KEPERAWATAN
ANAK II
ASUHAN
KEPERAWATAN ANAK DENGAN ENSEFALITIS
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ensefalitis
adalah infeksi yang mengenai system saraf pusat (SSP) yang disebabkan oleh
virus atau mikroorganisme lain yang nonpurulen. Pentebab tersering dari
ensefalitis adalah virus kemudian herpes simpleks, arbovirus, dan jarang
disebabkan oleh enterovarius, mumps,
dan adenovirus. Ensefalitis bias juga terjadi pascainfeksi campak, influenza,
varicella, dan pascavaksinasi pertusis.
Klasifikasi
ensefalitis didasarkan pada factor penyebabnya. Ensefalitis suparatif akut
dengan bakteri penyebab ensefalitis adalah Staphylococcus
aureus, Streptococus, E.Colli, Mycobacterium, dan T.Pallidium.
Sedangkan ensefalitis virus penyebab adalah virus RNA (Virus Parotitis),
virusmorbili, virus rabies, virus Rubela, virus dengue, virus polio, cockscakie
A dan B, herpes zoster, herpes simpleks, dan varicella.
1.2
Rumusan masalah
a. Bagimana laporan pendahuluan pada
pasien dengan encefalitis
b. Bagaimana asuhan keperawatan pada
pasien dengan encefalitis
1.3 Tujuan Umum Pembuatan
Makalah
1.3.1 Tujuan
Umum :
a. Membantu mahasiswa
agar mampu memahami encefalitis, baik secara perorangan maupun berkelompok.
1.3.2 Tujuan
Khusus :
a. Membantu
mahasiswa agar mampu memahami laporan pendahuluan mengenai ensefalitis
b. Membantu
mahasiswa agar mampu memahami asuhan keperawatan ensefalitis
c. Meningkatkan
pengetahuan mahasiswa tentang ensefalitis
d. Akademik, memperkaya
khasanah keilmuan kesehatan umumnya, dan bidang kesehatan persarafan khususnya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Ensefalitis adalah infeksi jaringan otak oleh berbagai
macam mikroorganisme (Hassan, 1997). Pada encephalitis terjadi peradangan
jaringan otak yang dapat mengenai selaput pembungkus otak dan medula spinalis.
Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai CNS yang disebabkan
oleh virus atau mikro organisme lain yang non purulent.
Ensefalitis
adalah infeksi yang mengenai system saraf pusat (SSP) yang disebabkan oleh
virus atau mikroorganisme lain yang nonpurulen. Penyebab tersering dari
ensefalitis adalah virus kemudian herpes simpleks, arbovirus, dan jarang disebabkan
oleh enterovarius, mumps, dan
adenovirus. Ensefalitis bias juga terjadi pascainfeksi campak, influenza,
varicella, dan pascavaksinasi pertusis.
Klasifikasi ensefalitis didasarkan pada factor
penyebabnya. Ensefalitis suparatif akut dengan bakteri penyebab ensefalitis
adalah Staphylococcus aureus, Streptococus, E.Colli, Mycobacterium,
dan T.Pallidium. Sedangkan
ensefalitis virus penyebab adalah virus RNA (Virus Parotitis), virusmorbili,
virus rabies, virus Rubela, virus dengue, virus polio, cockscakie A dan B,
herpes zoster, herpes simpleks, dan varicella.
2.2 Etiologi
a.
Virus
b.
Bakteri
c.
Jamur
Berbagai macam mikroorganisme dapat
menimbulkan Ensefalitis, misalnya bakteria, protozoa, cacing, jamur,
spirochaeta, dan virus. Bakteri penyebab Ensefalitis adalah Staphylococcus
aureus, streptokok, E. Coli, M. Tuberculosa dan T. Pallidum. Encephalitis
bakterial akut sering disebut encephalitis supuratif akut (Mansjoer, 2000).
Penyebab lain adalah keracunan arsenik dan reaksi toksin dari thypoid fever,
campak dan chicken pox/cacar air. Penyebab encephalitis yang terpenting dan
tersering ialah virus. Infeksi dapat terjadi karena virus langsung menyerang
otak, atau reaksi radang akut infeksi sistemik atau vaksinasi terdahulu.
Klasifikasi encephalitis berdasar
jenis virus serta epidemiologinya ialah:
·
Infeksi virus yang bersifat endemik
1.
Golongan enterovirus : Poliomyelitis, virus Coxsackie, virus ECHO.
2.
Golongan virus Arbo : Western equine encephalitis, St. Louis encephalitis,
Eastern equine encephalitis, Japanese B encephalitis, Russian spring summer
encephalitis, Murray valley encephalitis.
Infeksi
virus yang bersiat sporadik : rabies, Herpes simpleks, Herpes zoster,
Limfogranuloma, Mumps, Lymphocytic choriomeningitis, dan jenis lain yang
dianggap disebabkan oleh virus tetapi belum jelas.
Encephalitis
pasca-infeksi : pasca-morbili, pasca-varisela, pasca-rubela, pasca-vaksinia,
pasca-mononukleosis infeksius, dan jenis-jenis lain yang mengikuti infeksi
traktus respiratorius yang tidak spesifik.(Robin cit. Hassan, 1997)
2.3 Tanda dan Gejala
1.
Suhu yang mendadak naik, seringkali ditemukan hiperpireksia
2. Kesadaran
dengan cepat menurun
3. Muntah
4. Kejang-kejang,
yang dapat bersifat umum, fokal atau twitching saja (kejang-kejang di muka)
5. Gejala-gejala
serebrum lain, yang dapat timbul sendiri-sendiri atau bersama-sama, misal
paresis atau paralisis, afasia, dan sebagainya (Hassan, 1997
6. Perubahan
perilaku
7. Gelisah
Inti dari sindrom Ensefalitis adalah adanya demam
akut, dengan kombinasi tanda dan gejala : kejang, delirium, bingung, stupor
atau koma, aphasia, hemiparesis dengan asimetri refleks tendon dan tanda
Babinski, gerakan involunter, ataxia, nystagmus, kelemahan otot-otot wajah.
2.4 Patofisiologi
Virus masuk tubuh klien melalui
kulit, saluran npas, dan saluran cerna. Setelah masuk ke dalam tubuh, virus
akan menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa cara :
· Lokal : virus alirannya terbatas menginfeksi selaput lender
permukaan atau organ tertentu.
· Penyebaran hematogen primer : virus masuk ke dalam darah,
kemudian menyebar ke organ dan berkembang biak di organ tersebut.
· Penyebaran melalui saraf-saraf : virus berkembang biak di
perukaan selaput lender dan menyebar melalui system persarafan.
Setelah terjadi penyebaran ke otak
terjadi manifestasi klinis ensefalitis. Masa prodromal berlangsung 1-4 hari
ditandai dengan demam, sakit kepala, pusing, muntah nyeri tenggorokan, malais,
nyeri ekstremitas, dan pucat. Suhu badan meningkat, fotofobia, sakit kepala,
muntah-muntah, letargi, kadang disertai kakukuduk apabila infeksi mengenai
meningen. Pada anak, tampak gelisah kadang disertai perubahan tingkah laku.
Dapat disertai gangguan penglihatan, pendengaran, bicara, serta kejang. Gejala
lain berupa gelisah, rewel, perubahan perilaku, gangguan kesaadaran, kejang.
Kadang-kadang disertai tanda neurologis fokal berupa afassia, hemiparesis,
hemiplagia, ataksia, dan paralisis saraf otak.
2.5 Manifestasi Klinis
Masa prodromal berlangsung antara 1-4 hari, ditandai dengan
demam, sakit kepala, pusing muntah, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri
ekstremitas, dan pucat. Kemudian di ikuti tanda ensefalitis yang berat
ringannya tergantung dari ditribusi dan luas lesi pada neuron. Gejala tersebut
berupa :
1. Gelisah
2.
Iritabel
3.
Streming attack
4. Perubahan
perilaku
5. Gangguan
kesadaran
6.
Kejang
Kadang disertai tanda neurologis fokal berupa :
1) Afasia
2) Hemiparesia
3) Hemiplagia
4) Ataksia
5) Paralisis saraf otak
Tanda rangsangan meningela dapat terjadi bila peradangan
mencapai meningen. Ruam kulitkadang di dapatkan pada beberapa tipe ensefalitis
misalnyapada enterovirus dan varisela zoster
2.6
Komplikasi
Komplikasi pada ensefalitis berupa :
1. Retardasi mental
2. Iritabel
3. Gangguan motorik
4. Epilepsi
5. Emosi tidak stabil
6. Sulit tidur
7. Halusinasi
8. Enuresis
9. Anak menjadi perusak dan melakukan tindakan asosial
lain.
2.7
Pemeriksaan Penunjang
A.
Lumbal pungsi (pemeriksaan CSS)
1) Cairan warna jernih d. Glukosa normal
2) Leukosit meningkat e. Tekanan Intra Kranial
meningkat
2.
Protein agak meningkat
3.
Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/
urin
1) Sukar oleh karena uremia berlangsung singkat
2) Dapat membantu mengidentifikasikan daerah
pusat infeksi dan penyebab infeksi
4. CT Scan/ MRI
1) Membantu melokalisasi lesi, melihat ukuran/
letak ventrikel, hematom, daerah cerebral, hemoragic, atau tumor
5. EEG
1) Terlihat aktivitas listrik (gelombang) yang menurun,
sosial dengan tingkat kesadaran yang menurun
2) Gambaran EEG memperlihatkan proses inflamasi difu
(aktivitas lambat bilateral)
2.8 Penatalaksanaan
1. Isolasi Isolasi
bertujuan mengurangi stimuli/rangsangan dari luar dan sebagai tindakan
pencegahan.
2. Terapi antimikroba, sesuai hasil
kultur Obat yang mungkin dianjurkan oleh dokter :
· Ampicillin : 200 mg/kgBB/24 jam,
dibagi 4 dosis
· Kemicetin : 100 mg/kgBB/24 jam,
dibagi 4 dosis
· Bila encephalitis disebabkan oleh
virus (HSV), agen antiviral acyclovir secara signifikan dapat menurunkan
mortalitas dan morbiditas HSV encephalitis. Acyclovir diberikan secara
intravena dengan dosis 30 mg/kgBB per hari dan dilanjutkan selama 10-14 hari
untuk mencegah kekambuhan (Victor, 2001).
· Untuk kemungkinan infeksi sekunder
diberikan antibiotika secara polifragmasi.
3.
Mengurangi meningkatnya tekanan intracranial, manajemen edema otak
·
Mempertahankan hidrasi, monitor
balans cairan; jenis dan jumlah cairan yang diberikan tergantung keadaan anak.
·
Glukosa 20%, 10 ml intravena
beberapa kali sehari disuntikkan dalam pipa giving set untuk menghilangkan
edema otak.
·
Kortikosteroid intramuscular atau
intravena dapat juga digunakan untuk menghilangkan edema otak.
4. Mengontrol kejang
Obat antikonvulsif diberikan segera untuk memberantas kejang.
Obat yang diberikan ialah valium dan atau luminal.
·
Valium dapat diberikan dengan dosis
0,3-0,5 mg/kgBB/kali
·
Bila 15 menit belum teratasi/kejang
lagi bia diulang dengan dosis yang sama
·
Jika sudah diberikan 2 kali dan 15
menit lagi masih kejang, berikan valium drip dengan dosis 5 mg/kgBB/24 jam.
5. Mempertahankan
ventilasi Bebaskan jalan nafas, berikan O2 sesuai kebutuhan
(2-3l/menit).
6. Penatalaksanaan
shock septik
7. Mengontrol
perubahan suhu lingkungan
8. Untuk
mengatasi hiperpireksia, diberikan kompres pada permukaan tubuh yang mempunyai
pembuluh besar, misalnya pada kiri dan kanan leher, ketiak, selangkangan,
daerah proksimal betis dan di atas kepala. Sebagai hibernasi dapat
diberikan largaktil 2 mg/kgBB/hari dan phenergan 4 mg/kgBB/hari secara
intravena atau intramuscular dibagi dalam 3 kali pemberian. Dapat juga
diberikan antipiretikum seperti asetosal atau parasetamol bila keadaan telah
memungkinkan pemberian obat per oral.(Hassan, 1997)
BAB 3
ASUHAN
KEPERAWATAN
3.1
Pengkajian
1.
Biodata
Umur : Penyakit ensefalitis dapat
menyerang semua usia, insiden tertinggi terjadi pada anak-anak
Jenis kelamin : Penyakit ensefalitis
bisa terjadi pada laki-laki dan perempuan
Bangsa : Umumnya untuk penyakit
ensefalitis tidak mengenal suku bangsa, ras
2. Keluhan
utama
a. Demam
b. Kejang
3. Riwayat kesehatan sekarang
Demam,
kejang, sakit kepala, pusing, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri ekstremitas,
pucat, gelisah, perubahan perilaku, dan gangguan kesadaran.
4. Riwayat kesehatan dahulu
Klien
sebelumnya menderita batuk , pilek kurang lebih 1-4 hari, pernah menderita
penyakit Herpes, penyakit infeksi pada hidung,telinga dan tenggorokan.
5.
Riwayat penyakit keluarga
Keluarga ada
yang menderita penyakit yang disebabkan oleh virus contoh : Herpes dll. Bakteri
contoh : Staphylococcus Aureus,Streptococcus , E , Coli ,dll.
3.2 Pola-Pola Fungsi Kesehatan
1.
Pola persepsi dan tata laksana hidup
sehat
a. Kebiasaan
Sumber air yang dipergunakan dari PAM atau sumur ,kebiasaan
buang air besar di WC,lingkungan penduduk yang berdesaan (daerah kumuh)
b. Status Ekonomi
Biasanya menyerang klien dengan status ekonomi rendah.
2. Pola fungsi kesehatan
a. Pola nutrisi dan metabolisme
Nafsu makan menurun (anoreksia)
nyeri tenggorokan dan Berat badan menurun
b. Pola aktivitas
Nyeri ekstremitas dan keterbatasan
rentang gerak akan mempengaruhi pola aktivitas
c.
Pola istirahat dan tidur
Kualitas dan kuantitas akan
berkurang oleh karena demam, sakit kepala dll, yang sehubungan dengan penyakit
ensefalitis
d.
Pola eliminasi
Kebiasaan Defekasi sehari-hari
Biasanya pada klien Ensefalitis karena klien tidak dapat
melakukan mobilisasi maka dapat terjadi obstivasi.
Kebiasaan BAK sehari-hari
Biasanya pada klien Ensefalitis kebiasaan miksi normal
frekuensi normal. Jika kebutuhan cairan terpenuhi. Jika terjadi gangguan
kebutuhan cairan maka produksi irine akan menurun ,konsentrasi urine pekat
e. Pola hubungan dan peran
Efek penyakit yang diderita terhadap peran yang diembannya
sehubungan dengan ensefalitis, bisanya Interaksi dengan keluarga / orang lain
biasanya pada klien dengan Ensefalitis kurang, karena kesadaran klien menurun
mulai dari apatis sampai koma.
f. Pola penanggulangan
stress
Akan
cenderung mengeluh dengan keadaaan dirinya (stress)
3.3
Pemeriksaan fisik
Setelah
melakukan anmnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien, pemeriksaan fisik
sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan
fisik sebaiknya dilakukan persistem (B1-B6) dengan focus pemeriksaan fisik pada
pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari
klien.
Pemeriksaan
fisik dumulai dengan memeriksa tanda-tanda vital (TTV) pada klien ensefalitis
biasanya didapatkan peningkatn suhu tubuh lebih dari normal 39-49°C. Keadaan
ini biasanya dihubungkan dengan proses inflamasi dari selaput otak yang sudah
menggangu pusat pengatur suhu tubuh. Penurunan denyut nadi terjadi berhubungan
dengan tanda-tanda peningkatan TIK. Apabila disertai peningkatan frekuensi
pernapasan sering berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme umum dan
adanya infeksi pada system pernapasan sebelum mengalami ensefalitis. TD
biasanya normal atau meningkat berhubungan dengan tanda-tanda peningkata TIK.
· B1 (Breathing)
Inspeksi
apakah klien batuk, produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas,
dan peningkatan frekuensi pernapasan yang sering didapatkan pada klien
ensefalitis yang sering disertai adanya gangguan pada system pernapasan.
Palpasi biasanya taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi bunyi
napas tambahan sperti ronkhi pada klien ddengan ensefalitis berhubungan
akuulasi sekreet dari penurunan kesadaran.
· B2 (Blood)
Pengkajian
pada system kardiovaskular didapatkan renjatan (syok) hipovolemik yang sering
terjadi pada klien ensefalitis.
· B3 (Brain)
Pengkajian
B3 (Brain) merupakan pemeriksaan focus dan lebih lengkap dibandingkan
pengkajian pada system lainnya.
· Tingkat Kesadaran
Pada keadaan
lanjut tingkat kesadaran klien ensefalitis biasanya berkisar pada tingkat
letargi, stupor, dan semikomatosa. Apabila klien sudah mengalami koma maka
penilaia GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi
untuk memaantau pemberian asuhan keperawatan.
· Fungsi Serebri
Status
mental : observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya bicara
klien dan observasi ekspresi wajah dan aktivitas motorik. Pada klien
ensefalitis tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan.
Pemeriksaan Saraf Kranial
· Saraf I. Fungsi
penciuman biasanya tidak ada klainan pada klien ensefalitis
· Saraf II. Tes
ketajaman penglihatan pada kondisi normal. Pemeriksaan papiledema mungkin
didapatkan terutma pada ensefalitis supuratif disertai abses serebri dan efusi
subdural yang menyebabkan terjadinya peningkatan TIK.
· Saraf III, IV, dan VI.
Pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada klien ensefalitis yang tidak disertai
penurunan kesadaran biasanya tanpa kelainan. Pada tahap lanjut ensefalitis yang
telah mengganggu kesadaran, tanda-tanda perubahan dari fungsi dan reaksi pupil
akan didapatkan. Dengan alas an yang tidak diketahui, klien ensefalitis
mengeluh mengalami fotofobia atau sensitive yang berlebihan terhadap cahaya.
· Saraf V. Pada klien
ensefalitis didapatkan paralisis pada otot sehingga mengganggu proses
mengunyah.
· Saraf VII. Persepsi
pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris karena adanya paralisis
unilateral.
· Saraf VIII. Tidak
ditemukan adanya tuli kondungtif dan tuli persepsi
· Saraf IX dan X. Kemampuan
menelan kurang baik sehingga mengganggu pemenuhan nutrisi via oral.
· Saraf XI. Tidak ada
atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius. Adanya usaha dari klien untuk
melakukan fleksi leher dan kaku kuduk.
· Saraf XII. Lidah
simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra
pengecap normal.
· Sistem Motorik
Kekuatan
otot menurun, kntrol keseimbangan dan koordinasi pada ensefalitis tahap lanjut
mengalami perubahan.
Pemeriksaan Refleks
Pemeriksaan
reflex dala, pengetukan pada tendon, ligamentum atau periosteum derajat reflex
pada respons normal. Reflex patologis akan didapatkan pada klien ensefalitis
dengan tingkat kesadaran koma.
Gerakan Involunter
Tidak
ditemukan adanya teremor, Tic, dan distonia. Pada keaddaan tertentu klien
biasanya mengalami kejang umum, terutama pada anak ddengan ensefalitis disertai
peningkatan suhu tubuh yang tinggi. Kejang dan peningkatan TIK juga berhubungan
dengan ensefalitis. Kejang terjadi sekunder akibat area fokal kortikal yang
peka.
Sistem Sensorik
Pemeriksaan
sonsorik pada ensefalitis biasanya didapatkan perasaan raba normal, perasaan
nyeri normal, perasaan suhu normal, tidak ada perasaan abnormal di eprmukaan
tubuh, perasaan diskriminatif normal.
Peradangan
pada selaput otak mengakibatkan sejumlah tanda yang mudah dikenali pada
ensefalitis. Tanda tersebut adalah kaku kuduk, yaitu ketika adanya upaya untuk
fleksi kepala mengalami kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher.
· B4 (Bladder)
Pemeriksaan
pada sistemperkemihan biasanya didapatkan berkurangnya volume keluaran urine,
hal ini berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan curah jantung
ke ginjal.
· B5 (Bowel)
Mual sampai
muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam lambung. Pemenuhan nutrisi
pada klien meningitis menurun karena anoreksia dan adanya kejang.
· B6 (Bone)
Penurunan
kekuatan otot dan penurunan tingkat kesadaran menurunkan mobilitas klien secara
umum. Dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari klien lebih banyak dibantu orang
lain.
3.4 Diagnosa Keperawatan Yang Sering Terjadi
1. Resiko tinggi infeksi b/d daya tahan terhadap infeksi turun.
2. Resiko tinggi perubahan peR/usi jaringan b/d Hepofalemia, anemia.
3. Resiko tinggi terhadap trauma b/d aktivitas kejang umu.
4. Nyeri b/d adanya proses infeksi yang ditandai dengan anak menangis, gelisah.
5. Gangguan mobilitas b/d penurunan kekuatan otot yang ditandai dengan ROM terbatas.
6. Gangguan asupan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah.
7. Gangguan sensorik motorik (penglihatan, pendengaran, gaya bicara) b/d kerusakan susunan saraf pusat.
8. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan sakit kepala mual.
9. Resiko gangguan integritas kulit b/d daya pertahanan tubuh terhadap infeksi turun.
10. Resiko terjadi kontraktur b/d spastik berulang.
1. Resiko tinggi infeksi b/d daya tahan terhadap infeksi turun.
2. Resiko tinggi perubahan peR/usi jaringan b/d Hepofalemia, anemia.
3. Resiko tinggi terhadap trauma b/d aktivitas kejang umu.
4. Nyeri b/d adanya proses infeksi yang ditandai dengan anak menangis, gelisah.
5. Gangguan mobilitas b/d penurunan kekuatan otot yang ditandai dengan ROM terbatas.
6. Gangguan asupan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah.
7. Gangguan sensorik motorik (penglihatan, pendengaran, gaya bicara) b/d kerusakan susunan saraf pusat.
8. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan sakit kepala mual.
9. Resiko gangguan integritas kulit b/d daya pertahanan tubuh terhadap infeksi turun.
10. Resiko terjadi kontraktur b/d spastik berulang.
3.5 Implementasi
· Diagnosa Keperawatan I.
· Resiko tinggi infeksi b/d daya tahan
tubuh terhadap infeksi turun
Tujuan:
- tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil:
- Masa penyembuhan tepat waktu tanpa bukti penyebaran infeksi endogen
Intervensi
1. Pertahanan teknik aseptic dan teknik cuci tangan yang tepat baik petugas atau pengunmjung. Pantau dan batasi pengunjung.
R/. menurunkan resiko px terkena infeksi sekunder . mengontrol penyebaran Sumber infeksi, mencegah pemajaran pada individu yang mengalami nfeksi saluran nafas atas.
2. Abs. suhu secara teratur dan tanda-tanda klinis dari infeksi.
R/. Deteksi dini tanda-tanda infeksi merupakan indikasi perkembangan Meningkosamia .
3. Berikan antibiotika sesuai indikasi
R/. Obat yang dipilih tergantung tipe infeksi dan sensitivitas individu.
Tujuan:
- tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil:
- Masa penyembuhan tepat waktu tanpa bukti penyebaran infeksi endogen
Intervensi
1. Pertahanan teknik aseptic dan teknik cuci tangan yang tepat baik petugas atau pengunmjung. Pantau dan batasi pengunjung.
R/. menurunkan resiko px terkena infeksi sekunder . mengontrol penyebaran Sumber infeksi, mencegah pemajaran pada individu yang mengalami nfeksi saluran nafas atas.
2. Abs. suhu secara teratur dan tanda-tanda klinis dari infeksi.
R/. Deteksi dini tanda-tanda infeksi merupakan indikasi perkembangan Meningkosamia .
3. Berikan antibiotika sesuai indikasi
R/. Obat yang dipilih tergantung tipe infeksi dan sensitivitas individu.
· DIAGNOSA KEPERAWATAN II
Resiko tinggi terhadap trauma b/d aktivitas kejang umum
Tujuan :
- Tidak terjadi trauma
Kriteria hasil :
- Tidak mengalami kejang / penyerta cedera lain
Intervensi :
1. Berikan pengamanan pada pasien dengan memberi bantalan,penghalang tempat tidur tetapn terpasang dan berikan pengganjal pada mulut, jalan nafas tetap bebas.
R/. Melindungi px jika terjadi kejang , pengganjal mulut agak lidah tidak tergigit.
Catatan: memasukkan pengganjal mulut hanya saat mulut relaksasi.
2. Pertahankan tirah baring dalam fase akut.
R/. Menurunkan resiko terjatuh / trauma saat terjadi vertigo.
3. Kolaborasi.
Berikan obat sesuai indikasi seperti delantin, valum dsb.
R/. Merupakan indikasi untuk penanganan dan pencegahan kejang.
4. Abservasi tanda-tanda vital
R/. Deteksi diri terjadi kejang agak dapat dilakukan tindakan lanjutan.
Resiko tinggi terhadap trauma b/d aktivitas kejang umum
Tujuan :
- Tidak terjadi trauma
Kriteria hasil :
- Tidak mengalami kejang / penyerta cedera lain
Intervensi :
1. Berikan pengamanan pada pasien dengan memberi bantalan,penghalang tempat tidur tetapn terpasang dan berikan pengganjal pada mulut, jalan nafas tetap bebas.
R/. Melindungi px jika terjadi kejang , pengganjal mulut agak lidah tidak tergigit.
Catatan: memasukkan pengganjal mulut hanya saat mulut relaksasi.
2. Pertahankan tirah baring dalam fase akut.
R/. Menurunkan resiko terjatuh / trauma saat terjadi vertigo.
3. Kolaborasi.
Berikan obat sesuai indikasi seperti delantin, valum dsb.
R/. Merupakan indikasi untuk penanganan dan pencegahan kejang.
4. Abservasi tanda-tanda vital
R/. Deteksi diri terjadi kejang agak dapat dilakukan tindakan lanjutan.
· DIAGNOSA KEPERAWATAN III
Resiko terjadi kontraktur b/d kejang spastik berulang
Tujuan :
- Tidak terjadi kontraktur
Ktiteria hasil :
- Tidak terjadi kekakuan sendi
- Dapat menggerakkan anggota tubuh
Intervensi
1. Berikan penjelasan pada ibu klien tentang penyebab terjadinya spastik , terjadi kekacauan sendi.
R/ . Dengan diberi penjelasan diharapkan keluarga mengerti dan mau membantu program perawatan .
2. Lakukan latihan pasif mulai ujung ruas jari secara bertahap
R/ Melatih melemaskan otot-otot, mencegah kontraktor.
3. Lakukan perubahan posisi setiap 2 jam
R/ Dengan melakukan perubahan posisi diharapkan peR/usi ke jaringan lancar, meningkatkan daya pertahanan tubuh .
4. Observasi gejala kaerdinal setiap 3 jam
R/ Dengan melakukan observasi dapat melakukan deteksi dini bila ada kelainan dapat dilakukan inteR/ensi segera
5. Kolaborasi untuk pemberian pengobatan spastik dilantin / valium sesuai Indikasi
R/ Diberi dilantin / valium ,bila terjadi kejang spastik ulang
Resiko terjadi kontraktur b/d kejang spastik berulang
Tujuan :
- Tidak terjadi kontraktur
Ktiteria hasil :
- Tidak terjadi kekakuan sendi
- Dapat menggerakkan anggota tubuh
Intervensi
1. Berikan penjelasan pada ibu klien tentang penyebab terjadinya spastik , terjadi kekacauan sendi.
R/ . Dengan diberi penjelasan diharapkan keluarga mengerti dan mau membantu program perawatan .
2. Lakukan latihan pasif mulai ujung ruas jari secara bertahap
R/ Melatih melemaskan otot-otot, mencegah kontraktor.
3. Lakukan perubahan posisi setiap 2 jam
R/ Dengan melakukan perubahan posisi diharapkan peR/usi ke jaringan lancar, meningkatkan daya pertahanan tubuh .
4. Observasi gejala kaerdinal setiap 3 jam
R/ Dengan melakukan observasi dapat melakukan deteksi dini bila ada kelainan dapat dilakukan inteR/ensi segera
5. Kolaborasi untuk pemberian pengobatan spastik dilantin / valium sesuai Indikasi
R/ Diberi dilantin / valium ,bila terjadi kejang spastik ulang
DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin Arif.2008.Asuhan
Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.Jakarta: Salemba Medika.
Rahman M.1986.Petunjuk Tentang Penyakit, Pemeriksaan Fisik
dan Laboratorium Kelompok Minat Penulisan Ilmiah Kedokteran Salemba.Jakarta.
Tarwoto, dkk.2007.Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem
Persarafan.Jakarta: Sagung Seto.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar