Bakteri
adalah yang paling berkelimpahan dari semua organisme. Mereka tersebar (berada
di mana-mana) di tanah, air, dan sebagai simbiosis dari organisme lain. Banyak
patogen merupakan bakteri. Kebanyakan dari mereka kecil, biasanya hanya
berukuran 0,5-5 μm, meski ada jenis dapat menjangkau 0,3 mm dalam diameter (Thiomargarita).
Mereka umumnya memiliki dinding sel, seperti sel tumbuhan dan jamur, tetapi
dengan komposisi sangat berbeda (peptidoglikan). Banyak yang bergerak
menggunakan flagela, yang berbeda dalam strukturnya dari flagela kelompok lain.
SPECIFIC
ATTACHMENTS OF BACTERIA TO HOST CELL OR TISSUE SURFACES
Amino terminus of fibronectin
|
Buccal epithelium of tongue
|
N-acetylhexosamine-galactose disaccharide
|
Amino terminus of fibronectin
|
Type IV pili (N-methylphenyl- alanine pili)
|
Glucosamine-galactose carbohydrate
|
Urethral/cervical epithelium
|
Species-specific carbohydrate(s)
|
Globobiose linked to ceramide lipid
|
Fimbriae (“filamentous hemagglutinin”)
|
Galactose on sulfated glycolipids
|
N-methylphenylalanine pili
|
Fucose and mannose carbohydrate
|
Peptide in outer membrane
|
Surface protein (fibronectin)
|
Conjunctival or urethral epithelium
|
INFEKSI
BAKTERI EKSTRASELULER
Strategi
pertahanan bakteri
Bakteri
ekstraseluler adalah bakteri yang dapat bereplikasi di luar sel, di dalam
sirkulasi, di jaringan ikat ekstraseluler, dan di berbagai jaringan. Berbagai jenis
bakteri yang termasuk golongan bakteri ekstraseluler telah disebutkan pada bab
sebelumnya. Bakteri ekstraseluler biasanya mudah dihancurkan oleh sel fagosit.
Pada keadaan tertentu bakteri ekstraseluler tidak dapat dihancurkan oleh sel
fagosit karena adanya sintesis kapsul antifagosit, yaitu kapsul luar (outer
capsule) yang mengakibatkan adesi yang tidak baik antara sel fagosit dengan
bakteri, seperti pada infeksi bakteri berkapsul Streptococcus pneumoniae
atau Haemophylus influenzae. Selain itu, kapsul tersebut melindungi
molekul karbohidrat pada permukaan bakteri yang seharusnya dapat dikenali oleh
reseptor fagosit. Dengan adanya kapsul ini, akses fagosit dan deposisi C3b pada
dinding sel bakteri dapat dihambat. Beberapa organisme lain mengeluarkan
eksotoksin yang meracuni leukosit. Strategi lainnya adalah dengan pengikatan
bakteri ke permukaan sel non fagosit sehingga memperoleh perlindungan dari
fungsi fagosit .
Sel normal
dalam tubuh mempunyai protein regulator yang melindungi dari kerusakan oleh
komplemen, seperti CR1, MCP dan DAF, yang menyebabkan pemecahan C3 konvertase.
Beberapa bakteri tidak mempunyai regulator tersebut, sehingga akan mengaktifkan
jalur alternatif komplemen melalui stabilisasi C3b3b konvertase pada permukaan sel
bakteri. Dengan adanya kapsul bakteri akan menyebabkan aktivasi dan stabilisasi
komplemen yang buruk.
Beberapa bakteri juga dapat mempercepat pemecahan komplemen melalui aksi produk
mikrobial yang mengikat atau menghambat kerja regulator aktivasi komplemen.
Bahkan beberapa spesies dapat menghindari lisis dengan cara mengalihkan lokasi
aktivasi komplemen melalui sekresi protein umpan (decoy protein) atau
posisi permukaan bakteri yang jauh dari membran sel. Beberapa organisme Gram
positif mempunyai lapisan peptidoglikan tebal yang menghambat insersi komplek
serangan membran C5b-9 pada membran sel bakteri .
Bakteri
enterik Gram negatif pada usus mempengaruhi aktivitas makrofag termasuk
menginduksi apoptosis, meningkatkan produksi IL-1, mencegah fusi
fagosom-lisosom dan mempengaruhi sitoskleton aktin. Strategi berupa variasi
antigenik juga dimiliki oleh beberapa bakteri, seperti variasi lipoprotein
permukaan, variasi enzim yang terlibat dalam sintesis struktur permukaan dan
variasi antigenik pili.Keadaan sistem imun yang dapat menyebabkan bakteri
ekstraseluler sulit dihancurkan adalah gangguan pada mekanisme fagositik karena
defisiensi sel fagositik (neutropenia) atau kualitas respons imun yang kurang
(penyakit granulomatosa kronik).
Mekanisme pertahanan
bakteri ekstraseluler.
EXTRACELLULAR BACTERIAL PROTEINS THAT
ARE CONSIDERED INVASINS
|
Streptococci,
staphylococci and clostridia
|
Degrades
hyaluronic of connective tissue
|
Dissolves
collagen framework of muscles
|
Vibrio
cholerae and Shigella
dysenteriae
|
Degrades
neuraminic acid of intestinal mucosa
|
Converts
fibrinogen to fibrin which causes clotting
|
Staphylococci
and streptococci
|
Converts
plasminogen to plasmin which digests fibrin
|
Disrupts
neutrophil membranes and causes discharge of lysosomal granules
|
Repels
phagocytes and disrupts phagocyte membrane and causes discharge of lysosomal
granules
|
Streptococci,
staphylococci and clostridia
|
Phospholipases
or lecithinases that destroy red blood cells (and other cells) by lysis
|
Destroy
lecithin in cell membranes
|
Destroy
phospholipids in cell membrane
|
One
component (EF) is an adenylate cyclase which causes increased levels of
intracellular cyclic AMP
|
One toxin
component is an adenylate cyclase that acts locally producing an increase in
intracellular cyclic AMP
|
Mekanisme
pertahanan tubuh
Respons imun
terhadap bakteri ekstraseluler bertujuan untuk menetralkan efek toksin dan mengeliminasi
bakteri. Respons imun alamiah terutama melalui fagositosis oleh neutrofil,
monosit serta makrofag jaringan. Lipopolisakarida dalam dinding bakteri Gram
negatif dapat mengaktivasi komplemen jalur alternatif tanpa adanya antibodi.
Hasil aktivasi ini adalah C3b yang mempunyai efek opsonisasi, lisis bakteri
melalui serangan kompleks membran dan respons inflamasi akibat pengumpulan
serta aktivasi leukosit. Endotoksin juga merangsang makrofag dan sel lain
seperti endotel vaskular untuk memproduksi sitokin seperti TNF, IL-1, IL-6 dan
IL-8. Sitokin akan menginduksi adesi neutrofil dan monosit pada endotel
vaskular pada tempat infeksi, diikuti dengan migrasi, akumulasi lokal serta
aktivasi sel inflamasi. Kerusakan jaringan yang terjadi adalah akibat efek
samping mekanisme pertahanan untuk eliminasi bakteri. Sitokin juga merangsang
demam dan sintesis protein fase akut.
Netralisasi
toksin
Infeksi
bakteri Gram negatif dapat menyebabkan pengeluaran endotoksin yang akan
menstimulasi makrofag. Stimulasi yang berlebihan terhadap makrofag akan
menghasilkan sejumlah sitokin seperti IL-1, IL-6 dan TNF. Proses ini akan
memacu terjadinya reaksi peradangan yang menyebabkan kerusakan sel, hipotensi,
aktivasi sistem koagulasi, gagal organ multipel dan berakhir dengan kematian.
Antibodi yang mengandung reseptor sitokin dan antagonisnya, berperan dalam
menghilangkan sejumlah sitokin dalam sirkulasi dan mencegah sitokin berikatan
pada sel target.
Antibodi
yang beredar dalam sirkulasi akan menetralisasi molekul antifagositik dan
eksotoksin lainnya yang diproduksi bakteri. Mekanisme netralisasi antibodi
terhadap bakteri terjadi melalui dua cara. Pertama, melalui kombinasi antibodi
di dekat lokasi biologi aktif infeksi yaitu secara langsung menghambat reaksi
toksin dengan sel target. Kedua, melalui kombinasi antibodi yang terletak jauh
dari lokasi biologi aktif infeksi yaitu dengan mengubah konformasi alosterik
toksin agar tidak dapat bereaksi dengan sel target. Dengan ikatan kompleks
bersama antibodi, toksin tidak dapat berdifusi sehingga rawan terhadap
fagositosis, terutama bila ukuran kompleks membesar karena deposisi komplemen
pada permukaan bakteri akan semakin bertambah.
Opsonisasi
Opsonisasi
adalah pelapisan antigen oleh antibodi, komplemen, fibronektin, yang berfungsi untuk
memudahkan fagositosis. Opsonisasi ada dua yaitu opsonisasi yang tidak
tergantung antibodi dan yang ditingkatkan oleh antibodi.
Pada
opsonisasi yang tidak tergantung antibodi, protein pengikat manose dapat
terikat pada manose terminal pada permukaan bakteri, dan akan mengaktifkan C1r
dan C1s serta berikatan dengan C1q. Proses tersebut akan mengaktivasi komplemen
pada jalur klasik yang dapat berperan sebagai opsonin dan memperantarai
fagositosis. Lipopolisakarida (LPS) merupakan endotoksin yang penting pada
bakteri Gram negatif. Sel ini dapat dikenal oleh tiga kelas molekul reseptor.
Sedangkan opsonisasi yang ditingkatkan oleh antibodi adalah bakteri yang
resisten terhadap proses fagositosis akan tertarik pada sel PMN dan makrofag
bila telah diopsonisasi oleh antibodi.
Dalam
opsonisasi terdapat sinergisme antara antibodi dan komplemen yang diperantarai
oleh reseptor yang mempunyai afinitas kuat untuk IgG dan C3b pada permukaan
fagosit, sehingga meningkatkan pengikatan di fagosit. Efek augmentasi dari komplemen
berasal dari molekul IgG yang dapat mengikat banyak molekul C3b, sehingga
meningkatkan jumlah hubungan ke makrofag (bonus effect of multivalency).
Meskipun IgM tidak terikat secara spesifik pada makrofag, namun merangsang
adesi melalui pengikatan komplemen.
Antibodi
akan menginisiasi aksi berantai komplemen sehingga lisozim serum dapat masuk ke
dalam lapisan peptidoglikan bakteri dan menyebabkan kematian sel. Aktivasi
komplemen melalui penggabungan dengan antibodi dan bakteri juga menghasilkan
anfilaktoksin C3a dan C5a yang berujung pada transudasi luas dari komponen
serum, termasuk antibodi yang lebih banyak, dan juga faktor kemotaktik
terhadap neutrofil untuk membantu fagositosis.
Sel PMN
merupakan fagosit yang predominan dalam sirkulasi dan selalu tiba di lokasi
infeksi lebih cepat dari sel lain, karena sel PMN tertarik oleh sinyal
kemotaktik yang dikeluarkan oleh bakteri, sel PMN lain, komplemen atau makrofag
lain, yang lebih dahulu tiba di tempat infeksi. Sel PMN sangat peka terhadap
semua faktor kemotaktik.
Sel PMN yang
telah mengalami kemotaktik selanjutnya akan melakukan adesi pada dinding sel
bakteri, endotel maupun jaringan yang terinfeksi. Kemampuan adesi PMN pada
permukaan sel bakteri akan bertambah kuat karena sinyal yang terbentuk pada proses
adesi ini akan merangsang ekspresi Fc dan komplemen pada permukaan sel. Sel PMN
juga akan melakukan proses diapedesis agar dapat menjangkau bakteri yang telah
menginfeksi.
Proses
penelanan bakteri oleh fagosit diawali dengan pembentukan tonjolan pseudopodia
yang berbentuk kantong fagosom untuk mengelilingi bakteri, sehingga bakteri
akan terperangkap di dalamnya, selanjutnya partikel granular di dalam fagosom
akan mengeluarkan berbagai enzim dan protein untuk merusak dan menghancurkan
bakteri tersebut.
Mekanisme
pemusnahan bakteri oleh enzim ini dapat melalui proses oksidasi maupun
nonoksidasi, tergantung pada jenis bakteri dan status metabolik pada saat itu.
Oksidasi dapat berlangsung dengan atau tanpa mieloperoksidase. Proses oksidasi
dengan mieloperoksidase terjadi melalui ikatan H2O2
dengan Fe yang terdapat pada mieloperoksidase. Proses ini menghasilkan komplek
enzim-subtrat dengan daya oksidasi tinggi dan sangat toksik terhadap bakteri,
yaitu asam hipoklorat (HOCl).
Proses
oksidasi tanpa mieloperoksidase berdasarkan ikatan H2O2
dengan superoksida dan radikal hidroksil namun daya oksidasinya rendah. Proses
nonoksidasi berlangsung dengan perantaraan berbagai protein dalam fagosom yaitu
flavoprotein, sitokrom-b, laktoferin, lisozim, kaptensin G dan difensin. Pada
proses pemusnahan bakteri, pH dalam sel fagosit dapat menjadi alkalis. Hal ini
terjadi karena protein yang bermuatan positif dalam pH yang alkalis bersifat
sangat toksik dan dapat merusak lapisan lemak dinding bakteri Gram negatif.
Selain itu, bakteri juga dapat terbunuh pada saat pH dalam fagosom menjadi asam
karena aktivitas lisozim. Melalui proses ini PMN memproduksi antibakteri yang
dapat berperan sebagai antibiotika alami (natural antibiotics).
Sistem imun
sekretori
Permukaan
mukosa usus mempunyai mekanisme pertahanan spesifik antigen dan nonspesifik.
Mekanisme nonspesifik terdiri dari peptida antimikrobial yang diproduksi oleh
neutrofil, makrofag dan epitel mukosa. Peptida ini akan menyebabkan lisis
bakteri melalui disrupsi pada permukaan membran. Imunitas spesifik diperantarai
oleh IgA sekretori dan IgM, dengan dominasi IgA1 pada usus bagian awal dan IgA2
pada usus besar. Antibodi IgA mempunyai fungsi proteksi dengan cara melapisi (coating)
virus dan bakteri dan mencegah adesi pada sel epitel di membran mukosa.
Reseptor Fc dari kelas Ig ini mempunyai afinitas tinggi terhadap neutrofil dan
makrofag dalam proses fagositosis. Apabila agen infeksi berhasil melewati
barier IgA, maka lini pertahanan berikutnya adalah IgE. Adanya kontak antigen dengan
IgE akan menyebabkan pelepasan mediator yang menarik agen respons imun dan
menghasilkan reaksi inflamasi akut. Adanya peningkatan permeabilitas vaskular
yang disebabkan oleh histamin akan menyebabkan transudasi IgG dan komplemen,
sedangkan faktor kemotaktik terhadap neutrofil dan eosinofil akan menarik sel
efektor yang diperlukan untuk mengatasi organisme penyebab infeksi yang telah
dilapisi oleh IgG spesifik dan C3b. Penyatuan kompleks antibodi-komplemen pada
makrofag akan menghasilkan faktor yang memperkuat permeabilitas vaskular dan
proses kemotaktik .
Apabila
organisme yang diopsonisasi terlalu besar untuk difagosit, maka fagosit dapat
mengatasi organisme tersebut melalui mekanisme ekstraseluler, yaitu Antibody-Dependent
Cellular Cytotoxicity (ADCC).
INFEKSI
BAKTERI INTRASELULER
Strategi
pertahanan bakteri
Bakteri
intraseluler terbagi atas dua jenis, yaitu bakteri intraseluler fakultatif dan
obligat. Bakteri intraseluler fakultatif adalah bakteri yang mudah
difagositosis tetapi tidak dapat dihancurkan oleh sistem fagositosis. Bakteri
intraseluler obligat adalah bakteri yang hanya dapat hidup dan berkembang biak
di dalam sel hospes. Hal ini dapat terjadi karena bakteri tidak dapat dijangkau
oleh antibodi dalam sirkulasi, sehingga mekanisme respons imun terhadap bakteri
intraseluler juga berbeda dibandingkan dengan bakteri ekstraseluler. Beberapa
jenis bakteri seperti basil tuberkel dan leprosi, dan organisme Listeria dan
Brucella menghindari perlawanan sistem imun dengan cara hidup
intraseluler dalam makrofag, biasanya fagosit mononuklear, karena sel tersebut
mempunyai mobilitas tinggi dalam tubuh. Masuknya bakteri dimulai dengan ambilan
fagosit setelah bakteri mengalami opsonisasi. Namun setelah di dalam makrofag,
bakteri tersebut melakukan perubahan mekanisme pertahanan.
Bakteri
intraseluler memiliki kemampuan mempertahankan diri melalui tiga mekanisme,
yaitu 1) hambatan fusi lisosom pada vakuola yang berisi bakteri, 2) lipid
mikobakterial seperti lipoarabinomanan menghalangi pembentukan ROI (reactive
oxygen intermediate) seperti anion superoksida, radikal hidroksil dan
hidrogen peroksida dan terjadinya respiratory burst, 3) menghindari
perangkap fagosom dengan menggunakan lisin sehingga tetap hidup bebas dalam
sitoplasma makrofag dan terbebas dari proses pemusnahan selanjutnya (Gambar
13-4).
Mekanisme pertahanan
tubuh
Pertahanan
oleh diperantarai sel T (Celluar Mediated Immunity, CMI) sangat penting
dalam mengatasi organisme intraseluler. Sel T CD4 akan berikatan dengan
partikel antigen yang dipresentasikan melalui MHC II pada permukaan makrofag
yang terinfeksi bakteri intraseluler. Sel T helper (Th1) ini akan mengeluarkan
sitokin IFN γ yang akan mengaktivasi makrofag dan membunuh organisme
intraseluler, terutama melalui pembentukan oksigen reaktif intermediat (ROI)
dan nitrit oxide (NO). Selanjutnya makrofag tersebut akan mengeluarkan
lebih banyak substansi yang berperan dalam reaksi inflamasi kronik. Selain itu
juga terjadi lisis sel yang diperantarai oleh sel T CD8.
Beberapa
bakteri ada yang resisten sehingga menimbulkan stimulasi antigen yang kronik.
Keadaan ini menimbulkan pengumpulan lokal makrofag yang terkativasi yang membentuk
granuloma sekeliling mikroorganisme untuk mencegah penyebaran. Hal ini dapat
berlanjut pada nekrosis jaringan dan fibrosis yang luas yang menyebabkan
gangguan fungsi. Oleh karena itu, kerusakan jaringan terutama disebabkan oleh
respons imun terhadap infeksi bakteri intraseluler.
Daftar
Pustaka
- Hardegree MC, Tu AT (eds):
Handbook of Natural Toxins. Vol.4: Bacterial Toxins. Marcel Dekker, New
York, 1988
- Iglewski BH, Clark VL (eds):
Molecular Basis of Bacterial Pathogenesis. Vol. XI of The Bacteria: A
Treatise on Structure and Function. Academic Press, Orlando, FL, 1990
- Buku Ajar Alergi Imunologi.
Ikatan Dokter Anak Indonesia edisi 2.
- Luderitz O, Galanos C:
Endotoxins of gram-negative bacteria. p.307. In Dorner F, Drews J (eds):
Pharmacology of Bacterial Toxins. International Encyclopedia of
Pharmacology and Therapeutics, Section 119. Pergamon, Elmsford, NY, 1986
- Mims CA: The Pathogenesis of
Infectious Disease. Academic Press, London, 1976
- Payne SM: Iron and virulence in
the family Enterobacteriaceae. Crit Rev Microbiol 16:81, 1988
- Sack RB: Human diarrheal
disease caused by enterotoxigenic Escherichia coli. Annu Rev
Microbiol 29:333, 1975
- Salyers, AA, Whitt DD:
Bacterial Pathogenesis – A Molecular Approach ASM Press, 1994
- Smith H: Microbial surfaces in
relation to pathogenicity. Bacteriol Rev 41:475, 1977
- Smith H, Turner JJ (eds): The
Molecular Basis of Pathogenicity. Verlag Chemie, Deerfield Beach, FL, 1980
- Weinberg ED: Iron withholding:
a defense against infection and neoplasia. Physiol Rev 64:65, 1984
- Eisenstein TK, Actor P,
Friedman H: Host Defenses to Intracellular Pathogens. Plenum Publishing
Co, New York, 1983
- Finlay BB, Falkow S: Common
themes in microbial pathogenicity. Microbiol Rev 53:210, 1989
- Foster TJ: Plasmid-determined
resistance to antimicrobial drugs and toxic metal ions in bacteria.
Microbiol Rev 47:361, 1983
Tidak ada komentar:
Posting Komentar