LAPORAN
PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN BENIGNA PROSTAT
HIPERTROPI (BPH)
KELOMPOK
VI
Disusun oleh :
Maria G.Kolo
Ninik Sriwiyati
Satrio Alfi
PRODI DIII
KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU
KESEHATAN
UNIVERSITAS
NUSANTARA PGRI KEDIRI
ASUHAN KEPERAWATAN BENIGNA PROSTAT HIPERTROPI (BPH)
§ Benigna Prostat
Hiperplasi ( BPH ) adalah pembesaran jinak
kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua
komponen prostat meliputi jaringan
kelenjar / jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars
prostatika ( Lab / UPF Ilmu Bedah RSUD dr. Sutomo, 1994 : 193 ).
§ BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat ( secara umum pada
pria lebih tua dari 50 tahun ) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral
dan pembatasan aliran urinarius ( Marilynn, E.D, 2000 : 671 ).
Etiologi
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui. Namun yang pasti kelenjar
prostat sangat tergantung pada hormon androgen. Faktor lain yang erat kaitannya
dengan BPH adalah proses penuaan Ada beberapa factor kemungkinan
penyebab antara lain :
1). Dihydrotestosteron
Peningkatan 5 alfa
reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar
prostat mengalami hiperplasi .
2). Perubahan keseimbangan
hormon estrogen - testoteron
Pada proses penuaan pada
pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan penurunan testosteron yang
mengakibatkan hiperplasi stroma.
3). Interaksi stroma - epitel
Peningkatan epidermal
gorwth factor atau fibroblast growth factor dan penurunan transforming growth
factor beta menyebabkan hiperplasi stroma dan epitel.
4). Berkurangnya sel yang mati
5). Teori sel stem
Sel stem yang meningkat
mengakibatkan proliferasi sel transit
Gejala klinis yang
ditimbulkan oleh Benigne Prostat Hyperplasia disebut sebagai Syndroma
Prostatisme. Syndroma Prostatisme dibagi menjadi dua yaitu :
1. Gejala Obstruktif yaitu :
a. Hesitansi yaitu memulai
kencing yang lama dan seringkali disertai dengan mengejan yang disebabkan oleh
karena otot destrussor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan
tekanan intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika.
b. Intermitency yaitu
terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan karena ketidakmampuan otot
destrussor dalam pempertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya miksi.
c. Terminal dribling yaitu
menetesnya urine pada akhir kencing.
d. Pancaran lemah : kelemahan
kekuatan dan kaliber pancaran destrussor memerlukan waktu untuk dapat melampaui
tekanan di uretra.
e. Rasa tidak puas setelah
berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas.
2. Gejala Iritasi yaitu :
a. Urgency yaitu perasaan
ingin buang air kecil yang sulit ditahan.
b. Frekuensi yaitu penderita
miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada malam hari (Nocturia) dan
pada siang hari.
c. Disuria yaitu nyeri pada
waktu kencing.
1. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis
BPH dilakukan beberapa cara antara lain
1). Anamnesa
Kumpulan gejala pada BPH
dikenal dengan LUTS (Lower Urinary Tract Symptoms) antara lain: hesitansi,
pancaran urin lemah, intermittensi, terminal dribbling, terasa ada sisa setelah
miksi disebut gejala obstruksi dan gejala iritatif dapat berupa urgensi, frekuensi
serta disuria.
2) Pemeriksaan Fisik
§ Dilakukan dengan
pemeriksaan tekanan darah, nadi dan suhu. Nadi dapat meningkat pada keadaan
kesakitan pada retensi urin akut, dehidrasi sampai syok pada retensi urin serta
urosepsis sampai syok - septik.
§ Pemeriksaan abdomen
dilakukan dengan tehnik bimanual untuk mengetahui adanya hidronefrosis, dan
pyelonefrosis. Pada daerah supra simfiser pada keadaan retensi akan menonjol.
Saat palpasi terasa adanya ballotemen dan klien akan terasa ingin miksi.
Perkusi dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya residual urin.
§ Penis dan uretra untuk
mendeteksi kemungkinan stenose meatus, striktur uretra, batu uretra, karsinoma
maupun fimosis.
§ Pemeriksaan skrotum untuk
menentukan adanya epididimitis
§ Rectal touch / pemeriksaan
colok dubur bertujuan untuk menentukan konsistensi sistim persarafan unit
vesiko uretra dan besarnya prostat. Dengan rectal toucher dapat diketahui
derajat dari BPH, yaitu :
a). Derajat I = beratnya ± 20
gram.
b). Derajat II = beratnya
antara 20 – 40 gram.
c). Derajat III = beratnya
> 40 gram.
3) Pemeriksaan Laboratorium
§ Pemeriksaan darah lengkap,
faal ginjal, serum elektrolit dan kadar gula digunakan untuk memperoleh data
dasar keadaan umum klien.
§ Pemeriksaan urin lengkap
dan kultur.
§ PSA (Prostatik Spesific
Antigen) penting diperiksa sebagai kewaspadaan adanya keganasan.
4) Pemeriksaan Uroflowmetri
Salah satu gejala dari BPH adalah
melemahnya pancaran urin. Secara obyektif pancaran urin dapat diperiksa dengan
uroflowmeter dengan penilaian :
a). Flow rate maksimal > 15 ml / dtk = non
obstruktif.
b). Flow rate maksimal 10
– 15 ml / dtk = border line.
c). Flow rate maksimal
< 10 ml / dtk = obstruktif.
5) Pemeriksaan Imaging dan
Rontgenologik
a). BOF (Buik Overzich )
:Untuk melihat adanya batu dan metastase pada tulang.
b). USG (Ultrasonografi),
digunakan untuk memeriksa konsistensi, volume dan besar prostat juga keadaan
buli – buli termasuk residual urin. Pemeriksaan dapat dilakukan secara
transrektal, transuretral dan supra pubik.
c). IVP (Pyelografi Intravena)
Digunakan untuk melihat
fungsi exkresi ginjal dan adanya hidronefrosis.
d) Pemeriksaan Panendoskop
Untuk mengetahui keadaan
uretra dan buli – buli.
2. Penatalaksanaan
Modalitas terapi BPH adalah :
1). Observasi
Yaitu pengawasan berkala pada
klien setiap 3 – 6 bulan kemudian setiap tahun tergantung keadaan klien
2). Medikamentosa
Terapi ini diindikasikan
pada BPH dengan keluhan ringan, sedang, dan berat tanpa disertai penyulit. Obat
yang digunakan berasal dari: phitoterapi (misalnya: Hipoxis rosperi, Serenoa
repens, dll), gelombang alfa blocker dan golongan supresor androgen.
3). Pembedahan
Indikasi pembedahan pada
BPH adalah :
a). Klien yang mengalami
retensi urin akut atau pernah retensi urin akut.
b). Klien dengan residual urin
> 100 ml.
c). Klien dengan penyulit.
d). Terapi medikamentosa tidak
berhasil.
e). Flowmetri menunjukkan pola
obstruktif.
Pembedahan dapat dilakukan dengan :
a). TURP (Trans Uretral
Reseksi Prostat ® 90 - 95 % )
b). Retropubic Atau
Extravesical Prostatectomy
c). Perianal Prostatectomy
d). Suprapubic Atau
Tranvesical Prostatectomy
4). Alternatif lain (misalnya:
Kriyoterapi, Hipertermia, Termoterapi, Terapi Ultrasonik .
B. Diagnosa keperawatan.
Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul adalah sebagai berikut :
Pre Operasi :
1). Obstruksi akut / kronis
berhubungan dengan obstruksi mekanik, pembesaran prostat,dekompensasi otot
destrusor dan ketidakmapuan kandung kemih unmtuk berkontraksi secara adekuat.
2). Nyeri ( akut ) berhubungan
dengan iritasi mukosa buli – buli, distensi kandung kemih, kolik ginjal,
infeksi urinaria.
3). Resiko tinggi kekurangan
cairan berhubungan dengan pasca obstruksi diuresis..
4). Ansietas berhubungan
dengan perubahan status kesehatan atau menghadapi prosedur bedah
5). Kurang pengetahuan tentang
kondisi ,prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya
informasi
Post Operasi :
1) Nyeri berhubungan dengan
spasmus kandung kemih dan insisi sekunder pada TUR-P
2) Resiko tinggi infeksi
berhubungan dengan prosedur invasif: alat selama pembedahan, kateter, irigasi
kandung kemih sering.
3) Resiko tinggi cidera:
perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan
4) Resiko tinggi disfungsi
seksual berhubungan dengan ketakutan akan impoten akibat dari TUR-P.
5) Kurang pengetahuan: tentang
TUR-P berhubungan dengan kurang informasi
6) Gangguan pola tidur
berhubungan dengan nyeri sebagai efek pembedahan
1. Sebelum Operasi
a. Obstruksi akut
/ kronis berhubungan dengan obstruksi mekanik, pembesaran prostat,dekompensasi
otot destrusor dan ketidakmapuan kandung kemih untuk berkontraksi secara
adekuat.
1) Tujuan : tidak terjadi
obstruksi
3) Kriteria hasil :
Berkemih dalam jumlah yang
cukup, tidak teraba distensi kandung kemih
4) Rencana tindakan dan
rasional
1. Dorong pasien untuk
berkemih tiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan.
R/ Meminimalkan retensi urina distensi berlebihan pada kandung kemih
2. Observasi aliran urina
perhatian ukuran dan kekuatan pancaran urina
R / Untuk mengevaluasi ibstruksi dan pilihan intervensi
3. Awasi dan catat waktu
serta jumlah setiap kali berkemih
R/ Retensi urine
meningkatkan tekanan dalam saluran perkemihan yang dapat mempengaruhi fungsi
ginjal
4. Berikan cairan sampai 3000
ml sehari dalam toleransi jantung.
R / Peningkatkan aliran
cairan meningkatkan perfusi ginjal serta membersihkan ginjal ,kandung kemih
dari pertumbuhan bakteri
5. Berikan obat sesuai
indikasi ( antispamodik)
R/ mengurangi spasme
kandung kemih dan mempercepat penyembuhan
b. Nyeri ( akut )
berhubungan dengan iritasi mukosa buli – buli, distensi kandung kemih, kolik
ginjal, infeksi urinaria.
1). Tujuan
Nyeri hilang / terkontrol.
2). Kriteria hasil
Klien melaporkan nyeri
hilang / terkontrol, menunjukkan ketrampilan relaksasi dan aktivitas terapeutik
sesuai indikasi untuk situasi individu. Tampak rileks, tidur / istirahat dengan
tepat.
3). Rencana tindakan dan
rasional
a) Kaji nyeri, perhatikan
lokasi, intensitas ( skala 0 - 10 ).
R / Nyeri tajam, intermitten dengan dorongan berkemih / masase urin
sekitar kateter menunjukkan spasme buli-buli, yang cenderung lebih
berat pada pendekatan TURP ( biasanya menurun dalam 48 jam ).
b) Pertahankan patensi
kateter dan sistem drainase. Pertahankan selang bebas dari lekukan dan bekuan.
R/ Mempertahankan fungsi kateter dan drainase sistem, menurunkan
resiko distensi / spasme buli - buli.
c). Pertahankan tirah
baring bila diindikasikan
R/ Diperlukan selama fase awal selama fase
akut.
d) Berikan tindakan kenyamanan ( sentuhan terapeutik, pengubahan
posisi, pijatan punggung ) dan aktivitas terapeutik.
R / Menurunkan tegangan otot, memfokusksn kembali perhatian dan
dapat meningkatkan kemampuan koping.
f) Kolaborasi dalam pemberian antispasmodik
R / Menghilangkan spasme
c. Resiko tinggi kekurangan cairan yang berhubungan dengan pasca obstruksi
diuresis.
1). Tujuan
Keseimbangan cairan tubuh tetap terpelihara.
2). Kriteria hasil
Mempertahankan hidrasi adekuat dibuktikan dengan: tanda -tanda vital stabil,
nadi perifer teraba, pengisian perifer baik, membran mukosa lembab dan keluaran
urin tepat.
3). Rencana tindakan dan
rasional
a). Awasi keluaran tiap jam
bila diindikasikan. Perhatikan keluaran 100-200 ml/.
R/ Diuresisi yang cepat
dapat mengurangkan volume total karena ketidakl cukupan jumlah natrium
diabsorbsi tubulus ginjal.
b). Pantau masukan dan
haluaran cairan.
R/ Indikator keseimangan
cairan dan kebutuhan penggantian.
c). Awasi tanda-tanda vital,
perhatikan peningkatan nadi dan pernapasan, penurunan tekanan darah,
diaforesis, pucat,
R/ Deteksi dini terhadap hipovolemik sistemik
d). Tingkatkan tirah baring
dengan kepala lebih tinggi
R/ Menurunkan kerja jantung memudahkan hemeostatis sirkulasi.
g). Kolaborasi dalam memantau
pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi, contoh:
Hb / Ht, jumlah sel darah
merah. Pemeriksaan koagulasi, jumlah trombosi
R/ Berguna dalam evaluasi kehilangan darah / kebutuhan penggantian.
Serta dapat mengindikasikan terjadinya komplikasi misalnya penurunan faktor
pembekuan darah,
d. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan atau menghadapi
prosedur bedah.
1). Tujuan
Pasien tampak rileks.
2). Kriteria hasil
Menyatakan pengetahuan
yang akurat tentang situasi, menunjukkan rentang yang yang tepat tentang
perasaan dan penurunan rasa takut.
3). Rencana tindakan dan
rasional
a). Dampingi klien dan bina
hubungan saling percaya
R/ Menunjukka perhatian dan keinginan untuk membantu
b). Memberikan informasi
tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan.
R / Membantu pasien dalam
memahami tujuan dari suatu tindakan.
c). Dorong pasien atau orang
terdekat untuk menyatakan masalah atau perasaan.
R/ Memberikan kesempatan
pada pasien dan konsep solusi pemecahan masalah
e. Kurang pengetahuan tentang kondisi ,prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya informasi
1). Tujuan : Menyatakan
pemahaman tentang proses penyakit dan prognosisnya.
2). Kriteria hasil
Melakukan perubahan pola
hidup atau prilasku ysng perlu, berpartisipasi dalam program pengobatan.
3). Rencana tindakan dan
rasional
a). Dorong pasien menyatakan
rasa takut persaan dan perhatian.
R / Membantu pasien dalam mengalami perasaan.
b) Kaji ulang proses penyakit,pengalaman pasien
R/ Memberikan dasar
pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan informasi terapi.
II. Sesudah
operasi
1. Nyeri berhubungan dengan spasmus kandung kemih dan
insisi sekunder pada TUR-P
Tujuan: Nyeri berkurang atau hilang.
Kriteria hasil :
- Klien mengatakan nyeri berkurang / hilang.
- Ekspresi wajah klien tenang.
- Klien akan menunjukkan ketrampilan relaksasi.
- Klien akan tidur / istirahat dengan tepat.
- Tanda – tanda vital dalam batas normal.
Rencana tindakan :
1. Jelaskan pada klien tentang gejala dini spasmus kandung kemih.
R/ Kien dapat mendeteksi gajala dini spasmus kandung kemih.
2. Pemantauan klien pada interval yang teratur selama 48 jam, untuk
mengenal gejala – gejala dini dari spasmus kandung kemih.
R/ Menentukan terdapatnya spasmus sehingga obat
– obatan bisa diberikan
3. Jelaskan pada klien bahwa intensitas dan frekuensi akan berkurang dalam
24 sampai 48 jam.
R/ Memberitahu klien bahwa ketidaknyamanan hanya temporer.
4. Beri penyuluhan pada klien agar tidak berkemih ke seputar kateter.
R/ Mengurang kemungkinan spasmus.
5. Anjurkan pada klien untuk tidak duduk dalam waktu yang lama sesudah
tindakan TUR-P.
R / Mengurangi tekanan pada luka insisi
6. Ajarkan penggunaan teknik relaksasi, termasuk latihan nafas dalam,
visualisasi.
R / Menurunkan tegangan otot, memfokuskan
kembali perhatian dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
7. Jagalah selang drainase urine tetap aman dipaha untuk mencegah
peningkatan tekanan pada kandung kemih. Irigasi kateter jika terlihat bekuan
pada selang.
R/ Sumbatan pada selang kateter oleh bekuan
darah dapat menyebabkan distensi kandung kemih dengan peningkatan spasme.
8. Observasi tanda – tanda vital
R/ Mengetahui perkembangan lebih lanjut.
9. Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat – obatan (analgesik atau
anti spasmodik )
R / Menghilangkan nyeri dan mencegah spasmus kandung kemih.
- Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif: alat selama pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering.
Tujuan: Klien tidak menunjukkan tanda – tanda infeksi .
Kriteria hasil:
- Klien tidak mengalami infeksi.
- Dapat mencapai waktu penyembuhan.
- Tanda – tanda vital dalam batas normal dan tidak ada tanda – tanda
shock.
Rencana tindakan:
1. Pertahankan sistem kateter steril, berikan perawatan kateter dengan
steril.
R/ Mencegah pemasukan bakteri dan infeksi
Anjurkan intake cairan yang cukup ( 2500 – 3000 ) sehingga dapat
menurunkan potensial infeksi.
R/ Meningkatkan output urine sehingga resiko
terjadi ISK dikurangi dan mempertahankan fungsi ginjal. Pertahankan posisi
urobag dibawah.
R/ Menghindari refleks balik urine yang dapat memasukkan bakteri ke
kandung kemih.
3. Observasi tanda – tanda vital, laporkan tanda – tanda shock dan demam.
R/ Mencegah sebelum terjadi shock.
4. Observasi urine: warna, jumlah, bau.
R/ Mengidentifikasi adanya infeksi.
5. Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat antibiotik.
R/ Untuk mencegah infeksi dan membantu proses penyembuhan.
3. Resiko tinggi cidera: perdarahan berhubungan dengan
tindakan pembedahan .
Tujuan: Tidak terjadi perdarahan.
Kriteria hasil:
- Klien tidak menunjukkan tanda – tanda perdarahan .
- Tanda – tanda vital dalam batas normal .
- Urine lancar lewat kateter .
Rencana tindakan:
1. Jelaskan pada klien tentang sebab terjadi perdarahan setelah pembedahan
dan tanda – tanda perdarahan .
R/ Menurunkan kecemasan klien dan mengetahui tanda – tanda perdarahan
2. Irigasi aliran kateter jika terdeteksi gumpalan dalm saluran kateter
R/ Gumpalan dapat menyumbat kateter,
menyebabkan peregangan dan perdarahan kandung kemih
3. Sediakan diet makanan tinggi serat dan memberi obat untuk memudahkan
defekasi .
R/ Dengan peningkatan tekanan pada fosa prostatik yang akan
mengendapkan perdarahan .
4. Mencegah pemakaian termometer rektal, pemeriksaan rektal atau huknah,
untuk sekurang – kurangnya satu minggu .
R/ Dapat menimbulkan
perdarahan prostat .
5. Pantau traksi kateter: catat waktu traksi di
pasang dan kapan traksi dilepas .
R/ Traksi kateter menyebabkan pengembangan
balon ke sisi fosa prostatik, menurunkan perdarahan. Umumnya dilepas 3 – 6 jam
setelah pembedahan .
6. Observasi: Tanda – tanda vital tiap 4
jam,masukan dan haluaran dan warna urine
R/ Deteksi awal terhadap komplikasi, dengan intervensi yang tepat
mencegah kerusakan jaringan yang permanen .
4. Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan
dengan ketakutan akan impoten akibat dari TUR-P.
Tujuan: Fungsi seksual dapat dipertahankan
Kriteria hasil:
- Klien tampak rileks dan melaporkan kecemasan menurun .
- Klien menyatakan pemahaman situasi individual .
- Klien menunjukkan keterampilan pemecahan masalah .
- Klien mengerti tentang pengaruh TUR – P pada seksual.
Rencana tindakan :
1 . Beri kesempatan pada klien untuk
memperbincangkan tentang pengaruh TUR – P terhadap seksual .
R/ Untuk mengetahui masalah klien .
2 . Jelaskan tentang : kemungkinan kembali
ketingkat tinggi seperti semula dan kejadian ejakulasi retrograd (air kemih
seperti susu)
R/ Kurang pengetahuan dapat membangkitkan cemas
dan berdampak disfungsi seksual
3 . Mencegah hubungan seksual 3-4 minggu
setelah operasi .
R/ Bisa terjadi perdarahan
dan ketidaknyamanan
4 . Dorong klien untuk menanyakan kedokter
salama di rawat di rumah sakit dan kunjungan lanjutan .
R / Untuk mengklarifikasi kekhatiran dan memberikan akses kepada
penjelasan yang spesifik.
5. Kurang pengetahuan: tentang TUR-P berhubungan
dengan kurang informasi
Tujuan: Klien dapat menguraikan pantangan
kegiatan serta kebutuhan berobat lanjutan .
Kriteria hasil:
- Klien akan melakukan perubahan perilaku.
- Klien berpartisipasi dalam program pengobatan.
- Klien akan mengatakan
pemahaman pada pantangan kegiatan dan kebutuhan berobat lanjutan .
Rencana tindakan:
1. Beri penjelasan untuk mencegah aktifitas berat selama 3-4 minggu .
R/ Dapat menimbulkan perdarahan .
2. Beri penjelasan untuk mencegah mengedan waktu BAB selama 4-6 minggu;
dan memakai pelumas tinja untuk laksatif sesuai kebutuhan.
R/ Mengedan bisa menimbulkan perdarahan,
pelunak tinja bisa mengurangi kebutuhan mengedan pada waktu BAB
3. Pemasukan cairan sekurang–kurangnya 2500-3000 ml/hari.
R/ Mengurangi potensial infeksi dan gumpalan
darah .
4. Anjurkan untuk berobat lanjutan pada dokter.
R/. Untuk menjamin tidak ada komplikasi .
5. Kosongkan kandung kemih apabila kandung
kemih sudah penuh .
R/ Untuk membantu proses penyembuhan .
6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri / efek
pembedahan
Tujuan: Kebutuhan tidur dan istirahat terpenuhi.
Kriteria hasil:
- Klien mampu beristirahat / tidur dalam waktu yang cukup.
- Klien mengungkapan sudah bisa tidur .
- Klien mampu menjelaskan faktor penghambat tidur .
Rencana tindakan:
1. Jelaskan pada klien dan keluarga penyebab gangguan tidur dan
kemungkinan cara untuk menghindari.
R/ meningkatkan pengetahuan klien sehingga mau kooperatif dalam
tindakan perawatan .
2. Ciptakan suasana yang mendukung, suasana tenang dengan mengurangi
kebisingan .
R/ Suasana tenang akan mendukung istirahat
3. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan penyebab gangguan tidur.
R/ Menentukan rencana mengatasi gangguan
4. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat yang dapat mengurangi
nyeri ( analgesik ).
R/ Mengurangi nyeri sehingga klien bisa
istirahat dengan cukup .
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk
Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta, Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Long, B.C., 1996. Perawatan
Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta, Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Lab / UPF Ilmu Bedah,
1994. Pedoman Diagnosis Dan Terapi. Surabaya, Fakultas Kedokteran
Airlangga / RSUD. dr. Soetomo.
Soeparman. (1990). Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid II. FKUI. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar