuku : Jari tabuh
4)
Mata / penglihatan
:Sklera pucat dan nampak kelopak mata cekung
5)
Hidung :Tidak ada Peradangan, tidak
ada reaksi alergi, tidak ada polip, dan fxungsi penciuman normal
6)
Telinga :Bentuk simetris
kanan/kiri, tidak ada peradangan, tidak ada perdarahan
7)
Mulut dan gigi: Terjadi
peradangan pada rongga mulut dan mukosa, terjadi Peradangan dan
perdarahan pada gigi ,gangguan menelan(-), bibir dan mukosa mulut klien
nampak kering dan bibir pecah-pecah.
8)
Leher: Terjadi
peradangan pada eksofagus.
9)
Dada : dada masih
terlihat normal
10) Abdomen :
Turgor jelek ,tidak ada massa, peristaltik usus meningkat dan perut mules
dan mual.
11) Perineum dan genitalia : Pada alat genital
terdapat bintik-bintik radang
12) Extremitas atas/
bawah : Extremitas atas dan extremitas bawah tonus otot lemah akibat
tidak ada energi karena diare dan proses penyakit.
e. Sistem Pernafasan
-
Hidung : Simetris, pernafasan
cuping hidung : ada, secret : ada
-
Leher
: Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid dan kelenjar limfe di sub mandibula.
-
D a d a :
o Bentuk dada : Normal
o Perbandingan ukuran
anterior-posterior dengan tranversal : 1 : 1
o Gerakan
dada : simetris,
tidak terdapat retraksi
o Suara nafas : ronki
o Suara nafas tambahan :
ronki
o Tidak ada clubbling finger
f.
Sistem kardiovaskuler :
-
Conjungtiva : Tidak anemia, bibir :
pucat/cyanosis, arteri carotis : berisi reguler , tekanan vena jugularis :
tidak meninggi
-
Ukuran Jantung : tidak
ada pembesaran
-
Suara jantung : Tidak ada bunyi abnormal
-
Capillary refilling time > 2 detik
g. Sistem pencernaan:
-
Mulut : terjadi peradangan pada mukosa mulut
-
Abdomen : distensi
abdomen, peristaltic meningkat > 25x/mnt akibat adanya virus yang menyerang
usus
-
Gaster : nafsu
makan menurun, mules, mual muntah, minum normal,
-
Anus : terdapat bintik dan meradang gatal
h. Sistem indra
1)
Mata : agak cekung
2)
Hidung : Penciuman kurang baik,
3)
Telinga:
-
Keadaan daun telinga : kanal auditorius
kurang bersih akibat benyebaran penyakit
-
Fungsi pendengaran kesan baik
i.
Sistem Saraf
1.
Fungsi serebral:
-
Status mental : Orientasi masih tergantung orang
tua
-
Bicara : -
-
Kesadaran : Eyes (membuka
mata spontan) = 4, motorik (bergerak mengikuti perintah) = 6, verbal (bicara
normal) = 5
2.
Fungsi kranial :
Saat pemeriksaan tidak ditemukan tanda-tanda
kelainan dari Nervus I – Nervus XII.
3.
Fungsi motorik : Klien nampak lemah, seluruh
aktifitasnya dibantu oleh orang tua
4.
Fungsi sensorik : suhu, nyeri, getaran, posisi,
diskriminasi (terkesan terganggu)
5.
Fungsi cerebellum : Koordinasi, keseimbangan
kesan normal
6.
Refleks : bisip,
trisep, patela dan babinski terkesan normal.
j. Sistem Muskulo Skeletal
1) Kepala : Betuk kurang
baik, sedikit nyeri
2) Vertebrae: Tidak
ditemukan skoliosis, lordosis, kiposis, ROM pasif, klien malas bergerak,
aktifitas utama klien adalah berbaring di tempat tidur.
3) Lutut : tidak bengkak, tidak kaku,
gerakan aktif, kemampuan jalan baik
4) Tangan tidak
bengkak, gerakan dan ROM aktif
k. Sistem integumen
-
warna kulit pucat dan
terdapat bintik-bintik dengan gatal, turgor menurun > 2 dt,
-
suhu meningkat 39
derajat celsius, akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary refill time
memajang > 2 dt, kemerahan pada daerah perianal.
l.
Sistem endokrin
-
Kelenjar tiroid tidak nampak, teraba tidak
ada pembesaran
-
Suhu tubuh tidak tetap, keringat normal,
-
Tidak ada riwayat diabetes
m. Sistem Perkemihan
-
Urin produksi oliguria sampai anuria (200-400
ml/24 jam), frekuensi berkurang.
-
Tidak ditemukan odema
-
Tidak ditemukan adanya nokturia, disuria , dan
kencing batu
n. Sistem Reproduksi
Alat genetalia termasuk glans penis dan
orificium uretra eksterna merah dan gatal
o. Sistem Imun
-
Klien tidak ada riwayat alergi
-
Imunisasi lengkap
-
Penyakit yang berhubungan dengan perubahan cuaca
tidak ada
-
Riwayat transfusi darah ada/tidak ada
B. Diagnosa Keperawatan
1.
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan
dengan akumulasi secret
2.
Pola napas tidk efektif berhubungan dengan
penurunan ekspansi paru
3.
Hipertermi berhubungan dengan pelepasan pyrogen
dari hipotalamus sekunder terhadap reaksi antigen dan antibody
4.
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan
pemasukan dan pengeluaran sekunder karena kehilangan nafsu makan dan diare
5.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kekambuhan penyakit, diare, kehilangan nafsu makan,
kandidiasis oral
C.
Intervensi
Keperawatan
No
|
Dx. Kep
|
Tujuan dan
criteria hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan
dengan akumulasi secret
|
Tupan:
Jalan
nafas kembali efektif/normal
Tupen
: setelah dilakukan tindakan selama 1x24 jam anak menunjukan yang efektif
dengan criteria hasil:
- Mempertahankan
kepatenan jalan napas dengan bunyi
napas bersih/jelas.
- Klien merasa nyaman
ketika bernapas
- Tidak
ada sekret
|
1. Auskultasi area
paru,catat area penurunan/tidak ada aliran udara dan bunyi napas adventisius
2. kaji ulang tanda-tanda
vital (irama dan frekuensi, serta gerakan dinding dada)
3. Bantu pasien latihan
napas sering.
4. Penghisapan sesuai
indikasi
5. Berikan cairan
sedikitnya 2500 ml/hari (kecuali kontraindikasi)
6. berikan obat yang dapat
meningkatkan efektifnya jalan nafas (seperti bronchodilator
|
1. Penurunan aliran
udara terjadi pada area konsolidasi dengan cairan.
2. pernapasan dangkal dan
gerakan dada tidak simetris terjadi karena ketidaknyaman gerakan dinding
dada.
3. Napas dalam memudahkan
ekspansi maksimum paru/jalan napas lebih kecil
4. Merangsang batuk atau pembersihan
jalan napas secara mekanik
5. Cairan (khususnya yang
hangat) memobilisasi dan mengeluar-kan secret
6. alat untuk menurunkan
spasme bronkhus dengan memobilisasi sekret.
|
2.
|
pola
napas tidak efektif berhubungan dengan
penurunan ekspansi paru
|
Tupan : pola napas kembali efektif
Tupen : setelah dilakukan tindakan selama 2x24
jam pola napas kembali norma l, dengan criteria hasil:
- klien Menunjukan pola
nafas efektif dengan frekuensi dan kedalaman dalam rentang normal
- klien mengatakan tidak
sesak lagi.
|
1.
Kaji frekuensi kedalaman pernapasandan ekpansi
paru.
2.
Catat upaya pernapasan
3.
Auskuttsi bunyi napas dan catat adanya bunyi
seperti ronkhi.
4.
Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi
5.
Observasi pola batuk dan karaktrer secret
6.
Berkan oksigen tambahan
|
1.
Kecepatan biasanya meningkat.
2.
Dispnue dan terjadi peningkatan kerja nafas.
3.
Bunyi nafas menurun / tidak ada bila jalan
nafas obstruktif sekunder terhadap pendarahan
4.
Duduk tinggi
memungkinkan ekspansi paru memudahkan pernafasan
5.
Kongesti alveolar
mengakibatkan batuk kering / iritasi.
6.
Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja
nafas.
|
3
|
Hipertermi
berhubungan dengan
pelepasan
pyrogen dari hipotalamus sekunder terhadap reaksi antigen dan antibody
|
Tupan : suhu tubuh klien kembali normal
Tupen : setelah dilakukan tindakan selama 1x24
jam suhu tubuh menurun dengan criteria;
-
Anak akan mempertahankan suhu tubuh yang
normal
-
Klien mampu menunjukkan TTV yang normal :
-
suhu 36’50C,
-
Nadi : 80x/m,
-
P : 20x
/ m dn
-
TD : 110/80 mmHg
|
1.
Pertahankan lingkungan sejuk, dengan
menggunakan piyama dan selimut yang tidak tebal.
2.
Pantau suhu tubuh anak setiap 1-2 jam, bila
terjadi peningkatan secara tiba-tiba
3.
Beri antimikroba/antibiotik jika disaranka.
4.
Berikan kompres dengan suhu 37 oC pada anak
5.
Kolaboratif
Beri antipiretik sesuai petunjuk
|
1.
Lingkungan yang sejuk membantu
menurunkan suhu tubuh dengan cara radiasi.
2.
Peningkatan suhu secara tiba-tiba akan
mengakibat an kejang
3.
Antimikroba mungkin disarankan untuk mengobati
organismo penyebab
4.
Kompres hangat efektif
mendingin-kan tubuh melalui cara konduksi
5.
Antipiretik seperti asetaminofen (Tylenol),
efektif menurunkan demam
|
4
|
Kekurangan volume
cairan
berhubungan dengan sekunder karena kehilangan nafsu makan dan diare
|
Tupan: keseimbangan cairan
tubuh adekuat
Tupen :
setelah dilakukan tindakan selama 1x24 jam
kebutuhan cairan dapat terpenuhi dengan criteria:
-
Tidak ada tanda-tanda dehidrasi.
-
turgor kulit normal, membran mukosa lembab
-
dan pengeluaran urine yan sekunder
|
1. Ukur dan catat
pemasukan dan pengeluaran. Tinjau ulang catatan intra operasi.
2. Pantau tanda-tanda
vital.
3. Letakkan pasien pada posisi
yang sesuai, tergantung pada kekuatan pernapasan.
4. Pantau suhu kulit,
palpasi denyut perifer.
5. Kolaborasi, berikan
cairan parenteral, produksi darah dan atau plasma ekspander.
|
1.
dokumentasi yang akurat akan membantu dalam
mengidentifikasi pengeluaran cairan. hipotensi, takikardia, peningkatan
pernapasa
2.
mengindikasikan kekurangan cairan.
3.
Elevasi kepala dan posisi miring akan mencegah
terjadinya aspirasi dari muntah.
4.
Kulit yang dingin/ lembab, denyut yang lemah
mengindikasikan penurunan Sirkulasi perifer.
5.
Gantikan kehilangan cairan yang telah didokumen-tasikan
|
5
|
Perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kekambuhan penyakit,
diare, kehilangan nafsu makan, kandidiasis oral
|
Tupan: Pasien mendapatkan nutrisi yang Optimal
Tupen:
setelah dilakukan tindakan selama 1x24 jam kebutuhan nutrisi klien
terpenuhi. dengan kriteria hasil:
- anak mengkonsumsi
jumlah nutrien yang cukup
- Nafsu menyusu
meningkat
- BB meningkat atau
normal sesuai umur
|
1.
Berikan makanan dan kudapan tinggi kalori dan protein
2.
Beri makanan yang
disukai anak
3.
Perkaya makanan dengan suplemen nutrisi.
4.
Berikan makanan ketika anak sedang mau makan dengan
baik
5.
Gunakan kreativitas untuk mendorong anak
6.
Pantau berat badan dan Pertumbuha
7.
Kolaboratif : obat anti jamur sesuai instruksi
|
1.
Untuk memenuhi kebutuhan tubuh
2.
Untuk mendorong agar anak mau makan
3.
Untuk memaksimalkan kualitas asupan makanan
4.
Ketika anak mau makan adalah kesempatan yang berharga bagi perawat
maupun orang tua.
5.
Dapat menarik minat anak untuk makan dan menghabis-kan
porsi makanan
6.
Pemantauan berat badan dilakukan sehingga
intervensi terpenuhi
7.
Untuk mengobati kandidiasis oral
|
BAB
IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
AIDS
adalah penyakit yang berat yang ditandai oleh kerusakan imunitas seluler yang
disebabkan oleh retrovirus (HIV) atau penyakit fatal secara keseluruhan dimana
kebanyakan pasien memerlukan perawatan medis dan keperawatan canggih selama
perjalanan penyakit. (Carolyn, M.H.1996:601)
Penyebab
penyakit AIDS adalah HIV yaitu virus yang masuk dalam kelompok retrovirus yang
biasanya menyerang organ-organ vital sistem kekebalan tubuh manusia. Penyakit
ini dapat ditularkan melalui penularan seksual, kontaminasi patogen di dalam
darah, dan penularan masa perinatal. Manifestasi klinis
lainnya yang sering ditemukan pada anak adalah pneumonia interstisialis
limfositik, yaitu kelainan yang mungkin langsung disebabkan oleh HIV pada
jaringan paru.
Komplikasi
Oral Lesi: Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral,
gingivitis, peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral,
nutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan dan cacat. Pemeriksaan peniunjang
seperti; Tes untuk diagnose infeksi HIV
1. ELISA,
latex agglutination
2. Western
blot ( positif)
3. Tes
antigen P 24 (polymerase chain reaction) atau PCR
4. Kultur
HIV
B.
Saran
1. Memberikan
support kepada penderita HIV agar tidak putus asa dalam menjalani hidup.
2. Mencegah
penyebaran HIV dengan pemeriksakan kesehatan anda dan anak secara rutin.
3. Dan
kita sebagai perawat terus memberikan asuhan keperawatan kepada penderita agar
cepat sembuh dalam pengobatan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar